“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu" Yohanes 15:16

Jumat, 27 Juni 2014

Yeremia 28:5-9

Yeremia Menentang Nubuat Palsu Hananya

Pendahuluan
Sejak zaman Samuel, timbulah suatu golongan di tengah-tengah bangsa Israel, yang disebut golongan “para nabi”. Mereka bukanlah orang-orang yang dipanggil Allah secara khusus seperti Samuel, namun pemuda-pemuda yang mempunyai semacam status mahasiswa teologi pada masa itu. Merekapun secara khusus tinggal bersama para  Nabi Allah seperti Samuel, Elia, dan Elisa untuk belajar memahami dan mengartikan firman Allah. Di samping belajar, merekapun terkadang bernubuat jika diilhami oleh Roh Kudus. Di sisi lain nabi Allah seperti Yeremia, biasa dianggap sebagai mediator antara Allah dan manusia di zaman itu. Mereka diyakini oleh umat Israel sebagai orang-orang terpilih yang menyampaikan perkataan Allah sendiri. Karena Allah yang berkata-kata, maka sebenarnya tindakan mereka adalah karena desakan kekuatan yang tak dapat dijelaskan atau yang “adikodrati” melalui cara-cara yang ganjil seperti mimpi, penglihatan atau kepenuhan Roh. Posisi yang amat menggiurkan ini tidak jarang membuat orang-orang yang tidak menerima perwahyuan pun ingin tampil dengan mengelabui umat demi suatu tujuan tertentu yang membawa keuntungan, baik untuk pribadi atau kelompok tertentu. Mereka inilah yang dalam dunia modern kita saat ini kita sebut sebagai nabi palsu.

Kitab Yeremia 28: 1-17, membahas mengenai peran nabi Yeremia berhadapan dengan Hananya, seorang nabi Palsu. Nabi Hananya memberi suatu nubuat “sukacita”  kepada bangsa Yehuda yang sebenarnya memprovokasi bangsa ini untuk memberontak kepada Babel. Dalam pandangan Yeremia, perwartaan nabi Hananya ini tidaklah akan membawa umat kepada kesejahteraan, sebaliknya justru kepada penderitaan yang tak terhindarkan.

Penjelasan
Dalam ayat 1-4, Hananya tampil dengan posisi berlawanan penuh dengan Yeremia. Dalam hal ini keduanya disebut “nabi”, kemungkinan besar pengarang ingin memberikan penekanan bahwa masing-masing pribadi ini berdebat atas nama Allah. Hananya menubuatkan kepada Yehuda mengenai berakhirnya kekuasaan Babel, dikembalikannya alat-alat dan perkakas kenisah, pembangunan kembali kerajaan dan akhir dari masa pembuangan, dalam jangka waktu 2 tahun (ay. 2-4). Sangat logis, jika umat lebih mudah menerima nubuat sukacita atau kesejahteraan itu, dari pada nubuat kemalangan. Bagaimana mungkin mereka dapat lebih menerima pewartaan Yeremia yang menganggap kecil segala harapan Yehuda dalam keagamaan dan bahkan mengusulkan supaya bangsa Yehuda mengalah saja.

Nabi dalam konteks sebagai orang-orang yang diutus Allah selalu menjadi mediator yang berbicara atas nama Allah. Formula “utusan” menegaskan bahwa nubuat itu memang tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi dari Allah. Hananya, “sang nabi” yang kemungkinan adalah seorang imam, pada waktu itu juga menggunakan ungkapan “Beginilah firman Allah, semesta alam….” untuk menguatkan perkataannya melawan Yeremia (ay. 4). Ungkapan atas nama Allah seperti ini memang lazim  digunakan Yeremia dan nabi Allah lain dalam setiap nubuatnya. Yehuda yang begitu menjunjung tinggi rasa hormat kepada Allah tentu tidak akan berpikir bahwa Hananya begitu berani membawa nama Allah untuk kepentingan pribadinya.         

Yeremia tidak mau rakyat Yehuda menjadi bingung dengan perdebatan mereka sehingga keadaan akan semakin kacau padahal tentara Babel sudah di ambang pintu. Ia tidak mau rakyat menjadi korban perdebatan antata dua orang nabi. Karena itu ia membantah pemberitaan Hananya dengan sangat bijak dan penuh kehati-hatian. Nubuat “sukacita” Hananya yang menggambarkan perdamaian dan kemakmuran tentu saja juga menjadi pengharapan bagi Yeremia sebagai bagian dari umat waktu itu. Oleh karenanya, Yeremia pun menjawab Hananya dengan jawaban “amin”. Ini adalah tanda bahwa ia pun merindukan situasi damai dan merdeka, walaupun sesudahnya ia menyambung dengan kata-kata yang mengandung sarkasme (ay. 6).

