Dalam Ketidakberdayaan, Memohon Campur Tangan Allah
Pertanyaan ini sering kita dengar, “Mengapa orang jahat hidupnya justru semakin baik?” sejak zaman dulu hingga sekarang kita disuguhkan pemandangan kontras; penipu, penindas, pencuri dan orang-orang culas hidupnya berkecukupan bahkan kekayaan mereka berlebihan. Sebaliknya, orang yang jujur dan takut akan Allah justeru hidupnya sengsara. Hal ini menjadi pergumulan iman sejak zaman Perjanjian Lama hingga zaman ini.
Dalam hal ini pemazmur pun bingung, seakan bertanya, “Mengapa Allah berdiam diri ketika kejahatan meningkat?” (lih. ayat 1-11). Dalam pandangan pemazmur, perbuatan-perbuatan orang jahat tidak akan berhasil seandainya Allah mengawasi dan segera menghukum mereka. Tapi sebaliknya, kejahatan mereka seolah tidak terlihat oleh Allah, seolah Allah acuh tak acuh hingga kejahatan itu makin meningkat. Namun di dalam kebingungannya, pemazmur memohon campur tangan Allah untuk mengatasi kejahatan yang kian merajalela itu. Pemazmur tidak frustasi karena keadaan yang terjadi tapi menyadari kelemahan dan kekurangannya, bahwa ia tidak akan bisa merubah keadaan menjadi lebih baik tanpa campur tangan Allah.
Penjelasan
(ayat 12)
Suatu keyakinan iman dari pemazmur bahwa Allah tidak berdiam diri dan bahwa Allah akan bertindak menentang orang-orang jahat (orang fasik). Bahwa pemerintahan Allah yang penuh keadilan dan kasih akan ditegakkan di tengah-tengah dunia.
(ayat 13)
Pemazmur memohon agar Allah bertindak serta menghukum orang-orang jahat yang mengejek dan menghina kuasa dan kemuliaan Allah. Agar mereka menyadari bahwa Allah tidak berdiam diri atas kelakuan jahat mereka.
(ayat 14)
Pemazmur yakin bahwa Allah melihat kejahatan orang fasik dan penindasan yang diderita oleh orang-orang lemah. Hingga ia bermohon agar Allah membela perkara orang-orang lemah tersebut. Kesengsaraan umat Allah akan menjadi dasar tindakan Allah terhadap mereka yang jahat.
(ayat 15)
Pemazmur menghimbau Allah agar Ia menghukum orang fasik dan kelakuannya yang jahat. Agar kedamaian dan sukacita memenuhi bumi.
Refleksi
Sampai saat ini kejahatan semakin merajalela. Orang-orang fasik bermunculan dan menindas kaum lemah dan umat Allah. Dalam kenyataannya keadilan dikalahkan oleh ketidakadilan, kejujuran dikalahkan oleh ragam penipuan, kasih dikalahkan oleh kebencian dan amarah. Dalam kehidupan ini, seolah tidak ada tempat bagi orang yang jujur dan takut akan Allah. Jika mereka tidak mengikuti arus zaman maka hidupnya akan terlempar ke dalam jurang kesengsaraan, benarkah demikian?
Benarkah Allah membiarkan orang fasik dan kelakuannya yang jahat bertindak semena-mena? Dimanakah Allah ketika kejahatan itu semakin meningkat? Allah kita bukanlah Allah yang mati, atau Allah yang berdiam diri melihat kejahatan merajalela. Dia adalah Allah yang hidup dan Allah yang bertindak menentang segala bentuk kejahatan.
Allah berada di sekitar kita dan memakai kita baik secara langsung ataupun tidak langsung sebagai alat-Nya untuk menegakkan keadilan dan kasih-Nya di muka bumi ini. Sebagai umat Allah, kita terpanggil untuk membawa keadilan, kedamaian, dan sukacita di bumi yang kita diami ini. Kita berperang melawan segala bentuk kefasikan dan kejahatan di muka bumi ini. Sebagai alat Allah, kita dipakai untuk menunjukkan kuasa dan kemuliaan-Nya.
Tentu tugas yang kita emban itu sangat berat bahkan mungkin kita manganggap kita tidak berdaya. Namun Allah kita yang hidup itu akan menolong dan meneguhkan kita. Kita harus yakin dan percaya, sama seperti pemazmur bahwa Allah adalah raja (lih. ay. 16) yang berkuasa dan sanggup menegakkan keadilan-Nya. kita juga harus menyadari, bahwa tanpa campur tangan Allah mustahil kita bisa, tapi dengan campur tangan Allah kita pasti bisa melakukannya.
Tetaplah berdoa agar Allah tetap memakai kita menjadi alat-Nya. sebab banyak sekali umat Allah yang tadinya dipakai sebagai alat-Nya justeru berbalik menjadi alat dunia. Amin.
Pdt. Anthony L Tobing
0 komentar:
Posting Komentar