Menanti Dengan Hati Damai
1. Zakaria
dan Nabi Hagai hidup di zaman yang sama, yaitu zaman bangsa Israel sudah
kembali dari masa pembuangan di Babel. Ketika pulang ke Yerusalem, mereka mendapati
Bait Allah sudah hancur dan mereka memang akan membangunnya kembali.
Arti nama
Zakaria adalah Allah mengingat. Zakaria membawa pesan bahwa meskipun keadaan
Yerusalem tengah porak poranda, Allah tetap mengingat umat-Nya. Allah akan
menggenapi janji-Nya walaupun karena penghukuman Allah keadaan, tengah hancur
lebur. Tetapi harapan tetap ada karena Allah menyertai umat-Nya yang bertobat.
Zakaria
bahkan memberikan janji tentang kedatangan Mesias yang sangat unik. Mesias itu
adalah raja yang akan datang dengan menunggang keledai. Ia lemah lembut dan
membawa berita damai yang akan diberitakan sampai kepada semua bangsa. Seorang
raja tidak biasa menunggang keledai. Biasanya raja menunggang kuda yang gagah
perkasa dan dengan kekuatannya akan mengalahkan musuh-musuhnya. Tetapi ternyata
cara Allah lain dengan cara manusia.
2.
Sesungguhnya masyarakat Yahudi dalam bacaan
hari ini sedang mengalami situasi serupa. Mereka lelah di tengah kekerasan demi
kekerasan akibat konflik berkepanjangan antara Yahudi dan Samaria. Mereka
berharap datangnya sang raja adil yang membawa damai. Di tengah pengharapan
itulah nabi Zakaria memberitakan rekonsiliasi, perdamaian dan pengharapan yang
membangkitkan semangat hidup yang patah. Zakaria mengajak umat bersemangat dan
bersukacita bahkan bersorak-sorak menyambut datangnya raja baru yang dihadirkan
ALLAH di tengah-tengah Yerusalem ( Israel). Sang Raja baru ini bukanlah sosok
pahlawan perang yang seram, yang memakai kekuatan dan senjata perang untuk
menghancurkan musuh. TUHAN menghadirkan sosok raja yang lemah lembut, rendah
hati dan membawa damai. Ia tidak diiringi pasukan tentara yang membuat banyak
orang takut melihatnya. Raja baru yang datang adalah sosok Ratu Adil yang
lembut, bersahaja dan rendah hati. Kehadirannya jauh dari simbol-simbol
kekuasaan yang menindas. Kendaraannya adalah seekor keledai beban yang muda. Ia
tidak mengendarai kuda perang yang kuat dan perkasa tapi seekor keledai beban
muda. Ia adalah pemimpin yang mengakhiri perseturuan dengan jalan kerendahan
hati, kelemahlembutan dan pengampunan.
1.
Nubuatan itu dipenuhi dalam diri
Yesus. Yesus megendarai keledai memasuki Yerusalem di mana orang banyak
menyambut-Nya dan berseru, "Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam
nama Tuhan, Raja Israel!" (Yohanes 12:13).
Di sini dapat disebut sedikitnya tiga hal untuk kita renungkan.
Ø Raja itu yang datang
melawat umat-Nya. “Lihat, rajamu datang kepadamu”
(ayat 9).
Ia sendiri yang mengambil prakarsa untuk datang karena kasih-Nya. Allah tahu keadaan umat-Nya. Ia peduli pada umatNya. Kenyataan inilah yang boleh meneguhkan kita untuk tetap beriman teguh kepadaNya. Perlu kita resapkan dalam hati bahwa Tuhan mengetahui setiap detil kehidupan kita, khususnya keadaan kita yang tidak dapat lepas dari kuasa maut karena dosa-dosa kita. Ia tahu yang terbaik dalam hidup kita. Dan, lebih dari itu, Ia menghendaki agar kita selamat dan hidup dalam pemeliharaan-Nya. Itu sebabnya tidak ada kata ‘putus asa’ dalam kamus orang yang percaya kepada Tuhan. Tuhan memberi kesempatan kepada kita bersukacita meskipun gelombang terkadang menghadang.
