“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu" Yohanes 15:16

Jumat, 05 Juli 2013

Kolose 4:1-6 (Khotbah Minggu, 7 Juli 2013)

Hidup Dalam Hikmat Dan Kasih

Pendahuluan                                        
Interaksi dengan orang lain adalah hal yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan kita sehari-hari, baik kepada keluarga, lingkungan sekitar rumah, sesama jemaat ataupun rekan kerja. Namun tanpa kita sadari bahwa ternyata interaksi tersebut mempunyai dampak yang besar dalam kehidupan kita terlebih kepada pemberitaan Injil tergantung bagaimana kita untuk menempatkan diri kita dalam interaksi kepada orang lain, bisa membawa dampak yang positif dan dapat juga membawa dampak yang negatif. Dalam Kolose 3:23 dikatakan: “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia”. Nasehat Paulus ini sangat jelas memberikan kepada kita pengertian akan hubungan kita dengan orang lain bahwa segala sesuatu yang kita lakukan dalam interaksi dengan orang lain itu adalah melakukan segenap hati untuk Tuhan dan bukan unuk manusia.
                                                                                                                                       
Penjelasan
Ayat 1
Pada pertengahan 2011 lalu, dibentangkan sebuah serbet raksasa di Bundaran HI, Jakarta. Serbet raksasa itu merupakan bentuk aksi keprihatinan terhadap ketidakadilan yang sering dialami oleh para pekerja rumah tangga (PRT), baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Mereka banyak mengalami perlakuan sewenang-wenang, bahkan kekerasan yang berujung pada kematian. Serbet besar itu hendak mengingatkan warga Jakarta bahwa banyak aktivitas bisa berjalan baik karena jasa para pekerja rumah tangga. Oleh karena itu, pengakuan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak pekerja rumah tangga, harus diperhatikan.

Dalam suratnya kepada jemaat di Kolose, Rasul Paulus juga mengingatkan setiap tuan yang mempunyai hamba agar selalu berlaku adil dan jujur (ayat 1). Berlaku adil dapat berarti memberikan kepada para pekerja apa yang menjadi hak mereka. Tidak memberi beban kerja lebih dari apa yang selayaknya dikerjakan. Jujur dapat diungkapkan dengan tidak mengeksploitasi atau memanfaatkan posisi para pekerja yang lebih lemah untuk kepentingan dan keuntungan pribadi atau perusahaan.

Kita harus selalu ingat bahwa hikmat dan kasih perlu dinyatakan di semua tempat, termasuk di rumah tangga dan lingkungan kerja. Jangan sampai kita dikenal sebagai dermawan di gereja, tetapi memperlakukan pekerja rumah tangga dengan kasar atau memberlakukan kebijakan perusahaan yang menyengsarakan para pekerja kita. Ingatlah, kita pun adalah hamba yang suatu saat kelak harus memberikan pertanggungjawaban kepada Tuhan. Di mata Tuhan, kita dan para pekerja kita setara berharganya.

Ayat 2-4
Seorang Raja seperti Salomo, seorang Rasul seperti Paulus sangat meletakkan arti pentingnya berdoa dengan dasar kejujuran dari hatinya yang terdalam. Salomo melihat bahwa yang sangat ia butuhkan dalam kehidupannya adalah “kebijaksanaan” dan Paulus melihat bahwa masih banya hal yang dia mau lakukan untuk kepentingan pemberitaan Injil. Untuk itulah mereka berdoa. Mereka berdoa memang untuk “kepentingan”nya, tapi mari kita melihat lebih dalam lagi, apakah benar untuk kepentingan pribadinya semata atau sebenarnya doanya mengandung makna yang sangat dalam yakni adanya keinginan yang didasarkan pada “kerendahan hati”nya agar Tuhannya lah yang diagungkan dan dimuliakan. Selain itu, kita bisa melihat bagaimana bila doanya dijawab oleh Tuhannya (tentunya juga Tuhan kita). Maka yang terjadi adalah orang lain yang ada dalam doanya akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Jadi, sebenarnya mereka berdoa memang untuk dirinya tapi tujuan atau kepentingan dirinya sangatlah kecil dibanding dengan efek doanya ke luar dari dirinya.
           
Nah, ini sebuah koreksi doa bagi kita. Karena kalau boleh jujur, mungkin selama ini kita berdoa, terlepas bagaimana kita mendoakannya tapi isi doa itu masih: UNTUKKU...... BAGIKU..... KEPADAKU...... Melulu untuk kepentingan pribadiku... Maaf... bila ini tidak benar. Tapi kalau masih seperti ini..... tentu masih perlu kita banyak-banyak belajar tentang bagaimana doa yang baik dan benar...

