Yeremia Menentang Nubuat Palsu
Hananya
Pendahuluan
Sejak zaman Samuel, timbulah suatu golongan
di tengah-tengah bangsa Israel, yang disebut golongan “para nabi”. Mereka
bukanlah orang-orang yang dipanggil Allah secara khusus seperti Samuel, namun
pemuda-pemuda yang mempunyai semacam status mahasiswa teologi pada masa itu.
Merekapun secara khusus tinggal bersama para Nabi Allah seperti
Samuel, Elia, dan Elisa untuk belajar memahami dan mengartikan firman Allah. Di
samping belajar, merekapun terkadang bernubuat jika diilhami oleh Roh Kudus. Di
sisi lain nabi Allah seperti Yeremia, biasa dianggap sebagai mediator antara
Allah dan manusia di zaman itu. Mereka diyakini oleh umat Israel sebagai
orang-orang terpilih yang menyampaikan perkataan Allah sendiri. Karena Allah
yang berkata-kata, maka sebenarnya tindakan mereka adalah karena desakan
kekuatan yang tak dapat dijelaskan atau yang “adikodrati” melalui cara-cara
yang ganjil seperti mimpi, penglihatan atau kepenuhan Roh. Posisi yang amat
menggiurkan ini tidak jarang membuat orang-orang yang tidak menerima perwahyuan
pun ingin tampil dengan mengelabui umat demi suatu tujuan tertentu yang membawa
keuntungan, baik untuk pribadi atau kelompok tertentu. Mereka inilah yang
dalam dunia modern kita saat ini kita sebut sebagai nabi palsu.
Kitab Yeremia 28: 1-17, membahas mengenai
peran nabi Yeremia berhadapan dengan Hananya, seorang nabi Palsu. Nabi Hananya
memberi suatu nubuat “sukacita” kepada bangsa Yehuda yang sebenarnya
memprovokasi bangsa ini untuk memberontak kepada Babel. Dalam pandangan
Yeremia, perwartaan nabi Hananya ini tidaklah akan membawa umat kepada
kesejahteraan, sebaliknya justru kepada penderitaan yang tak terhindarkan.
Penjelasan
Dalam ayat 1-4, Hananya tampil dengan
posisi berlawanan penuh dengan Yeremia. Dalam hal ini keduanya disebut “nabi”,
kemungkinan besar pengarang ingin memberikan penekanan bahwa masing-masing
pribadi ini berdebat atas nama Allah. Hananya menubuatkan kepada Yehuda
mengenai berakhirnya kekuasaan Babel, dikembalikannya alat-alat dan perkakas
kenisah, pembangunan kembali kerajaan dan akhir dari masa pembuangan, dalam
jangka waktu 2 tahun (ay. 2-4). Sangat logis, jika umat lebih mudah menerima
nubuat sukacita atau kesejahteraan itu, dari pada nubuat kemalangan. Bagaimana
mungkin mereka dapat lebih menerima pewartaan Yeremia yang menganggap kecil
segala harapan Yehuda dalam keagamaan dan bahkan mengusulkan supaya bangsa
Yehuda mengalah saja.
Nabi dalam konteks sebagai orang-orang yang
diutus Allah selalu menjadi mediator yang berbicara atas nama Allah. Formula
“utusan” menegaskan bahwa nubuat itu memang tidak berasal dari dirinya sendiri,
tapi dari Allah. Hananya, “sang nabi” yang kemungkinan adalah seorang imam,
pada waktu itu juga menggunakan ungkapan “Beginilah
firman Allah, semesta alam….” untuk menguatkan perkataannya melawan Yeremia
(ay. 4). Ungkapan atas nama Allah seperti ini memang lazim digunakan
Yeremia dan nabi Allah lain dalam setiap nubuatnya. Yehuda yang begitu
menjunjung tinggi rasa hormat kepada Allah tentu tidak akan berpikir bahwa
Hananya begitu berani membawa nama Allah untuk kepentingan
pribadinya.
Yeremia tidak mau rakyat Yehuda menjadi
bingung dengan perdebatan mereka sehingga keadaan akan semakin kacau padahal
tentara Babel sudah di ambang pintu. Ia tidak mau rakyat menjadi korban
perdebatan antata dua orang nabi. Karena itu ia membantah pemberitaan Hananya
dengan sangat bijak dan penuh kehati-hatian. Nubuat “sukacita” Hananya yang
menggambarkan perdamaian dan kemakmuran tentu saja juga menjadi pengharapan
bagi Yeremia sebagai bagian dari umat waktu itu. Oleh karenanya, Yeremia pun
menjawab Hananya dengan jawaban “amin”. Ini adalah tanda bahwa ia pun
merindukan situasi damai dan merdeka, walaupun sesudahnya ia menyambung dengan
kata-kata yang mengandung sarkasme (ay. 6).
Yeremia menyadari bahwa posisinya sebagai
nabi yang dipercayai umat terancam, namun ia tak menyerang Hananya dengan
menyebutnya pendusta atau pembohong. Yeremia
meminta rakyat Yehuda untuk menganalisa pemberitaannya berdasarkan kebenaran
yang disampaikan oleh para nabi sebelumnya. Ia mengingatkan dua poin penting
yang tak boleh dilupakan kepada semua yang hadir. Peringatan ini pun tidak
dilandasi oleh tujuan untuk menyelamatkan posisinya sebagai nabi, tapi lebih
karena ini dirasa tidak sesuai dengan kehendak Allah. Pertama, kata-kata
Hananya tak sesuai dan bertentangan dengan tradisi propetik (kenabian) yang
mereka hidupi (ay. 8-9). Kedua, waktulah yang akan menunjukan
kebenaran dari pewartaan itu. Dalam tradisi kuno Israel, seorang nabi selalu
menubuatkan malapetaka dan penyakit sampar, dan jarang untuk menubuatkan
perdamaian dan keseimbangan, dan bila hal itu yang dibuat, maka orang yang
mendengar harus berhati-hati sampai nubuat itu terpenuhi.
Yeremia menegaskan bahwa tanda bukti bagi
nubuat yang asli adalah kepenuhan, dan hal ini sesuai dengan aturan yang
diajukan dalam Ul 18, 21-22. Dengan mengingat nabi-nabi sebelumnya seperti
Amos, Mikha, dan mungkin juga Hananya, Yeremia menunjukan bahwa sejatinya tugas
para nabi adalah menjadi penjaga Israel (ay. 8). Dewasa ini, para ahli pun
berpendapat senada dengan tradisi Israel Kuno. Menurut mereka, kriteria ini
dilatarbelakangi asumsi bahwa para nabi sejati diutus Allah untuk memperingatkan
bangsa Israel dari jalan yang tidak beres (bdk. ay 8). Perutusan nabi tidak
perlu bila situasi sudah diwarnai dengan damai. Pandangan ini memang cukup
menimbulkan kontroversi dan sulit dijadikan pegangan, karena pada kenyataannya
seorang nabi palsu pun ternyata bisa menubuatkan malapetaka (bdk.Mikha 3,5).
Sampai pada tahap ini sebenarnya Yeremia
mengetahui dengan persis akan bahayanya perdebatan yang mereka langsungkan.
Umat yang menyaksikan dapat menjadi berpindah haluan kepada siapa mereka harus
bertumpu. Walaupun Yeremia berpendirian dengan teguh, jujur dalam menyampaikan
firman Allah dan berada dalam pihak yang benar, nampaknya ia kalah dalam
dukungan. Pewartaan Hananya tentu saja dengan mudah merasuki umat Yehuda.
Apalagi dibumbui dengan tindakan mematahkan kuk yang menyimbolkan terbebasnya
dari kekuasaan Nebukadnezar, raja Babel (ay. 10).
Namun, persekongkolan antar manusia
tidak bisa mengubah rencana Allah. Kehendak Allah dengan berkuasanya Babel atas
Yehuda adalah agar umat mau bertobat dan menetapkan hati kepada Allah seperti
pewartaan Yeremia, namun ternyata yang terjadi adalah umat tetap bebal hatinya
dan malah mendengarkan pewartaan lain. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan
penderitaan, karena umat tidak setia pada kehendak Allah.
Refleksi
Apakah firman Allah selalu bersifat
menyenangkan hati? Tidak! Firman Allah bisa bersifat menghibur, tetapi bisa
pula bersifat menegur. Kata-kata yang bersifat menghibur bisa berasal dari Allah,
tetapi juga bisa berasal dari iblis. Hananya adalah seorang nabi palsu.
Kata-katanya menghibur, tetapi kata-kata tersebut bukan berasal dari Allah
(28:1-4). Kata-kata nabi Yeremia keras dan pedas, tetapi kata-kata tersebut
adalah firman Allah yang sejati (28:5-9). Kata-kata "nabi" Hananya
menjanjikan kemenangan yang palsu (28:10-11), sedangkan kata-kata nabi Yeremia
menubuatkan hukuman Allah yang pasti akan terjadi (28:12-17).
Sangat disayangkan bahwa saat ini, banyak
orang yang mengaku Kristen yang haus penghiburan tanpa mempedulikan apakah
penghiburan itu benar atau palsu, tanpa mempedulikan apakah kata-kata yang
diucapkan oleh seorang pengkhotbah populer itu perkataan Allah yang sejati atau
sekedar omong kosong. Sangat disayangkan pula bahwa pada masa kini, banyak
orang yang mengaku Kristen yang disesatkan oleh ibadah yang bersifat hiburan
dan yang mengabaikan tuntutan-tuntutan Allah yang sejati. Salah satu ciri yang
menyedihkan dari ibadah di banyak gereja adalah minat yang besar terhadap
khotbah yang penuh humor (walaupun tidak dilandasi oleh pemahaman yang baik
terhadap seluruh Alkitab) dan rasa bosan yang mudah muncul saat mendengar
khotbah yang menguraikan Alkitab ayat demi ayat. Ingatlah bahwa umat Allah
memerlukan menu firman Allah yang seimbang: penghiburan dan pengharapan
diperlukan, tetapi nasihat dan didikan tak boleh diabaikan. Amin.
Pdt.
Anthony L Tobing
Dari berbagai
sumber
1 komentar:
Setuju pak Pendeta, banyak org datang ke gereja utk, memuaskan mata dan telinga, tp dlm hidupnya tak berbuah .........Thanks atas tulisannya utk membuka pikiran kami pd Perp.jabu-jabu GBKP esok hari .....Soli Deo Gloria.
Posting Komentar