Hidup Dalam Hikmat Dan Kasih
Interaksi dengan orang lain adalah hal yang
tidak dapat kita hindari dalam kehidupan kita sehari-hari, baik kepada
keluarga, lingkungan sekitar rumah, sesama jemaat ataupun rekan kerja. Namun
tanpa kita sadari bahwa ternyata interaksi tersebut mempunyai dampak yang besar
dalam kehidupan kita terlebih kepada pemberitaan Injil tergantung bagaimana
kita untuk menempatkan diri kita dalam interaksi kepada orang lain, bisa
membawa dampak yang positif dan dapat juga membawa dampak yang negatif. Dalam
Kolose 3:23 dikatakan: “Apapun juga
yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan
bukan untuk manusia”. Nasehat Paulus ini sangat jelas memberikan
kepada kita pengertian akan hubungan kita dengan orang lain bahwa segala
sesuatu yang kita lakukan dalam interaksi dengan orang lain itu adalah
melakukan segenap hati untuk Tuhan dan bukan unuk manusia.
Penjelasan
Ayat 1
Pada pertengahan 2011 lalu, dibentangkan
sebuah serbet raksasa di Bundaran HI, Jakarta. Serbet raksasa itu merupakan
bentuk aksi keprihatinan terhadap ketidakadilan yang sering dialami oleh para
pekerja rumah tangga (PRT), baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Mereka
banyak mengalami perlakuan sewenang-wenang, bahkan kekerasan yang berujung pada
kematian. Serbet besar itu hendak mengingatkan warga Jakarta bahwa banyak
aktivitas bisa berjalan baik karena jasa para pekerja rumah tangga. Oleh karena
itu, pengakuan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak pekerja rumah tangga, harus
diperhatikan.
Dalam suratnya kepada jemaat di Kolose,
Rasul Paulus juga mengingatkan setiap tuan yang mempunyai hamba agar selalu
berlaku adil dan jujur (ayat 1). Berlaku adil dapat berarti memberikan kepada
para pekerja apa yang menjadi hak mereka. Tidak memberi beban kerja lebih dari
apa yang selayaknya dikerjakan. Jujur dapat diungkapkan dengan tidak
mengeksploitasi atau memanfaatkan posisi para pekerja yang lebih lemah untuk
kepentingan dan keuntungan pribadi atau perusahaan.
Kita harus selalu ingat bahwa hikmat dan
kasih perlu dinyatakan di semua tempat, termasuk di rumah tangga dan lingkungan
kerja. Jangan sampai kita dikenal sebagai dermawan di gereja, tetapi
memperlakukan pekerja rumah tangga dengan kasar atau memberlakukan kebijakan
perusahaan yang menyengsarakan para pekerja kita. Ingatlah, kita pun adalah
hamba yang suatu saat kelak harus memberikan pertanggungjawaban kepada Tuhan.
Di mata Tuhan, kita dan para pekerja kita setara berharganya.
Ayat
2-4
Seorang Raja seperti Salomo, seorang Rasul
seperti Paulus sangat meletakkan arti pentingnya berdoa dengan dasar kejujuran
dari hatinya yang terdalam. Salomo melihat bahwa yang sangat ia butuhkan dalam
kehidupannya adalah “kebijaksanaan” dan Paulus melihat bahwa masih banya hal
yang dia mau lakukan untuk kepentingan pemberitaan Injil. Untuk itulah mereka
berdoa. Mereka berdoa memang untuk “kepentingan”nya, tapi mari kita melihat
lebih dalam lagi, apakah benar untuk kepentingan pribadinya semata atau
sebenarnya doanya mengandung makna yang sangat dalam yakni adanya keinginan
yang didasarkan pada “kerendahan hati”nya agar Tuhannya lah yang diagungkan dan
dimuliakan. Selain itu, kita bisa melihat bagaimana bila doanya dijawab oleh
Tuhannya (tentunya juga Tuhan kita). Maka yang terjadi adalah orang lain yang
ada dalam doanya akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Jadi, sebenarnya
mereka berdoa memang untuk dirinya tapi tujuan atau kepentingan dirinya
sangatlah kecil dibanding dengan efek doanya ke luar dari dirinya.
Nah, ini sebuah koreksi doa bagi kita.
Karena kalau boleh jujur, mungkin selama ini kita berdoa, terlepas bagaimana
kita mendoakannya tapi isi doa itu masih: UNTUKKU...... BAGIKU.....
KEPADAKU...... Melulu untuk kepentingan pribadiku... Maaf... bila ini tidak
benar. Tapi kalau masih seperti ini..... tentu masih perlu kita banyak-banyak
belajar tentang bagaimana doa yang baik dan benar...
