Memuliakan Allah
melalui Pekabaran Injil
Dalam Kisah Para
Rasul 10 diceritakan bahwa Petrus membaptis Kornelius, seorang perwira pasukan
yang disebut pasukan Italia. Kejadian ini terjadi di Kaisarea, ibukota Yudea di
bawah pemerintahan Romawi. Kota ini merupakan kota perdagangan yang baik,
dihias dengan istana-istana, gedung-gedung umum dan suatu amfiteater yang
besar. Kaisarea mempunyai penduduk campuran. Kornelius merupakan seorang
non-Yahudi yang dikenal sebagai ‘orang-orang yang takut akan Allah’, yang dalam
konteks ini mengacu pada orang nonYahudi yang beribadah kepada Allah Israel. Mereka
melakukan praktik-praktik keagamaan Yahudi, misalnya memberi sedekah dan
berdoa. Setelah berkhotbah kepada Kornelius di rumahnya, Petrus menyuruh mereka
dibaptis.
Kabar ini terdengar
kepada para rasul dan orang-orang percaya lain di Yudea. Ketika Petrus tiba di
Yerusalem, orang-orang dari golongan yang bersunat berselisih pendapat dengan
dia dengan menuduh Petrus telah masuk ke rumah orang-orang yang tidak bersunat
dan makan bersama-sama dengan mereka (11:2-3). Menurut hukum Yahudi, perbuatan
ini tidak dapat dibenarkan (10:28). Orang-orang Kristen dari golongan bersunat
itu mempermasalahkan hal ini. Petrus pun menjelaskan alasannya
membaptiskan Kornelius. Jadi, teks ini
adalah bagian kelanjutan dari penjelasan Petrus kepada orang-orang percaya yang
bersunat di Yerusalem.
Petrus menceritakan
bahwa alasannya menerima Kornelius adalah karena Tuhan telah membuka jalan bagi
bangsa-bangsa lain. Tuhanlah yang menyuruh Kornelius untuk memanggil Petrus.
Tuhan jugalah yang menyuruh Petrus untuk pergi ke rumah Kornelius. Melalui tiga
kali penglihatan makanan haram, Petrus diingatkan bahwa apa yang dinyatakan
halal bagi Allah tidak boleh dinyatakan haram. Ini terjadi untuk mengubah pola
pikir Petrus yang masih cenderung sempit memandang sasaran pekabaran Injil.
Petrus akhirnya sadar bahwa dia tidak boleh menyebut orang najis atau tidak
tahir. Dasar keberaniannya untuk pergi ke rumah Kornelius adalah karena Allah
telah membuka jalan dan mengubahkan cara berpikirnya.
Penjelasan
Ayat
15-16
Petrus menjelaskan
bahwa saat dia mulai berbicara tentang Yesus, Roh Kudus turun ke atas Kornelius
dan semua orang yang mendengarkan pemberitaan tersebut. Hal ini Petrus sebutkan
sama dengan kejadian saat mereka dipenuhi Roh Kudus di Yerusalem pada hari
Pentakosta. Petrus teringat akan perkataan Tuhan Yesus bahwa Yohanes membaptis
dengan air, tetapi mereka akan dibaptis dengan Roh Kudus. Tuhan Yesus sendiri
yang mengatakannya kepada mereka sebelum Dia naik ke sorga (Kis. 1:5). Orang
percaya akan dibaptis dengan Roh Kudus.
Ayat
17
Penjelasan Petrus
ini menjadi dasar untuk tidak menolak apa yang Allah sedang kerjakan dalam diri
Kornelius. Petrus menjelaskan bahwa sama seperti kepada para rasul saat percaya
kepada Yesus, Allah juga memberikan karuniaNya kepada Kornelius dan semua yang
mendengarkan pemberitaan Petrus. Dalam diri Petrus terjadi perubahan pola pikir
yang amat drastis. Dia dan para rasul lain awalnya berpikir bahwa injil hanya
diperuntukkan bagi orang bersunat/Yahudi dan inilah yang mereka lakukan selama
ini. Tetapi kemudian, saat Allah membuka jalan bagi bangsa-bangsa lain, Petrus
mau terbuka pada karya Allah tersebut dan menjadi alatNya untuk memberitakan
Injil kepada bangsa lain. Meskipun mengetahui bahwa dia akan menerima kritik
dari teman-teman Yahudinya, tetapi dia berani untuk menghadapi resiko tersebut
dengan tetap taat kepada Allah. Injil tidak lagi dipahami sempit dalam golongan
Yahudi saja, tetapi menjadi lebih universal. Allahlah yang pertama sekali
membuka jalan dan pola pikir tersebut untuk menyatakan karunia keselamatan yang
sama kepada bangsa lain secara lebih universal.
Ayat
18
Penjelasan Petrus
tersebut ternyata bisa diterima oleh orang percaya golongan bersunat/Yahudi.
Mereka yang semula berpikiran sempit kini berubah menjadi orang yang bisa
menerima bangsa lain ambil bagian dalam keselamatan yang Allah kerjakan. Mereka
tidak menggerutu dan terus berselisih paham. Mereka justru memuliakan Allah.
Mereka menyimpulkan bahwa kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan
pertobatan yang memimpin kepada hidup. Mereka juga tidak lagi eksklusif dengan
paham etnosentrismenya (berpusat pada suku sendiri). Injil kini telah dipahami
luas bahwa keselamatan juga diperuntukkan kepada bangsa-bangsa lain.
Peristiwa ini
membuka jalan bagi pekabaran Injil selanjutnya. Orang-orang Kristen tidak lagi
menutup diri untuk hanya memberitakan Injil kepada bangsanya saja, tetapi
kemudian berani untuk memberitakan injil kepada orang Yunani (11:20). Di
kemudian hari, Paulus menjadi pemberita Injil yang konsisten bagi orang-orang
nonYahudi di wilayah kekaisaran Romawi, meskipun peran Yahudi Kristen lain
tetap menjadi penopang bagi pekabaran Injil di wilayah tersebut.
Refleksi
1. Allah yang
mengerjakan keselamatan kepada manusia ternyata adalah juga yang membuka jalan
bagi pekabaran Injil. Dalam peristiwa Kornelius dan Petrus, Allah terlebih
dahulu berbicara secara terpisah kepada mereka. Allah membuka kerinduan hati
Kornelius terhadap Injil dan Allah membuka cara pandang Petrus tentang sasaran
Injil. Dialah yang membuka jalan dan memberkati pekabaran Injil. Karena itu,
kita harus terbuka pada cara-cara yang dikerjakanNya dalam pekabaran Injil yang
kita lakukan.
2. Injil harus
dipahami secara universal. Artinya pemberitaan Injil haruslah mencakup semua
bangsa. Kecenderungan untuk terikat pada kepentingan satu suku saja atau satu
denominasi gereja saja kerap membuat pekabaran Injil tidak memiliki kesatuan
wajah dan gerakan. Tumpang tindih dan saling tarik-menarik kepentingan bisa
memicu kekacauan dalam pemberitaan Injil.
3. Keberanian
Petrus untuk keluar dari tradisi Yahudi mempunyai dasar yang kuat, yaitu
perintah Allah. Atas perintah Allahlah dia berani membaptis Kornelius. Ini
menjadi refleksi bagi kita untuk tetap konsisten memandang Firman Allah sebagai
filter bagi tradisi-tradisi yang tidak alkitabiah.
4. Kita bisa
belajar tentang respons orang Kristen bersunat dan Petrus yang terbuka
membicarakan perbedaan-perbedaan pendapat dan juga terbuka untuk saling
menerima perbedaan berdasarkan firman Tuhan. Artinya, dasar yang tepat dalam
penyelesaian perbedaan pendapat mereka adalah firman Tuhan. Respon orang
Kristen bersunat akhirnya adalah memuliakan Allah. Melalui minggu Kantate yang
berarti “nyanyikanlah Allah”, kita diajar untuk memuliakan Allah melalui
pekabaran Injil yang diprakarsaiNya. Juga melalui epistel dari Mazmur 148:1-14
mengajarkan kita untuk memuliakan Dia
sebagai Pencipta bersama dengan ciptaan lainnya.
Pdt. Walsen Napitu, MA
0 komentar:
Posting Komentar