Yeremia menyadari bahwa posisinya sebagai nabi yang dipercayai umat terancam, namun ia tak menyerang Hananya dengan menyebutnya pendusta atau pembohong.  Yeremia meminta rakyat Yehuda untuk menganalisa pemberitaannya berdasarkan kebenaran yang disampaikan oleh para nabi sebelumnya. Ia mengingatkan dua poin penting yang tak boleh dilupakan kepada semua yang hadir. Peringatan ini pun tidak dilandasi oleh tujuan untuk menyelamatkan posisinya sebagai nabi, tapi lebih karena ini dirasa tidak sesuai dengan kehendak Allah. Pertama, kata-kata Hananya tak sesuai dan bertentangan dengan tradisi propetik (kenabian) yang mereka hidupi (ay. 8-9). Kedua, waktulah yang akan menunjukan kebenaran dari pewartaan itu. Dalam tradisi kuno Israel, seorang nabi selalu menubuatkan malapetaka dan penyakit sampar, dan jarang untuk menubuatkan perdamaian dan keseimbangan, dan bila hal itu yang dibuat, maka orang yang mendengar harus berhati-hati sampai nubuat itu terpenuhi.

Yeremia menegaskan bahwa tanda bukti bagi nubuat yang asli adalah kepenuhan, dan hal ini sesuai dengan aturan yang diajukan dalam Ul 18, 21-22. Dengan mengingat nabi-nabi sebelumnya seperti Amos, Mikha, dan mungkin juga Hananya, Yeremia menunjukan bahwa sejatinya tugas para nabi adalah menjadi penjaga Israel (ay. 8). Dewasa ini, para ahli pun berpendapat senada dengan tradisi Israel Kuno. Menurut mereka, kriteria ini dilatarbelakangi asumsi bahwa para nabi sejati diutus Allah untuk memperingatkan bangsa Israel dari jalan yang tidak beres (bdk. ay 8). Perutusan nabi tidak perlu bila situasi sudah diwarnai dengan damai. Pandangan ini memang cukup menimbulkan kontroversi dan sulit dijadikan pegangan, karena pada kenyataannya seorang nabi palsu pun ternyata bisa menubuatkan malapetaka (bdk.Mikha 3,5).

Sampai pada tahap ini sebenarnya Yeremia mengetahui dengan persis akan bahayanya perdebatan yang mereka langsungkan. Umat yang menyaksikan dapat menjadi berpindah haluan kepada siapa mereka harus bertumpu. Walaupun Yeremia berpendirian dengan teguh, jujur dalam menyampaikan firman Allah dan berada dalam pihak yang benar, nampaknya ia kalah dalam dukungan. Pewartaan Hananya tentu saja dengan mudah merasuki umat Yehuda. Apalagi dibumbui dengan tindakan mematahkan kuk yang menyimbolkan terbebasnya dari kekuasaan Nebukadnezar, raja Babel (ay. 10).

Namun, persekongkolan antar manusia tidak bisa mengubah rencana Allah. Kehendak Allah dengan berkuasanya Babel atas Yehuda adalah agar umat mau bertobat dan menetapkan hati kepada Allah seperti pewartaan Yeremia, namun ternyata yang terjadi adalah umat tetap bebal hatinya dan malah mendengarkan pewartaan lain. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan penderitaan, karena umat tidak setia pada kehendak Allah.

Refleksi
Apakah firman Allah selalu bersifat menyenangkan hati? Tidak! Firman Allah bisa bersifat menghibur, tetapi bisa pula bersifat menegur. Kata-kata yang bersifat menghibur bisa berasal dari Allah, tetapi juga bisa berasal dari iblis. Hananya adalah seorang nabi palsu. Kata-katanya menghibur, tetapi kata-kata tersebut bukan berasal dari Allah (28:1-4). Kata-kata nabi Yeremia keras dan pedas, tetapi kata-kata tersebut adalah firman Allah yang sejati (28:5-9). Kata-kata "nabi" Hananya menjanjikan kemenangan yang palsu (28:10-11), sedangkan kata-kata nabi Yeremia menubuatkan hukuman Allah yang pasti akan terjadi (28:12-17).

Sangat disayangkan bahwa saat ini, banyak orang yang mengaku Kristen yang haus penghiburan tanpa mempedulikan apakah penghiburan itu benar atau palsu, tanpa mempedulikan apakah kata-kata yang diucapkan oleh seorang pengkhotbah populer itu perkataan Allah yang sejati atau sekedar omong kosong. Sangat disayangkan pula bahwa pada masa kini, banyak orang yang mengaku Kristen yang disesatkan oleh ibadah yang bersifat hiburan dan yang mengabaikan tuntutan-tuntutan Allah yang sejati. Salah satu ciri yang menyedihkan dari ibadah di banyak gereja adalah minat yang besar terhadap khotbah yang penuh humor (walaupun tidak dilandasi oleh pemahaman yang baik terhadap seluruh Alkitab) dan rasa bosan yang mudah muncul saat mendengar khotbah yang menguraikan Alkitab ayat demi ayat. Ingatlah bahwa umat Allah memerlukan menu firman Allah yang seimbang: penghiburan dan pengharapan diperlukan, tetapi nasihat dan didikan tak boleh diabaikan.            Amin.

Pdt. Anthony L Tobing
Dari berbagai sumber


Postingan Terkait



1 komentar:

Unknown mengatakan... Balas

Setuju pak Pendeta, banyak org datang ke gereja utk, memuaskan mata dan telinga, tp dlm hidupnya tak berbuah .........Thanks atas tulisannya utk membuka pikiran kami pd Perp.jabu-jabu GBKP esok hari .....Soli Deo Gloria.