Melalui nas ini kita diajak dan diarahkan
untuk lebih mengenal pribadi Tuhan Allah kita. Dan juga lebih mengenal lagi apa
yang sebenarkan Tuhan inginkan ketika kita berdoa kepadaNya. Ternyata ketika
kita mencoba menyelami pikiran Tuhan kita, disana juga kita menemukan bahwa
yang ingin Tuhan lakukan bagi kita adalah membuat kita hidup semakin baik dan
benar. Bukan hanya itu, dengan mengungkapkan kebesaran Tuhan (bukan seperti
istilah sekarang Ngeles), kita juga semakin melihat bahwa Tuhan juga
menginginkan kita peduli pada orang-orang sekitar kita. Dan kita bisa sangat
berguna bagi orang lain walaupun itu hanya dilakukan melalui doa. Luar biasa
sekali... dan kalau Mario Teguh katakan “sangat super”. Bukankan ini merupakan
anugrah yang besar dari Tuhan buat kita? Bukankan ini merupakan sebuah
“pelayanan” yang benar dan besar juga bagi sesama? Untuk itu, marilah kita
lebih dalam lagi belajar tentang bagaimana berdoa yang benar, sehingga kualitas
doa dan efek doa kita semakin baik dan berdampak lebih luar biasa bagi kita dan
juga orang-orang di sekitar kita.
Ayat 5
Kita memandang waktu yang diberikan oleh
Allah bukan hanya sekedar interaksi yang tanpa makna, apalagi kita gunakan untuk
mendukakan hati Allah. Bagaimana kita dapat memperlihatkan dalam kehidupan kita
sehari-hari bahwa kita adalah pengikut Kristus yang setia, sehingga pengenalan
akan Tuhan tidak hanya pengenalan dogma namun juga pengamalannya dalam realitas
hidup ini. Jika kita memperhatikan nasehat-nasehat dalam kitab Amsal sangat
jelas diberitahukan kepada kita dengan sangat detail bagaimana etika kita dalam
hal berinteraksi dengan orang lain yang semuanya menyatakan untuk takut akan
Tuhan.
Ayat 6
Ayat ini mengingatkan kita agar
berhati-hati dengan mulut/ucapan kita, karena kekuatan dari perkataan adalah
sangat luar biasa. Apalagi kita sebagai anak-anak Tuhan harus bisa
menjadi teladan/kesaksian bagi orang-orang di luar Tuhan, salah satunya melalui
ucapan mulut kita. "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya,
dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan
dalam kesucianmu." (1 Tim. 4:12b).
Banyak orang Kristen yang ketika berada di luar 'area suci' (gereja) tidak bisa menguasai mulutnya: masih suka mengumpat, berkata-kata kasar, jorok, membicarakan kelemahan/kekurangan pendeta (gosip) dan sebagainya. Dalam amsal 20:19 dikatakan, "Siapa mengumpat, membuka rahasia, sebab itu janganlah engkau bergaul dengan orang yang bocor mulut." Mulut kita bisa menjadi sangat powerful (berkuasa). Ada banyak orang yang beroleh kekuatan dan dibangkitkan semangat hidupnya akibat mendengarkan perkataan dari orang lain. Sebaliknya ada pula yang menjadi terluka, hancur, frustasi dan putus asa oleh karena terbunuh oleh perkataan yang disampaikan oleh orang lain.
Lalu, bagaimana seharusnya perkataan orang Kristen itu? 1. Perkataan penuh kasih. Artinya suatu perkataan yang penuh dengan keramahan dan didasari oleh kasih setelah terlebih dahulu dipertimbangkan dengan matang, sehingga orang lain yang mendengarnya dibangun, dikuatkan, dihibur serta didorong ke arah yang baik. Karena itu "Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." (Ef. 4:29). 2. Perkataan yang menyampaikan firman. Tertulis: "Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" (1 Pet. 4:11a). Ini bukan berarti kita menggurui atau sok pintar, tetapi perkataan kita hendaknya sesuai dengan firman Tuhan, bermuatan kesaksian dan nasihat sehingga orang yang mendengarnya diberkati.
Refleksi
Paulus ingin menasehatkan kita agar dalam
hidup kita sehari-hari memiliki sikap yang adil dan jujur; berdoa dan mengucap
syukur; mendoakan orang lain; hidup penuh hikmat; kata-kata yang penuh dengan
kasih.
Maka patutlah kita merenungkan perjalanan
hidup kita selama ini, apakah kehadiran diriku kepada orang lain telah menjadi
garam dan terang atau malah sebaliknya hidup yang kita jalani seperti serigala
sehingga orang harus menyingkir dari kita. Kita jadikan diri kita menjadi batu
pijakan untuk menolong bukan menjadi batu sandungan untuk menjatuhkan.
Hal ini dikemukakan oleh Paulus agar jemaat
sadar dan mengerti bahwa yang telah mengikut Yesus itu adalah orang-orang yang
menerima hidup yang baru, kita hidup tidak seperti manusia lama yang
menjalankan hidupnya dengan kesia-siaan. Namun yang telah hidup di dalam
Kristus adalah hidup yang penuh dengan pengharapan sehingga akan menggunakan
hidupnya juga dalam semangat penginjilan. Sehingga kita hidup tidak hanya untuk
diri sendiri tetapi juga untuk orang lain dan terlebih untuk Tuhan. Amin.
dari berbagai
sumber
0 komentar:
Posting Komentar