“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu" Yohanes 15:16

Selasa, 24 Juni 2014

Roma 6:12-23 (Khotbah Minggu, 29 Juni 2014)

Hiduplah Dalam Pembenaran, Pengudusan dan Kasih

Pendahuluan
Usaha manusia untuk membebaskan diri dari kekuasaan dosa, seperti yang dilakukan oleh sebagian orang melalui menuruti hukum taurat itu sama saja dengan usaha yang dilakukan Adam dan Hawa di Taman Eden untuk menutup ketelanjangan mereka setelah memakan buah larangan itu. Usaha yang kita sebut sebagai “agama daun pohon ara” itu sia-sia karena tidak memenuhi standar kekudusan surga.

Hanya penebusan yang dilakukan Kristus di kayu salib yang dapat mengatasi dan menyelesaikan masalah dosa manusia, sekali dan untuk selamanya. Penebusan itu memenuhi syarat oleh karena menghasilkan pengampunan dosa dan menyebabkan manusia dibenarkan dari pelanggaran terhadap hukum Allah.

Kematian (penebusan) Kristus adalah manifestasi dari campur tangan Allah untuk menanggulangi akibat dosa. Intervensi ilahi ini harus dilakukan karena itulah jalan satu-satunya agar dapat membebaskan manusia yang sudah menjadi “hamba dosa”, yang tidak dapat membebaskan diri sendiri dari kematian.

Ayat 12-14 Bukan dikuasai dosa tapi dikuasai Kasih Karunia
Manusia bisa lepas dari jerat dosa dan luput dari murka Allah, bukan karena usaha tetapi kasih karunia Allah. Terdengarnya mudah sekali bukan? Apakah anugerah Allah itu tidak akan disalahgunakan orang untuk tetap hidup dalam dosa? Tidak boleh! Paulus menyanggah kesimpulan sembarangan itu. Anugerah bukan saja memberikan pengampunan dosa, tetapi juga menyebabkan kelepasan dari dosa (ay. 2). Diselamatkan berarti diberikan hidup baru (ay. 4), yaitu hidup yang datang dari Kristus yang telah mati dan bangkit bagi kita.

Semua Kristen pasti bergumul melawan dosa. Paulus mengingatkan bahwa sifat menyukai dosa itu sudah mati oleh kuasa salib Kristus. Yang Tuhan karuniakan dalam orang percaya ialah sifat ingin menyerahkan diri bagi kemuliaan Tuhan. Persis teladan Kristus. KebangkitanNya telah mengerjakan itu dalam kita.

Janganlah kekuatan yang mengasingkan kita dari Allah (dosa) itu menguasai hidup kita. Janganlah menyerah kepada kerinduan, keinginan dan kecenderungan yang hanya akan memosisikan diri kita dalam perlawanan dengan Allah. Sekali dan untuk selamanya, hendaknya kita menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, harfiahnya menjadi hamba Allah. Sehingga Allah dapat memakai kita untuk melakukan apa yang benar. Jangan membiarkan kekuatan dosa menguasai pribadi kita. Sebab sekarang kita hidup dalam pengaruh ’kasih karunia’ dan tidak dibawah pengaruh ’hukum Yahudi’ yang telah digenapi dalam diri Yesus Kristus.

Karena itu, kita wajib memiliki iman konsisten. Ingat, pikirkan, dan resapi bahwa kita sudah mati bersama Kristus. KematianNya telah menghancurkan kuasa dosa dalam kehidupan kita. Aktiflah memperlakukan dorongan dosa sebagai hal yang telah mati oleh Kristus! Aktiflah juga mengingat dan bersyukur bahwa semua potensi dan seluruh keberadaan kita adalah dari Allah dan hanya untuk memperkenan Dia.

Ayat 15-19 Dimedekakan dari dosa menjadi Hamba Kebenaran
Pada zaman Paulus, seorang budak atau hamba adalah seorang yang hidupnya bergantung pada orang lain dan dikontrol penuh oleh tuannya itu. Begitulah keterikatan yang manusia alami bila berbuat dosa atau menyerahkan diri kepada dosa. Namun Paulus mengingatkan bahwa karena kita telah diselamatkan oleh Kristus, kita telah dibebaskan dari perhambaan dosa itu. Kita bukan lagi hamba dosa. Jadi kita tidak perlu lagi taat kepada dosa dan menjalani hidup yang menuju kepada kebinasaan.

Kristus telah membebaskan manusia dari ‘yang jahat’ untuk menyerahkannya kepada Allah. Seorang budak yang ditebus dan dimerdekakan tidak lagi dapat dijadikan budak, tetapi wajib mengabdi majikannya yang baru dengan setia. Kristus telah menebus kita dengan harga darahNya sendiri, dan telah memerdekakan kita serta memanggil kita untuk kebebasan. Selanjutnya orang Kristen bebas dari majikan-majikan lama, yaitu: dosa, hukum Taurat,  aturan-aturan lahiriahnya, bebas dari "roh-roh dunia", dari kebinasaan. Maka tidak bolehlah orang Kristen kembali menjadi budak mereka. Ia telah menjadi merdeka.

Tetapi kemerdekaan itu tidaklah sama dengan berbuat semau-semaunya. Kemerdekaan itu tidak lain kecuali mengabdi Majikan baru, yaitu Allah. Sebab orang beriman telah menjadi milik Allah, dan untuk Dialah orang Kristen hidup dan mati, dan orang Kristen mengabdi oleh karena ketaatan iman dan demi untuk kebenaran dan kekudusan.

Kekudusan adalah sifat khusus Allah. Kekudusan itu oleh Allah dikaruniakan kepada umatNya, dan kepada mereka yang percaya kepada Kristus. Kekudusan itu tidak lain dari mengikuti teladan Kristus, "Yang Kudus dari Allah". Mereka yang percaya akan penebusan Kristus termasuk dalam umat yang kudus, yang diharapkan tetap menjaga dan mengamalkan kekudusan yang dikaruniakan Allah itu semakin maju lagi.

Ayat 20-23 Hidup Baru di dalam Kristus
Dedikasi pada dosa akan berakhir pada kematian, tetapi dedikasi pada ketaatan akan berakhir pada kehidupan kekal (Rm. 8:13). Oleh karena itu gaya hidup berdosa dan tiap perbuatan dosa tidak cocok lagi dilakukan orang percaya yang hidup di bawah kasih karunia Allah.

Tanda-tanda orang yang telah menerima anugerah pembenaran adalah sikap hidup yang berubah total. Kristus yang hadir di dalam dirinya menghasilkan seluruh perubahan itu. Anugerah pembenaran diberikan Kristus agar kita dibebaskan dari perbudakan dosa supaya kita merdeka sebagai milik Kristus dan hidup bagi Dia. Maka menjaga kekudusan hidup menjadi hal yang sangat penting sebab kita telah menjadi milik Allah dan tubuh kita telah menjadi Bait Allah (1Kor. 3:16).

Bila kita telah menerima anugerah pembenaranNya dengan penuh rasa syukur, bukankah seharusnya kita tidak sekadar menjaga diri dengan baik, tetapi juga menyediakan hidup yang terbaik untuk menyambut kehadiranNya di dalam diri kita? Ingatlah bahwa kepatuhan pada dosa akan membuat hidup kita tidak berbuah, memalukan, dan berujung pada maut. Namun ketaatan pada kebenaran akan berakhir pada pengudusan dan kehidupan kekal.

Refleksi
Kasih karunia Allah yang telah kita terima melalui kematian Kritus mengajak kita untuk merenung ulang betapa besar harga keselamatan yang telah kita peroleh. Kita diselamatkan oleh Allah dengan harga yang begitu mahal yakni oleh darah Kristus. Sehingga kita yang semula adalah hamba atau budak dosa dijadikan oleh Allah sebagai “hamba-hamba kebenaran” (6:18).

Peralihan dari “hamba dosa” kepada “hamba kebenaran” (hamba Allah) adalah sebuah pengalaman sangat istimewa yang momentumnya perlu terus dipelihara, agar seseorang yang semula diperhamba oleh dosa menyadari akan kemerdekaannya sehingga tidak selalu merasa dikendalikan oleh kuasa dosa. Sebaliknya, menjadi hamba kebenaran adalah memiliki kebebasan untuk melakukan hal-hal yang benar tanpa dihalang-halangi lagi oleh kuasa dosa yang sudah tak berdaya lagi. Konsekuensinya adalah agar kita sungguh-sungguh mau menggunakan atau menyerahkan anggota-anggota tubuh kita kepada Allah untuk menjadi “senjata-senjata kebenaran” (6:13).

Tetapi realitanya justru sering tidak demikian! Anggota-anggota tubuh kita sering kita jadikan sebagai senjata kelaliman, yaitu alat duniawi untuk mereguk berbagai hawa nafsu dosa. Anggota tubuh kita sering menjadi alat yang efektif untuk menindas, mengeskploitasi dan merampas hak milik orang lain. Seringkali kebiasaan hidup berdosa yang sudah mendarah-daging itu masih terbawa terus walaupun kita sekarang sudah menjadi hamba Allah. Seperti mantan narapidana yang baru dibebaskan setelah bertahun-tahun meringkuk di balik jeruji besi, acapkali agak sukar baginya untuk bisa langsung berperilaku sebagai orang merdeka.

Siapa yang kita layani, dialah majikan kita dan kitalah budaknya. Bila orang tetap mengikuti kemauan diri dan menghalalkan segala cara untuk mencapainya, itu berarti bahwa dia masih menjadi budak dosa. Namun yang berusaha sebaik mungkin untuk melakukan kebenaran dan hidup di dalamnya, dia adalah manusia baru di dalam Kristus. Ukuran keberhasilan bagi dia bukan lagi mendapatkan yang diinginkan, tetapi melakukan kebenaran, kekudusan dan kasih sebagai ungkapan syukur kepada Allah, yang menganugerahkan hidup. Tujuan hidupnya bukan lagi kesenangan di dunia yang sementara ini, melainkan kehidupan kekal sebagai anak Allah.

Ilustrasi
Menurut kisah, pada abad keempat belas ada dua orang laki-laki bersaudara yang saling berperang demi untuk gelar adipati (Duke) di negeri yang sekarang dikenal sebagai kerajaan Belgia. Sang kakak bernama Raynald, tapi lebih dikenal dengan nama julukan “Crassus” yang dalam bahasa Latin berarti “Si Gendut.” Raynald ini gendutnya memang bukan main. Dalam peperangan itu adiknya, Edward, berhasil mengalahkan sang kakak dan mengambil alih kekuasaan sebagai Adipati yang baru. Tidak seperti biasanya dalam peperangan memperebutkan takhta kekuasaan, Edward tidak langsung membunuh Raynald yang berhasil dikalahkannya itu, tetapi memenjarakannya di salah satu ruangan yang sengaja dibuat dalam kastilnya sebagai kamar tahanan buat sang kakak. Anehnya, kamar tahanan yang berpintu satu dan berjendela satu itu sama sekali tidak dikunci tapi dibiarkan terbuka dan tanpa pengawalan. “Kalau kamu bisa keluar dari ruangan ini, kamu boleh menduduki kembali takhtamu,” kata Edward kepada Raynald.

Tetapi masalahnya bukan pada pintu atau jendela yang ukurannya normal, melainkan pada diri Raynald sendiri. Tubuhnya yang sangat kegendutan mustahil bisa melewati pintu atau jendela itu untuk meloloskan diri. Dia harus berdiit habis-habisan dalam waktu cukup lama agar bisa menurunkan berat badannya mendekati normal, dan dengan sedikit usaha niscaya dia baru bisa keluar memerdekakan diri. Namun, Edward terus saja mengirimi kakaknya itu makanan-makanan lezat yang berlimpah, termasuk berbagai jenis coklat yang menggiurkan, sehingga meskipun Raynald sangat rindu untuk bebas tapi kerinduannya itu tidak pernah berhasil mengalahkan seleranya untuk terus melahap makanan-makanan yang disajikan. Terhadap tudingan bahwa Duke Edward berlaku kejam terhadap kakaknya, sang adik hanya menjawab, “Kakak saya itu bukan dipenjarakan, sebab dia boleh meninggalkan ruangan itu kapan saja dia mau.” Raynald mendekam selama sepuluh tahun di kamar itu sampai orang-orang datang membantunya keluar dengan membobol pintu setelah Edward tewas dalam suatu pertempuran.

 “Apa yang membuatnya begitu buruk ialah perbudakan itu bukan semata-mata dipaksa dari luar; sebaliknya, itu datang dari dalam diri kita. Bagaimana kita bisa dibebaskan dari suatu perbudakan, suatu perhambaan, yang berasal dalam diri kita, bahkan di dalam sifat alamiah kita?…Jawabnya, sebagaimana telah kita lihat pada ayat-ayat di atas, hanya datang dari kuasa Yesus saja, yang sudah menang untuk kita dan yang menawarkan kepada kita kuasa untuk mengatasinya”. Amin.

Pdt. Anthony L Tobing
Dari berbagai sumber


Postingan Terkait



2 komentar:

Unknown mengatakan... Balas

Mantap ulasan Pendeta, terbantu utk refrensi Khotbah, mohon kakau bisa dihari senin, atau selasa sudah terbit ulasannya spy kami para Penatua ini lebih lama lg wakru kami mendalaminya

Anthony L Tobing mengatakan... Balas

Terimakasih Bapak Hendri Yunus Pinem... Akan saya upayakan Pak. TYm