Ia sendiri yang mengambil prakarsa untuk datang karena kasih-Nya. Allah tahu keadaan umat-Nya. Ia peduli pada umatNya. Kenyataan inilah yang boleh meneguhkan kita untuk tetap beriman teguh kepadaNya. Perlu kita resapkan dalam hati bahwa Tuhan mengetahui setiap detil kehidupan kita, khususnya keadaan kita yang tidak dapat lepas dari kuasa maut karena dosa-dosa kita. Ia tahu yang terbaik dalam hidup kita. Dan, lebih dari itu, Ia menghendaki agar kita selamat dan hidup dalam pemeliharaan-Nya. Itu sebabnya tidak ada kata ‘putus asa’ dalam kamus orang yang percaya kepada Tuhan. Tuhan memberi kesempatan kepada kita bersukacita meskipun gelombang terkadang menghadang.
Ø Karekter Raja yang
akan datang itu adalah adil, jaya (menyelamatkan), dan lemah lembut. Sempurna! Semuanya ini merupakan kebutuhan umat manusia dari dulu hingga
hari ini yang hanya dapat diberikan oleh Tuhan dengan sempurna. Ia adalah adil,
memberikan yang terbaik untuk umat manusia. Kualitas seperti itulah yang
semestinya dimiliki oleh seorang raja, bukan memberatkan atau menuntut di luar
kemampuan orang lain. Raja itu ‘jaya’ atau ‘menyelamatkan’, bukan mencelakakan.
Kita tahu bahwa Yesus memberi diri-Nya menjadi korban untuk menyelamatkan umat
manusia. Berbeda dengan penguasa dunia yang dengan mudah mengorbankan orang
lain untuk ‘menyelamatkan’ dirinya. Raja itu juga lemah lembut, sesuatu yang
bertolak belakang dengan keangkuhan manusia. Raja atau penguasa dunia dan para
pengagumnya menghendaki ‘wibawa’ yang identik dengan ‘sedikit seram’ dan
ditakuti. Berbeda dengan sang Raja itu yang lemah-lembut. dan kita tahu bahwa
kelemahlembutan berulangkali ditekankan di dalam Alkitab. Itu berarti karakter
Sang raja itu hendaklah menjadi karakter para pengikut-Nya.
Ø Tugas Sang Raja yang
akan datang itu adalah melenyapkan perangkat-perangkat perang. Dan yang terpenting, Ia memberitakan damai kepada bangsa-bangsa (ayat 10).
Kita melihat bahwa pengajaran dan pelayanan Yesus benar-benar menekankan damai.
Puncaknya, Ia mati di kayu salib untuk mendamaikan kita orang-orang berdosa
dengan Allah. Damai itu juga yang Ia kehendaki diwujudkan oleh para
pengikut-Nya dalam kehidupan di dunia ini. Ia berfirman, “Berbahagialah orang
yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Matius 5:9).
Renungan
Dalam hal ini
tugas kita adalah membawa damai. Perlu kita perhatikan bahwa kita bukan
‘membuat’ atau ‘menciptakan’ damai. Kita diutus ‘membawa’ damai. Artinya, kita
harus terlebih dahulu memiliki damai itu sebelum membawa damai kepada orang
lain. Hal ini juga menegaskan bahwa tugas pemberitaan Injil bukan dengan pedang
atau senjata dan sikap arogansi, melainkan dengan kerendahan hati dan semangat
damai.
Justru dalam kelemahlembutan dan kerendahan hati, sang Raja memimpin
bangsanya keluar dari masalah sehingga konflik dan peperangan berubah menjadi
perdamaian (syalom). Bahkan hal ini juga berdampak dengan semakin melebarnya
wilayah kekuasaannya ke segala bangsa dan sampai ke ujung bumi.
Berita ini menyejukkan hati kita semua. Manakala banyak orang berpandangan
bahwa kemenangan selalu menjadi milik sang pemegang senjata, Firman TUHAN
memberitakan bahwa kemenangan sejati justru dimiliki oleh orang-orang yang
mengedepankan kelemahlembutan dan kerendahan hati. Kelemahlembutan dan
kerendahan hati tak bisa dipisahkan. Orang yang rendah hati akan selalu
berekspresi dalam kelemahlembutan. Sebaliknya arogansi, kebanggaan dan
kesombongan diri akan muncul dalam sikap kekerasan.
Manakah yang lebih mengarahkan langkah hidup Saudara? Kesombongan ataukah
kerendahan hati? Kekerasan ataukah kelemahlembutan? Mari membawa kesejukan dan
perdamaian di sekitar kita dengan memimpin orang lain untuk merasakan damai
TUHAN. Untuk itu mari belajar bersikap rendah hati dan lemah lembut. Mari atasi
segala persoalan dengan kelemahlembutan, maka kita pun menjadi pemenang.
Pdt. W.S. Napitu, MA
1 komentar:
Kesimpulan dari pembacaan itu
Posting Komentar