Ingatlah, Tuhan Selalu Menyertaimu!
Pendahuluan.
Penderitaan tidak dapat dipisahkan dari
panggilan orang percaya. Dan tentu saja karena menghindari penderitaan itu,
tidak sedikit orang percaya hidup jauh dari jalan panggilannya. Salah satu tokoh
Alkitab yang sempat undur dari jalan panggilan adalah Elia. Bahkan Alkitab
menceritakan pada kita bahwa nabi Elia, yang dipakai Tuhan secara luar biasa,
dapat menjadi putus asa! Ya, Elia putus asa dan meminta mati setelah lari dari
ancaman Izebel, permaisuri raja Ahab (19:1-4). Elia ketakutan karena diancam akan
dibunuh, ia melarikan diri ke padang gurun dan minta mati kepada
Tuhan. Di ayat 9 dan 13, Allah bertanya, “Apakah
kerjamu di sini, hai Elia?” Pertanyaan ini mendorong Elia berefleksi
mengenai panggilan (pelayanan) dan keberadaannya: apakah ia berada di ‘tempat’
dimana seharusnya ia dipanggil? Elia adalah seorang Nabi yang dipanggil untuk bekerja segiat-giatnya
menyatakan firman Tuhan di tengah-tengah bangsanya yang meninggalkan Tuhan dan
menyembah berhala. Tetapi mengapa ia bersembunyi, dalam sebuah gua?
Bukankah seharusnya ia berada ditengah-tengah bangsanya menyampaikan firman Allah?
Jawaban Elia atas pertanyaan Tuhan
menunjukkan apa yang menjadi kegelisahan hatinya. Ia merasa sendirian
dan takut kehilangan nyawanya karena Izebel berencana hendak membunuhnya
(19:1-3). Ketakutan akan ancaman pembunuhan ini yang membuat Elia meninggalkan
jalan panggilannya.
Penjelasan.
Keputusasaan
Menyebabkan Kita Salah Menilai Allah.
Ketika Tuhan Allah bertanya pada Elia “Apakah kerjamu di sini?”, maka Elia
menjawab “Bekerja segiat-giatnya bagi Tuhan!”
(ay. 10). Benarkah? Tidak, dia sedang melarikan diri! Elia tidak
mengakui kelemahannya, justru balik menyerang Tuhan. Elia berkata bahwa dirinya
bekerja sendirian, sedangkan Tuhan tidak berbuat apa-apa! Elia menunjukkan
bahwa hanya dia yang bekerja sendiri, lihat saja semua orang Israel murtad,
mezbah-mezbahnya diruntuhkan, semua nabi dibunuh dan dirinya pun diancam!
Dimana Tuhan saat ini? Ini yang ditanyakan Elia. Elia salah menilai Tuhan. Dia
beranggapan bahwa dia hanya bekerja sendirian, Allah tidak peduli! Bukankah ini
yang kita alami jika kita menghadapi pergumulan yang berat dan mulai putus asa.
Kita merasa bergumul sendirian! Padahal Tuhan Yesus tidak pernah membiarkan
kita bergumul sendiri, Dia ada seperti kehadiranNya dan menanyakan; “Apa yang
sedang kita kerjakan di sini?” Tinggalkan putus asa, lihat Tuhan tidak
membiarkan kita bergumul sendiri. Datanglah pada Tuhan Yesus dan sampaikan
kondisi kita dengan jujur.
Keputuasaan Menyebabkan Kita Salah Menilai Kondisi di Sekitar kita.
Rasa putus asa menyebabkan Elia memandang
pergumulannya sangat berat dan laporannya pada Tuhan pun jadi tidak tepat bahkan
berbeda dengan kenyataan! Perhatikan laporan Elia dan keadaan yang sebenarnya
di bawah ini (ay.10, 14).
Laporan
Elia:
Semua orang Israel meninggalkan
perjanjian Tuhan
Faktanya: Tidak semua orang Israel meninggalkan
perjanjian Tuhan (murtad) masih ada
7000 orang yang setia.
Laporan
Elia:
Semua nabi dibunuh dan hanya tinggal
Elia saja nabi di Israel.
Faktanya:
Masih ada 100 nabi Tuhan yang
disembunyikan Obaja dan terpelihara (18:7, 13).
Jangan terus dalam keputusasaan, kita jadi
sulit melihat kenyataan yang sebenarnya yang seringkali tidak seburuk yang kita
lihat dalam ‘kacamata’ keputusasaan. Bangkit dan bersemangatlah dalam Tuhan
Yesus ada kekuatan dan pertolongan!
Keputusasaan
Menyebabkan Kita Tidak Dapat Melihat Campur Tangan Tuhan Dalam Hidup Kita.
Keputusasaan Elia membuatnya tidak melihat
tangan Tuhan yang sejak mulanya menjangkau hidupnya. Bahkan saat Elia takut dan
putus asa, Allah sudah mengulurkan tanganNya untuk menolong, sayangnya Elia
sudah dibutakan oleh rasa putus asanya. Bukankah murid-murid Tuhan Yesus
mengalami hal yang sama ketika perahu mereka digoncang badai dan hampir
tenggelam? Mereka juga tidak mampu melihat Tuhan yang datang dan menyebut Tuhan
sebagai hantu! Tuhan tahu pergumulan Elia dan Tuhan bertindak! Bayangkan saja
malaikat datang dan memberi makanan dan air untuk diminum (ay. 19:5).
Seharusnya kehadiran malaikat sangat menguatkan Elia, tetapi tidak demikian itu
‘biasa saja’ bagi Elia. Apakah ada makanan dan minuman yang seajaib yang
diterima Elia dari Tuhan? (19:6-8). Munculnya ajaib dan dampaknyapun ajaib,
Elia dapat berjalan 40 hari ke gunung Horeb! Tapi itu juga nampaknya tidak
menguatkan Elia. Terakhir, Tuhan berfirman dan hadir! Elia masih juga putus
asa, nampak dari jawabannya pada Tuhan! (19:9-18). Inilah bahaya putus asa.
Putus asa menutup mata dan telinga kita untuk dapat melihat campur tangan Tuhan
dalam hidup kita. Tuhan Yesus tidak pernah membiarkan dan meninggalkan anak-anakNya!
Ini yang Saya temukan di Alkitab dan Saya percayai, seperti halnya Elia tidak
pernah ditinggalkanNya! Lihatlah, jika kita ada sampai hari ini, bukankah
karena kekuatan dan kasih Tuhan Yesus? Perhatikan, Tuhan hadir dan berbicara
kepada kita lewat firmanNya entah saat renungan pribadi atau di
gereja. Bukankah Dia menyapa dan menguatkan kita?
Kemabali
pada Semangat Menunaikan Tugas Panggilan (Pelayanan).
Karya Tuhan melalui Angin besar dan kuat,
gempa serta api (ay.11-12) menunjukkan kekuatan kuasa Tuhan Allah
yang melampaui kekuatan kuasa para penganiaya. Allah telah mempersiapkan
penghukuman bagi para penganiaya pada waktunya (Hazael, Yahu dan Elisa, ay.
15-17). Jalan penderitaan memang membuat banyak orang meninggalkan jalan Tuhan,
namun jalan itu tidak pernah kehabisan orang karena masih ada 7000 orang pada
saat itu yang setia pada jalan Tuhan (ay. 18). Oleh karena itu Elia tidak perlu
gentar menghadapi ancaman dan tak perlu merasa sendiri.
Tuhan memerintahkan Elia “… kembalilah ke jalanmu, …” Kembali
hidup di jalan panggilan itu. Ada kuasa Allah dan kehadiran sesama orang
percaya yang memberikan kekuatan, perlindungan, pemeliharaan dan penghiburan
yang meneguhkannya di jalan panggilan menghadapi berbagai ancaman penderitaan.