Melalui nas ini kita diajak dan diarahkan untuk lebih mengenal pribadi Tuhan Allah kita. Dan juga lebih mengenal lagi apa yang sebenarkan Tuhan inginkan ketika kita berdoa kepadaNya. Ternyata ketika kita mencoba menyelami pikiran Tuhan kita, disana juga kita menemukan bahwa yang ingin Tuhan lakukan bagi kita adalah membuat kita hidup semakin baik dan benar. Bukan hanya itu, dengan mengungkapkan kebesaran Tuhan (bukan seperti istilah sekarang Ngeles), kita juga semakin melihat bahwa Tuhan juga menginginkan kita peduli pada orang-orang sekitar kita. Dan kita bisa sangat berguna bagi orang lain walaupun itu hanya dilakukan melalui doa. Luar biasa sekali... dan kalau Mario Teguh katakan “sangat super”. Bukankan ini merupakan anugrah yang besar dari Tuhan buat kita? Bukankan ini merupakan sebuah “pelayanan” yang benar dan besar juga bagi sesama? Untuk itu, marilah kita lebih dalam lagi belajar tentang bagaimana berdoa yang benar, sehingga kualitas doa dan efek doa kita semakin baik dan berdampak lebih luar biasa bagi kita dan juga orang-orang di sekitar kita.

Ayat 5
Kita memandang waktu yang diberikan oleh Allah bukan hanya sekedar interaksi yang tanpa makna, apalagi kita gunakan untuk mendukakan hati Allah. Bagaimana kita dapat memperlihatkan dalam kehidupan kita sehari-hari bahwa kita adalah pengikut Kristus yang setia, sehingga pengenalan akan Tuhan tidak hanya pengenalan dogma namun juga pengamalannya dalam realitas hidup ini. Jika kita memperhatikan nasehat-nasehat dalam kitab Amsal sangat jelas diberitahukan kepada kita dengan sangat detail bagaimana etika kita dalam hal berinteraksi dengan orang lain yang semuanya menyatakan untuk takut akan Tuhan.

Ayat 6  
Ayat ini mengingatkan kita agar berhati-hati dengan mulut/ucapan kita, karena kekuatan dari perkataan adalah sangat luar biasa.  Apalagi kita sebagai anak-anak Tuhan harus bisa menjadi teladan/kesaksian bagi orang-orang di luar Tuhan, salah satunya melalui ucapan mulut kita.  "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."  (1 Tim. 4:12b).

Banyak orang Kristen yang ketika berada di luar 'area suci' (gereja) tidak bisa menguasai mulutnya:  masih suka mengumpat, berkata-kata kasar, jorok, membicarakan kelemahan/kekurangan pendeta (gosip) dan sebagainya.  Dalam amsal 20:19 dikatakan, "Siapa mengumpat, membuka rahasia, sebab itu janganlah engkau bergaul dengan orang yang bocor mulut."  Mulut kita bisa menjadi sangat powerful (berkuasa).  Ada banyak orang yang beroleh kekuatan dan dibangkitkan semangat hidupnya akibat mendengarkan perkataan dari orang lain.  Sebaliknya ada pula yang menjadi terluka, hancur, frustasi dan putus asa oleh karena terbunuh oleh perkataan yang disampaikan oleh orang lain.

Lalu, bagaimana seharusnya perkataan orang Kristen itu?  1.  Perkataan penuh kasih.  Artinya suatu perkataan yang penuh dengan keramahan dan didasari oleh kasih setelah terlebih dahulu dipertimbangkan dengan matang, sehingga orang lain yang mendengarnya dibangun, dikuatkan, dihibur serta didorong ke arah yang baik.  Karena itu "Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia."  (Ef. 4:29).  2.  Perkataan yang menyampaikan firman.  Tertulis:  "Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;"  (1 Pet. 4:11a).  Ini bukan berarti kita menggurui atau sok pintar, tetapi perkataan kita hendaknya sesuai dengan firman Tuhan, bermuatan kesaksian dan nasihat sehingga orang yang mendengarnya diberkati.

Refleksi
Paulus ingin menasehatkan kita agar dalam hidup kita sehari-hari memiliki sikap yang adil dan jujur; berdoa dan mengucap syukur; mendoakan orang lain; hidup penuh hikmat; kata-kata yang penuh dengan kasih.
           
Maka patutlah kita merenungkan perjalanan hidup kita selama ini, apakah kehadiran diriku kepada orang lain telah menjadi garam dan terang atau malah sebaliknya hidup yang kita jalani seperti serigala sehingga orang harus menyingkir dari kita. Kita jadikan diri kita menjadi batu pijakan untuk menolong bukan menjadi batu sandungan untuk menjatuhkan.

Hal ini dikemukakan oleh Paulus agar jemaat sadar dan mengerti bahwa yang telah mengikut Yesus itu adalah orang-orang yang menerima hidup yang baru, kita hidup tidak seperti manusia lama yang menjalankan hidupnya dengan kesia-siaan. Namun yang telah hidup di dalam Kristus adalah hidup yang penuh dengan pengharapan sehingga akan menggunakan hidupnya juga dalam semangat penginjilan. Sehingga kita hidup tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain dan terlebih untuk Tuhan.   Amin.

dari berbagai sumber


Postingan Terkait



0 komentar: