“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu" Yohanes 15:16

Sabtu, 11 Februari 2012

1 Korintus 1:18-25 (Khotbah Minggu, 11 Maret 2012)


Penyelamatan Hanya Berdasar Pada Salib Kristus

Pendahuluan
Seringkali orang mencemooh suatu hal yang ia sendiri tidak pahami atau menganggap suatu kebodohan akan hal-hal yang sebenarnya ia sendiri tidak mengerti. Misalnya, seseorang yang mencemooh keputusan wasit pada pertandingan sepak bola. Dalam ketidak-mengertiannya ia akan menganggap wasit itu bodoh, berpihak, dan tidak jeli. Padahal ia sendiri tidak mengerti akan peraturan pertandingan sepak bola. Atau seseorang yang mencemooh musik dangdut. Karena tidak mengerti makna musik dangdut itu sendiri, ia akan menganggap musik dangdut sebagai kebodohan, membosankan, kuno, kampungan dan tidak enak didengar.

Tuduhan seperti itu terjadi pula saat orang-orang mendengar berita tentang Yesus yang disalib. Karena ketidak-mengertiannya mereka menganggap berita atau pengajaran tentang Yesus yang disalib itu adalah kebodohan.

Penjelasan
Ayat 18:
Pemberitaan tentang salib akan dipandang sebagai “kebodohan” oleh mereka yang kurang mengerti, sebab dalam penilaian manusia memang nampaknya bodoh kalau Anak Allah dibunuh oleh karena dosa manusia, seharusnya dosa itu bisa dibinasakan oleh-Nya. Mereka hanya melihat sebatas pada salib saja dan tidak melihat lebih jauh, yaitu pada kebangkitan dan kemenangan Tuhan Yesus atas kematian.

Manusia dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu mereka yang “akan dan sedang binasa” dan mereka yang “akan dan sedang diselamatkan”. Setiap orang digolongkan sesuai dengan kepercayaannya. Bagi Paulus, Injil itu adalah “kekuatan Allah”, karena Injil membuktikan kuasa Allah untuk mengalahkan kuasa dosa serta memperbarui manusia yang percaya (band. Rom. 1:16).

Ayat 19-20:
Paulus mengutip Yesaya 29:14 untuk menunjukkan bahwa sejak zaman Perjanjian Lama hikmat Allah selalu bertentangan dengan hikmat manusia. Manusia selalu beruusaha mencari keselamatan melalui hikmatnya sendiri atau melalui hukum Taurat, karena Allah menyediakan jalan keselamatan yang mereka anggap tidak masuk akal dan dianggap bodoh, yaitu iman kepada Tuhan Yesus yang disalibkan. Oleh karena cara keselamatan seperti itu tidak masuk akal, maka kebanyakan manusia menganggapnya tidak berguna, sehingga mereka selalu mencari keselamatan itu melalui usahanya sendiri.

Ayat 21:
Manusia tidak dapat mencari Allah dengan hikmatnya sendiri; sebaliknya Allah bersedia menyatakan diri-Nya kepada manusia, walaupun dengan cara yang tidak terduga, yaitu dalam “kebodohan pemberitaan Injil”. Pemberitaan itu dianggap sebagai suatu “kebodohan” karena selalu menekankan bahwa kristus harus menderita, bahkan mati agar manusia diselamatkan. Hanya mereka yang bersedia percaya kepada “kebodohan” itulah yang akan diselamatkan.

Ayat 22-23:
“Tanda” dan “Hikmat” merupakan ciri khas dari dua macam kebudayaan utama yang terdapat dalam jemaat Korintus. “Menghendaki Tanda” adalah cirri khas orang Yahudi yang selalu bettindak berdasarkan fakta atau realita, bukan berdasarkan pemikiran atau teori saja. Sejak zaman Perjanjian Lama orang Israel selalu meminta tanda dari Allah, sebagai bukti dari kehadiran dan penyertaanNya. Demikian juga mereka selalu meminta tanda dan mujizat dari Tuhan Yesus, sebagai bukti bahwa Ia adalah Mesias yang sejati (band. Yoh. 6:30). Mereka menilai kematian Yesus sebagai suatu kegagalan besar, sebab tidak sesuai dengan harapan mereka tentang seorang Mesias yang agung dan mulia. Namun anehnya, mereka juga tidak percaya pada tanda Kristus yang terbesar, yaitu kebangkitanNya. Hal ini semakin menunjukkan bahwa mereka kurang mengerti tentang begitu banyak nubutan tentang penderitaan Mesias yang terdapat dalam Perjanjian Lama (lih. Yes. 53, Mzm. 22).