Pertanyaan Tuhan kepada Elia juga
senantiasa diarahkan kepada kita untuk mengajak kita mengevaluasi apakah
jalan kita masih di jalan panggilan itu, atau sudahkah menjauhinya karena
enggan menderita. Seorang yang ingin hidup setia dalam jalan panggilannya harus
rela meninggalkan kenyamanan dan keamanan semu demi panggilannya. Allah
berkuasa memelihara hambaNya di dalam berbagai penderitaan karena jalan
panggilan itu.
ilustrasi.
Di sebuah kelas sekolah dasar, seorang guru
wanita memperlihatkan secarik kertas bergambar satu titik kecil berwarna hitam
kepada para murid. "Ini apa,
anak-anak?" tanyanya. "Titik
bu guru...!" Jawab semua murid dengan serempak. "Bukan, Ini kertas...!" Kata guru itu lagi. Ilustrasi
kecil ini menunjukkan, bahwa orang bisa lebih terfokuskan perhatiannya pada
satu titik hitam, walaupun hanya kecil di banding lembaran besar kertas putih
dimana titik hitam itu tergambar.
Hal itu juga terjadi kepada Nabi Elia
ketika ia melarikan diri dari Izebel, istri Raja Ahab, yang mengancam hendak
membunuhnya. Di Gunung Horeb, Elia begitu frustasi, ia merasa hidupnya seolah-olah
begitu suram dan kelam. Sampai-sampai ia ingin mati sekalian (ay. 4). "Hanya aku seorang dirilah yang masih
hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku," keluhnya (ay. 10). Padahal
benarkah Elia tinggal sendirian...? Ternyata TIDAK. Masih ada 7.000 orang lain
yang tidak ikut sujud menyembah Baal (ay. 18).
Di tengah berbagai kesulitan, ketika badai
hidup menerjang, apakah kita merasa hidup ini seolah-olah gelap sama sekali...?
Kita lalu merasa sebagai orang yang paling malang di dunia ini. Baiklah kita
sejenak berdiam diri. Kita fokuskan pikiran kita kepada hal-hal yang indah
dalam hidup ini, mungkin kicau burung yang merdu, atau tawa riang anak-anak di
sekitar kita, atau juga para sahabat yang selalu mendukung kita. Percayalah,
kita akan menemukan kenyataan bahwa hidup kita tidaklah sekelam yang kita duga.
"Ruang putih" dalam kertas hidup kita masih jauh lebih luas di banding
satu “titik hitam” beban yang ada di situ.
------
Seorang tukang kayu kehilangan jam tangan
kesayangannya. Jam tangannya jatuh di tumpukan serbuk kayu. Dengan penuh
penyesalan tukang kayu itu terus mencari. Namun, arloji itu tidak ditemukan
juga. Ada seorang anak yang memperhatikan tukang kayu yang dari tadi
mengaduk-aduk serbuk kayu mencari jam tangan. Saat tukang kayu itu pergi makan,
anak itu beranjak ke tumpukan serbuk kayu. Ia duduk diam, suara detik
arloji pun terdengar. Dengan tetap tenang, ia mencari ke arah sumber suara.
Akhirnya arloji itu pun ditemukannya.
Saat Elia berada di tengah-tengah
keputusasaannya karena sikap bangsa ISRAEL yang serong dari jalan
Allah, Elia ingin berjumpa dengan Allah. Namun, Allah menjumpainya dengan cara
yang tidak seperti biasanya. Allah tidak hadir dalam angin yang besar atau
gempa sekalipun. Namun, saat angin sepoi-sepoi datang, Allah justru hadir di
sana. Allah hadir di tengah-tengah ketenangan dan kedamaian. Di sanalah Allah
kemudian memberikan firman-Nya kepada Elia. Dalam ketenangan itulah Elia
kembali dikuatkan untuk tetap melanjutkan tugas dan pelayanannya sebagai nabi
Allah.
Tawaran untuk tinggal dalam keheningan
menjadi sebuah pilihan bagi manusia untuk menikmati hidup. Tinggal dalam hening
tidak berarti tidak melakukan apa-apa. Tinggal dalam hening adalah sebuah
kesediaan untuk mendengar dengan hati kita. Dengan demikian, kita tahu apa yang
harus kita lakukan untuk menikmati hidup dan tetap menjadi berkat.
Refleksi
Ada yang berputus asa hari ini? Awas, keputusasaan menyebabkan kita salah menilai Allah, salah menilai kondisi yang sebenarnya dan menghalangi mata dan hati kita untuk melihat campur tangan Tuhan dalam hidup kita. Bangkit dan bersemangatlah, karena sebenarnya Tuhan kita, Yesus Kristus, tidak pernah membiarkan dan meninggalkan kita bergumul sendirian.
Ada yang berputus asa hari ini? Awas, keputusasaan menyebabkan kita salah menilai Allah, salah menilai kondisi yang sebenarnya dan menghalangi mata dan hati kita untuk melihat campur tangan Tuhan dalam hidup kita. Bangkit dan bersemangatlah, karena sebenarnya Tuhan kita, Yesus Kristus, tidak pernah membiarkan dan meninggalkan kita bergumul sendirian.
Dalam kesendiriannya, Nabi Elia dilemahkan
oleh pikiran negatifnya sendiri yang ia renungkan di dalam gua. Perenungannya itu
sempat membuat dirinya hampir kehilangan visi dan panggilan Tuhan. Ini adalah
peringatan bagi kita untuk berhati-hati dengan perkataan, sebab apa yang kita
katakan menentukan hidup kita. Jika kita terus-menerus memperkatakan kata-kata
negatif, maka kuasa perkataan itu akan terjadi pada kita. Sebaliknya, jika kita
memperkatakan kata-kata positif (firman Tuhan), maka hasil positiflah yang akan
terjadi pada kita. Lihatlah Elia, yang menyesali diri dan ingin mati, sehingga
hampir kehilangan visi Tuhan. Elia yang dipakai dengan dahsyat dalam pelayanan
bisa terjatuh di dalam kebohongan iblis, tentu kita juga harus berhati-hati.
Tujuan iblis adalah menghancurkan panggilan Allah dalam hidup kita. Lalu,
apakah kunci kemenangan nabi Elia? Pertama, Elia harus keluar dari gua yang
gelap dan naik ke atas gunung supaya ia mengetahui posisinya di
hadapan Tuhan (ay. 11). Kedua, Elia harus peka mendengar suara Tuhan (ay.
11-13). Ketiga, Elia harus kembali ke jalan yang semula: panggilan Tuhan atas
hidupnya. Apa yang dialami Elia memberi jalan keluar bagaimana kita dapat
meraih kemenangan atas kesendirian kita. Kita harus keluar dari 'pikiran
negatif’ yang memenjarakan kita dan
kembali ke atas gunung untuk mendengar suara Tuhan. Kita harus kembali ke
panggilan kita untuk melakukannya dengan sukacita, maka kita akan melihat
keajaiban-keajaiban Tuhan terjadi lagi atas kita. Itulah kemenangan kita.
Tuhan masih ada dan tetap ada sampai hari
ini bahkan ketika kita merasa gagal dan putus asa dalam kehidupan nikah, gagal
dalam mendidik anak, juga gagal dalam studi dan pekerjaan, Dia ada dan menolong
kita dengan cara-Nya yang bisa spektakuler atau lembut, tenang dan damai.
Jangan kita membanding-bandingkan atau mengharapkan pertolongan Tuhan seperti
yang dialami orang lain bahkan membandingkan dengan pengalaman masa lalu.
Ingat, apapun pergumulan yang kita alami sekarang, Dia ada dan siap sedia
menolong kita dengan cara-Nya sendiri. Amin.
Pdt.
Anthony L Tobing
Dari berbagai
sumber
0 komentar:
Posting Komentar