“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu" Yohanes 15:16

Senin, 09 Desember 2013

Zakaria 9:9-10 (Khotbah Minggu Advent II, 8 Desember 2013)

Menanti Dengan Hati Damai

1.     Zakaria dan Nabi Hagai hidup di zaman yang sama, yaitu zaman bangsa Israel sudah kembali dari masa pembuangan di Babel. Ketika pulang ke Yerusalem, mereka mendapati Bait Allah sudah hancur dan mereka memang akan membangunnya kembali.

Arti nama Zakaria adalah Allah mengingat. Zakaria membawa pesan bahwa meskipun keadaan Yerusalem tengah porak poranda, Allah tetap mengingat umat-Nya. Allah akan menggenapi janji-Nya walaupun karena penghukuman Allah keadaan, tengah hancur lebur. Tetapi harapan tetap ada karena Allah menyertai umat-Nya yang bertobat.

Zakaria bahkan memberikan janji tentang kedatangan Mesias yang sangat unik. Mesias itu adalah raja yang akan datang dengan menunggang keledai. Ia lemah lembut dan membawa berita damai yang akan diberitakan sampai kepada semua bangsa. Seorang raja tidak biasa menunggang keledai. Biasanya raja menunggang kuda yang gagah perkasa dan dengan kekuatannya akan mengalahkan musuh-musuhnya. Tetapi ternyata cara Allah lain dengan cara manusia.

2.     Sesungguhnya masyarakat Yahudi dalam bacaan hari ini sedang mengalami situasi serupa. Mereka lelah di tengah kekerasan demi kekerasan akibat konflik berkepanjangan antara Yahudi dan Samaria. Mereka berharap datangnya sang raja adil yang membawa damai. Di tengah pengharapan itulah nabi Zakaria memberitakan rekonsiliasi, perdamaian dan pengharapan yang membangkitkan semangat hidup yang patah. Zakaria mengajak umat bersemangat dan bersukacita bahkan bersorak-sorak menyambut datangnya raja baru yang dihadirkan ALLAH di tengah-tengah Yerusalem ( Israel). Sang Raja baru ini bukanlah sosok pahlawan perang yang seram, yang memakai kekuatan dan senjata perang untuk menghancurkan musuh. TUHAN menghadirkan sosok raja yang lemah lembut, rendah hati dan membawa damai. Ia tidak diiringi pasukan tentara yang membuat banyak orang takut melihatnya. Raja baru yang datang adalah sosok Ratu Adil yang lembut, bersahaja dan rendah hati. Kehadirannya jauh dari simbol-simbol kekuasaan yang menindas. Kendaraannya adalah seekor keledai beban yang muda. Ia tidak mengendarai kuda perang yang kuat dan perkasa tapi seekor keledai beban muda. Ia adalah pemimpin yang mengakhiri perseturuan dengan jalan kerendahan hati, kelemahlembutan dan pengampunan.

1.     Nubuatan itu dipenuhi dalam diri Yesus. Yesus megendarai keledai memasuki Yerusalem di mana orang banyak menyambut-Nya dan berseru, "Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!" (Yohanes 12:13).
Di sini dapat disebut sedikitnya tiga hal untuk kita renungkan.
Ø  Raja itu yang datang melawat umat-Nya. “Lihat, rajamu datang kepadamu” (ayat 9).
Ia sendiri yang mengambil prakarsa untuk datang karena kasih-Nya. Allah tahu keadaan umat-Nya. Ia peduli pada umatNya. Kenyataan inilah yang boleh meneguhkan kita untuk tetap beriman teguh kepadaNya. Perlu kita resapkan dalam hati bahwa Tuhan mengetahui setiap detil kehidupan kita, khususnya keadaan kita yang tidak dapat lepas dari kuasa maut karena dosa-dosa kita. Ia tahu yang terbaik dalam hidup kita. Dan, lebih dari itu, Ia menghendaki agar kita selamat dan hidup dalam pemeliharaan-Nya. Itu sebabnya tidak ada kata ‘putus asa’ dalam kamus orang yang percaya kepada Tuhan. Tuhan memberi kesempatan kepada kita bersukacita meskipun gelombang terkadang menghadang.
Ø  Karekter Raja yang akan datang itu adalah adil, jaya (menyelamatkan), dan lemah lembut. Sempurna! Semuanya ini merupakan kebutuhan umat manusia dari dulu hingga hari ini yang hanya dapat diberikan oleh Tuhan dengan sempurna. Ia adalah adil, memberikan yang terbaik untuk umat manusia. Kualitas seperti itulah yang semestinya dimiliki oleh seorang raja, bukan memberatkan atau menuntut di luar kemampuan orang lain. Raja itu ‘jaya’ atau ‘menyelamatkan’, bukan mencelakakan. Kita tahu bahwa Yesus memberi diri-Nya menjadi korban untuk menyelamatkan umat manusia. Berbeda dengan penguasa dunia yang dengan mudah mengorbankan orang lain untuk ‘menyelamatkan’ dirinya. Raja itu juga lemah lembut, sesuatu yang bertolak belakang dengan keangkuhan manusia. Raja atau penguasa dunia dan para pengagumnya menghendaki ‘wibawa’ yang identik dengan ‘sedikit seram’ dan ditakuti. Berbeda dengan sang Raja itu yang lemah-lembut. dan kita tahu bahwa kelemahlembutan berulangkali ditekankan di dalam Alkitab. Itu berarti karakter Sang raja itu hendaklah menjadi karakter para pengikut-Nya.
Ø  Tugas Sang Raja yang akan datang itu adalah melenyapkan perangkat-perangkat perang. Dan yang terpenting, Ia memberitakan damai kepada bangsa-bangsa (ayat 10). Kita melihat bahwa pengajaran dan pelayanan Yesus benar-benar menekankan damai. Puncaknya, Ia mati di kayu salib untuk mendamaikan kita orang-orang berdosa dengan Allah. Damai itu juga yang Ia kehendaki diwujudkan oleh para pengikut-Nya dalam kehidupan di dunia ini. Ia berfirman, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Matius 5:9).

Renungan
Dalam hal ini tugas kita adalah membawa damai. Perlu kita perhatikan bahwa kita bukan ‘membuat’ atau ‘menciptakan’ damai. Kita diutus ‘membawa’ damai. Artinya, kita harus terlebih dahulu memiliki damai itu sebelum membawa damai kepada orang lain. Hal ini juga menegaskan bahwa tugas pemberitaan Injil bukan dengan pedang atau senjata dan sikap arogansi, melainkan dengan kerendahan hati dan semangat damai.
Justru dalam kelemahlembutan dan kerendahan hati, sang Raja memimpin bangsanya keluar dari masalah sehingga konflik dan peperangan berubah menjadi perdamaian (syalom). Bahkan hal ini juga berdampak dengan semakin melebarnya wilayah kekuasaannya ke segala bangsa dan sampai ke ujung bumi.

Berita ini menyejukkan hati kita semua. Manakala banyak orang berpandangan bahwa kemenangan selalu menjadi milik sang pemegang senjata, Firman TUHAN memberitakan bahwa kemenangan sejati justru dimiliki oleh orang-orang yang mengedepankan kelemahlembutan dan kerendahan hati. Kelemahlembutan dan kerendahan hati tak bisa dipisahkan. Orang yang rendah hati akan selalu berekspresi dalam kelemahlembutan. Sebaliknya arogansi, kebanggaan dan kesombongan diri akan muncul dalam sikap kekerasan.

Manakah yang lebih mengarahkan langkah hidup Saudara? Kesombongan ataukah kerendahan hati? Kekerasan ataukah kelemahlembutan? Mari membawa kesejukan dan perdamaian di sekitar kita dengan memimpin orang lain untuk merasakan damai TUHAN. Untuk itu mari belajar bersikap rendah hati dan lemah lembut. Mari atasi segala persoalan dengan kelemahlembutan, maka kita pun menjadi pemenang.

Pdt. W.S. Napitu, MA


Postingan Terkait



1 komentar:

Unknown mengatakan... Balas

Kesimpulan dari pembacaan itu