“Mencari hikmat” adalah cirri orang Yunani yang selalu menekankan bahwa kebenaran hanya dapat diperoleh melalui filsafat dan logika atau dengan memakai otak dan pikiran manusia sendiri. Bagi mereka, Injil dan salib Kristus adalah kebodohan, karena tidak masuk akal bahwa seorang yang sudah mati dapat menyelamatkan orang lain. Sehingga bagi kedua golongan kebudayaan besar itu, Injil merupakan berita yang sulit untuk diterima dan harus ditolak.

Ayat 24-25:
Orang yang “dipanggil” adalah mereka yang telah menerima dan percaya kepada Injil sehingga sudah menjadi orang-orang yang sudah menjawab panggilan Allah. Orang-orang yang demikian dapat mengerti bahwa salib Kristus merupakan “kekuatan Allah” dan “hikmat Allah” untuk mengalahkan kuasa dosa dan maut. Dan merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan manusia. Oleh karena itu, walaupun kelihatan “bodoh” dan “lemah” dipandang dari sudut duniawi, rencana Allah melalui salib itu melebihi segala hikmat dan kekuatan manusia.

Teologi Paulus tentang salib mencapai puncaknya pada satu ungkapan penuh kemenangan dalam sebuah paradoks yang agung. Apa yang sepintas tampak yang bodoh dari Allah masih lebih besar hikmatnya dibanding kebesaran hikmat manusia. Apa yang tampak sepintas yang lemah dari Allah masih jauh lebih kuat dibanding segala kekuatan manusia. Bnenarlah apa yang diungkapkan oleh Ayub, “Pada Allahlah hikmat dan kekuatan.” (Ayub 12:13).

Refleksi

Sangat sulit untuk menjelaskan kuasa salib Kristus kepada orang yang belum percaya. Tetapi bila kita melihat salib itu melalui kacamata rohani, barulah kita mulai mengerti sepenuhnya hikmat yang terkandung di dalamnya.

Rasul Paulus menjelaskan bahwa pemberitaan tentang salib adalah kebodohan bagi dunia, tetapi bagi kita yang berada di dalam Kristus, pemberitaan itu adalah hikmat Allah. Jadi pada dasarnya, hikmat Allah menyatakan betapa terbaliknya pemikiran dunia!

Dunia berpikir bahwa mereka penuh hikmat, dan menurut mereka, orang-orang Kristen hanya menyia-nyiakan waktu untuk pergi ke gereja dan membicarakan tentang “cara mendapatkan keselamatan”. Padahal itulah kebenaran yang akan membawa orang-orang yang terhilang ke dalam suatu hubungan yang menyelamatkan mereka.

Seandainya keselamatan bergantung pada kita, mungkin kita akan melakukan berbagai usaha untuk meraihnya. Itu yang diajarkan ajaran lain di bumi ini. Mereka menganggap amal dan perbuatan baik adalah alat untuk mendapatkan keselamatan. Padahal bagi Bapa perbuatan baik sebanyak apapun tidak akan cukup untuk membayar hutang dosa kita. Itulah sebabnya Ia sendiri yang bertindak dengan melakukan sesuatu yang hanya Dia yang bisa dan tahu bahwa itu diperlukan untuk menyelamatkan jiwa kita.

Mungkin kita tidak suka mengakuinya, namun sadarilah bahwa Ia tahu apa yang kita butuhkan bahkan sebelum kita bertanya kepada-Nya. Karena itu, marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yesus yang telah membereskan masalah ini dan menyediakan apa yang tidak pernah dapat kita capai dengan kekuatan sendiri. Ya, Tuhan Yesus menyediakan keselamatan, pengampunan, dan hubungan yang kekal dengan Allah, Bapa di surga. Amin

Pdt. Anthony L Tobing

Postingan Terkait



0 komentar: