“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu" Yohanes 15:16

Sabtu, 08 September 2012

Markus 8:27-38 (Khotbah Minggu, 16 September 2012)

Mesias Yang Menderita

Pendahuluan
Tuhan Yesus sudah menyebarkan amanatnya dengan sungguh-sungguh di Galilea sehingga dalam seluruh perjalanan hidup mereka orang Galilea sadar akan pelayanan-Nya. Di antara banyak rakyat biasa, popularitas-Nya demikian tinggi sehingga mereka siap untuk mengangkat Dia sebagai raja mereka dengan paksa. Kejengkelan para pemimpin agama yahudi sudah hampir mencapai puncaknya. Dan Herodes sekarang menjadi gusar terhadap popularitas Kristus. Situasi menjadi semakin menjurus kepada krisis yang terlalu dini, sedangkan pelayanan Kristus belum selesai. Akibatnya Yesus menyingkir empat kali dari Galilea, satu ke pantai timur Danau itu (6:31-56), satu lagi ke wilayah Tirus dan Sidon (7:24-30), satu ke Dekapolis (7:31-8:9), dan terakhir ke Kaisarea Filipi (8:10-9:50). Di sini kegiatan utama Kristus adalah kembali mengajar murid-murid-Nya mengenai pokok-pokok seperti diri-Nya, kematian-Nya dan kebangkitan-Nya, pemuridan mereka dan kedatangan-Nya dalam kemuliaan.

Penjelasan
Ayat 27-33:
Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kaisarea Filipi. Tempat ini adalah tempat politik penting di mana kaisar diakui sebagai Tuhan. Tempat ini juga merupakan supermarket berhala, tempat orang-orang memilih dewa-dewi untuk dibeli dan disembah. Maka, kita melihat bahwa pertanyaan Yesus mengenai siapa diri-Nya diajukan pada konteks yang tepat.

Yesus memulai dengan pertanyaan mengenai apa yang orang-orang katakan tentang Dia. Ini adalah kebiasaan masyarakat Mediterania purba. Zaman itu, identitas ditentukan bukan oleh diri sendiri, tetapi oleh komunitas. Identitas itu ditegaskan ulang oleh orang-orang lain. Maka, meskipun tentu Yesus mengetahui jawaban dari pertanyaan-Nya, di sini Ia benar-benar ingin mengetahui apa kata orang-orang dan ingin mendapatkan konfirmasi dan identifikasi dari murid-murid-Nya. Penilaian orang-orang lain menunjukkan ketidakmengertian mereka bahwa Yesus adalah yang akan menjadi penyelamat umat manusia sampai setuntas-tuntasnya.

Para murid pun ditanyai Yesus, "Menurut kamu ...". Petrus mewakili para murid dan menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias, orang yang diutus dan diurapi Tuhan. Di sini Petrus menunjukkan bahwa bagi dirinya Yesus sungguh-sungguh bermakna. Kebenaran bukan hanya di otak, tetapi Petrus sungguh memahami bahwa Kristus itu adalah Mesias.

Sejak saat pertama bertemu dengan Yesus, murid-murid telah meyakini Dia sebagai Mesias (Yoh. 1:41). Namun saat itu mereka masih memahami Mesias hanya sebagai pemimpin politik. Seiring perjalanan waktu, perlahan-lahan Yesus mengajari mereka mengenai keberadaan diri-Nya.

Penyembuhan seorang tuli yang dilakukan Yesus telah melahirkan pengakuan murid-murid akan kebesaran-Nya (Mrk. 7:37). Penyembuhan seorang buta juga membuka mata murid-murid tentang kemesiasan Yesus, sebagaimana disuarakan oleh Petrus (ay. 29). Saat itu segala kabut, yang menghalangi penglihatan dan pengertian para murid akan Yesus, seolah sirna. Jawaban Petrus memperlihatkan bahwa terang penyataan Allah mulai menyingsing. Meski demikian, seperti si buta dalam penyembuhan tahap pertama (Mrk. 8:22-26), penglihatan atau pemahaman Petrus tentang Yesus masih belum sempurna. Ia memang mengakui Yesus sebagai Mesias, tetapi bukan Mesias yang mengalami penderitaan dan kemudian mati tersalib (ayat 31-32). Menurut Yesus, konsep ini salah karena Petrus tidak melihat hal itu berdasarkan sudut pandang Allah. Petrus malah bertindak seperti Iblis yang mencobai Yesus untuk melawan kehendak Allah dengan tidak mengikuti jalan salib.

Yesus diutus Bapa-Nya ke dunia bukan untuk menyenangkan dan memuaskan keinginan manusia. Itu sebabnya Yesus melarang murid-murid-Nya memberitahu orang lain bahwa Dia adalah Mesias. Selain karena orang harus menemukan hal itu secara pribadi, juga agar orang tidak punya motivasi salah saat mengikut Dia.

Petrus ternyata punya pengikut. Banyak orang yang lebih suka mengenal Yesus sebagai Tuhan yang menyelesaikan kesulitan dan memenuhi kebutuhan mereka. Padahal Yesus datang terutama untuk menyelesaikan masalah fundamental yang dihadapi manusia, yaitu dosa. Bagaimana tanggapan dan sikap Anda? Ia yang menentukan bagaimana Anda harus bersikap atau Anda yang mengatur Dia?

Ayat 34-38:
Pengajaran yang tercatat dalam 8:34-38 merupakan perkembangan wajar dari kenyataan tentang penderitaan Kristus. Setiap orang yang mau mengikut Kristus harus melintasi jalan yang telah dilalui-Nya, yaitu jalan penyangkalan diri dan memikul salib. Salib adalah lambang penderitaan, dan penyangkalan diri melambangkan kesediaan untuk menderita bagi orang lain. Kristus adalah teladannya; para murid harus terus mengikuti Dia.

Paradoks dari ayat-ayat ini dengan memahami bahwa Tuhan memakai istilah nyawa dengan dua arti. Penggunaan yang pertama, menyelamatkan nyawanya, mengacu kepada usaha mempertahankan hidup jasmaniah dari kematian. Orang yang sepenuhnya berusaha melindungi hidup ini akan kehilangan hidup yang kekal. Sebaliknya, orang yang demikian mengabdi kepada Kristus sehingga bersedia untuk kehilangan nyawanya adalah orang yang memperoleh hidup yang sejati. Orang itu menemukan bahwa mati adalah keuntungan (Flp. 1:21). Ini bukan gambaran tentang jalan keselamatan bagi orang yang tersesat, melainkan lebih merupakan falsafah hidup bagi murid.

Dalam ayat 36: Di sini yang dibandingkan adalah dunia dan nyawa. Istilah nyawa merupakan terjemahan dari psychÄ“. Prinsip ini berlaku untuk tingkat jasmaniah maupun rohani. Apa gunanya memperoleh segala sesuatu yang ditawarkan dunia apabila orang itu mati dan tidak dapat menikmati kekayaannya? Atau, apa gunanya mengumpulkan sejumlah harta duniawi untuk beberapa tahun yang singkat apabila itu berarti kehilangan hidup yang kekal.

Ketika Kristus menggunakan ungkapan, “malu karena Aku dan karena perkataan-Ku”, Dia sedang melukiskan suatu perbedaan dengan sikap bersedia kehilangan nyawa demi diri-Nya dan demi Injil (ay. 35). Malu berarti menyangkal Kristus pada saat-saat pencobaan dan bukan tetap mengakui Dia walaupun dengan risiko mati. Malu berarti berdiri bersama-sama dengan angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, dan bukan bersama-sama dengan Kristus. Tidak setia. Secara rohani melukiskan orang-orang yang tidak setia kepada Allah. Demikian pula, pada saat Tuhan datang sebagai Hakim, Dia akan malu dan akan menyangkal orang-orang Yang telah menyangkal Dia.

Refleksi
Sebelum Yesus menegaskan bahwa konsekuensi mengikut Dia adalah memikul salib, Ia baru memberitahukan para murid-Nya bahwa Ia harus menanggung penderitaan (ay. 31). Untuk para murid, hal itu tidak boleh terjadi pada Yesus. Mengapa? Sangat jelas, karena mereka sudah mengikut Dia. Mereka mempertaruhkan hidup kepada-Nya dengan meninggalkan pekerjaan mereka. Mereka tentu juga mencintai Dia. Tapi ada lagi yang lebih dalam dari semua kemungkinan alasan ini. Mereka punya agenda atau harapan tersembunyi. Ini yang terbongkar dalam teguran Yesus yang keras kepada Petrus ketika Petrus menyuarakan keberatannya. Keberatan para murid terhadap Mesias yang menderita ialah karena mereka memiliki konsep lain, yaitu Mesias yang perkasa. Dan terkait dengan itu mereka menyimpan harapan bahwa jika yang perkasa ini berhasil merebut pengaruh masa, mereka yang menjadi pengikut dekat-Nya pun akan turut kebagian jatah kuasa. Mereka tidak sadar bahwa konsep dan pengharapan demikian bukan datang dari Allah tetapi dari Iblis.

Tuhan memaparkan lebih jauh bahwa seluruh sifat kehidupan Kristen adalah menyangkali diri dan memikul salib. Ini bukan bicara tentang prasyarat tapi konsekuensi menjadi Kristen! Ini bukan bicara tentang peristiwa menjelang kita memutuskan untuk menjadi pengikut-Nya, tetapi tentang seluruh sifat keseharian kita sebagai seorang yang bertuhankan Kristus. Salib adalah penderitaan dan kematian. Dari zaman ke zaman merupakan fakta bahwa konsekuensi mengikut Yesus sering berbentuk aniaya dari dunia ini. Meski sekarang konsekuensi itu belum tentu harus kita pikul dalam bentuk fisik, tapi banyak bentuk penderitaan memang harus kita tanggung. Konsekuensi dari setia pada Yesus adalah mengalami penolakan dari sekitar kita yang belum berada dalam Tuhan.

Apa yang Tuhan Yesus maksudkan dengan menyangkal diri ini? Ia tidak bermaksud bahwa ada hal-hal yang tadinya kita suka lalu harus kita sangkal. Seperti misalnya, menyangkal diri dari makanan, hobby, tontonan. Yang harus kita sangkal adalah diri kita, ego kita. Sebab jika orang benar-benar mengikut Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan, maka hanya satu penggerak dari semua motif hidupnya; yaitu menjalani suatu kehidupan yang sepenuhnya diisi, dikendali, diberdayakan, dimurnikan oleh Tuhan.

Mereka yang menolak untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah adalah mereka yang akan kehilangan banyak hal. Mereka juga akan menerima hukuman kekal dari Anak Manusia yang akan datang menjadi Hakim untuk kedua kalinya. Amin.

Postingan Terkait



0 komentar: