Kasih
Persaudaraan
(Kehidupan
Kristen Dalam Praktik)
Pendahuluan
Penulis Ibrani mengakhiri suratnya dengan
nasihat-nasihat yang berisi dorongan-dorongan agar pembaca surat ini mempunyai
kehidupan yang berpadanan dengan iman. Wujud iman tidak hanya tampak dari
keyakinan orang Kristen untuk tidak menyangkal Kristus dan ketekunannya
mengikut Dia, tetapi harus juga dapat dilihat dan dipraktikkan dalam hidup
sehari-hari. Praktik iman harus dimulai dari lingkungan sendiri, yaitu keluarga
dan gereja. Nasihat-nasihat penulis Ibrani ini bersifat praktis agar iman para
pembacanya dapat dilihat oleh orang banyak.
Penjelasan
Tekanan dari luar, penganiayaan dari
orang-orang Yahudi yang membenci kekristenan tidak boleh menjadi alasan untuk
hanya peduli pada diri sendiri. Justru mereka harus meneguhkan kasih
persaudaraan agar bisa saling menguatkan. Wujud nyata kasih persaudaraan adalah
kerelaan memberikan tumpangan kepada sesama anak Tuhan. Memberi tumpangan
merupakan bentuk kebaikan yang wajar bagi setiap orang termasuk orang Kristen
karena pada zaman itu belum ada hotel maupun losmen. Orang yang lelah dan lapar
banyak ditemui di kota-kota ataupun di pintu rumah seseorang yang berharap
diizinkan tinggal. Kristen tidak hanya harus mendemonstrasikan kebaikan itu,
namun kebaikan yang didemonstrasikan itu harus melebihi kebaikan yang dilakukan
oleh orang non Kristen.
Tugas-tugas sosial atau hubungan antara sesama
orang percaya ini kemudian diperluas hingga mencakup juga orang-orang asing, orang-orang
hukuman yang di penjara . Ungkapan kamu “sendiri juga”
mengandung arti simpati dan persamaan. Orang-orang percaya diperintahkan untuk
berbagi dengan orang-orang hukuman seakan-akan mereka sendiri adalah orang
hukuman. Istilah "ikut merasakan" mencakup hal yang dimaksud. Selama
orang-orang percaya masih di dalam tubuh jasmaniah ini, setiap orang mungkin
saja menderita karena permusuhan atau dipenjarakan. Oleh karena itu mereka
disuruh berbagi rasa.
Kemudian, tentu saja, hubungan kemanusiaan
yang paling dekat, yakni pernikahan, harus menunjukkan semua keindahan dari
kehidupan Kristen. Jika orang-orang Ibrani ini tinggal di Roma atau di
kota-kota yang sudah rusak moralnya di bagian Timur Laut Tengah, maka mereka
berada di tengah-tengah masyarakat di mana kesucian dan kesetiaan terhadap
hubungan pernikahan kurang diperhatikan. Di sisi yang lain juga terdapat
berbagai kelompok keagamaan yang menekankan petarakan
dan askese. Petarakan bukan sebuah
cara mengamankan diri dari kedursilaan; pernikahan yang terhormat merupakan
hidup yang paling sempurna. Kesucian di dalam ikatan pernikahan merupakan suatu
kesaksian kristen yang kuat. Orang yang menganggap sepele hubungan rumah tangga
suatu saat harus mempertanggungjawabkan dosa dan perilaku mereka kepada Allah.
Mengenai keuangan, penulis
mengingatkan, janganlah kamu menjadi hamba uang. Aphilargyros artinya "tidak mencintai uang," dan
bukan serakah. Gaya hidup atau sikap yang harus dikembangkan ialah
kepuasan dengan hal-hal yang tersedia, atau apa yang ada padamu. Jika
gelombang penyalahgunaan dilemparkan pada orang-orang Kristen Yahudi ini oleh
kalangan lain yang lebih makmur karena mereka kurang makmur. maka inilah
nasihat yang sangat praktis dan serius dari Perjanjian Baru. Bukannya menikmati
harta milik, orang Kristen hendaknya menikmati kehadiran dan pemeliharaan
Allah, sebab Dia tidak akan pernah meninggalkan atau melupakan mereka.
Jadi dengan yakin kita dapat berkata... “Aku tidak akan takut! Apakah yang
dapat dilakukan manusia terhadap aku?” Anak kalimat terakhir merupakan
pertanyaan yang tepat sekali. Yosua 23:14 dan Mazmur
118:6 memberikan kesaksian tentang kesetiaan Allah.
Penulis Ibrani juga mendorong pembaca untuk
menghormati dan meneladani pemimpin gereja mereka. Yaitu, pemimpin yang
melayani dan melindungi mereka dari ajaran-ajaran sesat yang tidak berpusatkan
Kristus. "Akhir hidup mereka" mungkin menunjukkan kepada upah yang
mereka peroleh karena mereka setia. "Contohlah iman mereka" mirip
sekali dengan apa yang dikatakan di dalam 6:12; "menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran
mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah." Kalau para pembaca
berpikir, "Ya, dulu kami bisa setia, dulu waktu kami masih punya
pemimpin-pemimpin yang hebat, tetapi sekarang sudah tidak sama, situasi sudah
berbeda, karena mereka sudah meninggal dan ini… dan itu..." Mereka harus
ingat bahwa, "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin" (dulu waktu
mereka setia, seperti diceritakan dalam pasal 6:10-11 dan pasal
10:32-34) "maupun hari ini" (di mana mereka perlu ketekunan)
"dan sampai selama-lamanya" (di mana mereka boleh menikmati
penggenapan janji-janjiNya).
Jika Dia “tidak berubah”, maka
"berbagai-bagai ajaran asing" tidak usah diperhatikan. Mungkin
ajaran-ajaran asing itu mau menarik pengikut dengan peraturan makanan yang
seolah-olah lebih suci. Atau ajaran itu seolah-olah membawa pengorbanan dan
mezbah yang istimewa. Tetapi jelas "kita mempunyai suatu mezbah" (ini
suatu kiasan untuk pengorbanan Kristus) dan iman-iman dari peraturan Lewi tidak
boleh makan dari mezbah itu. Kita disucikan, dan kita memperoleh kasih karunia,
dari mezbah itu, di mana Yesus telah dikorbankan, sehingga kita tidak usah
repot dengan "pelbagai makanan." (Zaman itu sarjana-sarjana dari
bangsa Yahudi menulis dan menyusun Mishna, yaitu kumpulan tradisi-tradisi
mereka, yang banyak memperhatikan pelbagai makanan.) Mungkin para pembaca
pertama tertarik pada guru-guru ajaran sesat yang menganggap diri mereka
sebagai imam-imam baru, dan kelompok mereka sebagai umat Israel yang sejati
(seperti di Qumran, dekat Laut Mati). Kalau begitu,
pasal 13:11-14 sangat tepat. Kita harus keluar dari
"perkemahan," dan jangan ikut menikmati persekutuan orang yang sudah
menolak Juruselamat kita, yang sudah "menderita di luar pintu gerbang,"
yaitu di luar lingkungan agama Yahudi. "Marilah kita pergi kepadaNya di
luar perkemahan dan menanggung kehinaanNya." Kita sudah disuruh mendekati
Dia, bersekutu dengan Dia, tetapi di sini sulitnya mendekati Dia lebih jelas.
Tidak ada persekutuan dengan Yesus kecuali orang berani menanggung risiko, dan
"pergi kepadaNya di luar perkemahan," yaitu di luar persekutuan
mereka yang menolak Dia. Pengharapan kita untuk "kota yang akan
datang," pahala kita, memungkinkan kita untuk pergi meninggalkan
persekutuan rohani dari mereka yang menolak Tuhan Yesus. Dalam pelayanan Penulis,
dan dalam pelayanan kita, yang membawa kuasa yang dapat mengubahkan orang
adalah “kasih karunia”, dan bukan "aturan-aturan makanan."
Dalam menghadapi pergumulan, sering kita
mengeluh, berkeluh-kesah bahkan berungut-sungut menyesali apa yang sedang
terjadi atau bahkan tidak menerima keadaan. Penulis Ibrani mengingatkan, bahwa
segala sesuatu yang terjadi harus disyukuri dan diambil hikmahnya, sehingga
apapun yang terlontar dari mulut kita hanya “ucapan bibir yang memuliakan Tuhan”.
Refleksi
Bila kita amati nas dengan seksama, maka
nasihat-nasihat praktis penulis surat Ibrani ini masih relevan dengan kehidupan
orang Kristen dan kehidupan jemaat pada masa kini. Masih banyak orang Kristen
yang hidupnya belum menunjukkan bahwa dia Kristen. Kekristenan, baru dalam
kata-kata dan belum dalam perbuatan?
Tidak jarang kita melihat kasus-kasus
kehidupan yang terjadi ditengah-tengah kehidupan kita sehari-hari akibat satu
masalah dapat merembes memunculkan masalah yang lain. Contoh sederhananya;
akibat permasalahan ekonomi keluarga dapat berdampak pada keharmonisan
rumahtangga atau bahkan dapat membuat seseorang mencari uang dengan jalan yang
tidak benar.
Sehingga dalam
tujuan penulisan surat Ibrani ini kita diingatkan oleh Tuhan supaya orang
percaya di dorong untuk tetap tabah dan setia di dalam iman, semakin dewasa
secara rohani dan mempertahankan kekudusan sebagai umat pilihan Allah. Seberapa
beratpun tantangan yang sedang dihadapi oleh orang percaya supaya jangan pernah
meninggalkan kesetiaan kepada iman, tetap menjaga kekudusan.
Disinilah diingatkan kembali bagaimana
orang Kristen itu supaya semakin dewasa secara rohani, setiap saat perjalanan
kehidupan yang boleh kita lalui kita manfaatkan untuk semakin mendewasakan dan
mematangkan kita. Sehingga setiap kondisi kehidupan yang kita lalui adalah
untuk menempah kita menjadi orang Kristen yang tangguh dan kuat. Amin.
Pdt.
Anthony L Tobing
dari berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar