TUHAN Gembala Yang Baik
Bagi kita yang tinggal di Indonesia, istilah “gembala” tidaklah populer karena Negara kita masih termasuk Negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian daripada perternakan. Oleh karena itu, mungkin agak membingungkan bagaimana seorang gembala dapat mengorbankan nyawanya bagi domba-dombanya. Terlebih sebagian generasi muda yang tinggal di kota-kota besar pada masa kini. Namun bagi mereka yang tinggal di kawasan Timur Tengah, dimana kebiasaan menggembala ternak merupakan bagian dari kehidupan mereka sejak ribuan tahun silam, maka istilah “Akulah Gembala yang baik” sangat mudah dipahami.
Dalam 1 Samuel 17:34-35, Daud menceritakan pengalaman hidupnya sebagai gembala kepada Saul sebelum ia mengalahkan Goliat; "Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya.”
Kesaksian hidup Daud sebagai seorang gembala juga terekam dalam Mazmur yang ditulisnya: “TUHAN adalah Gembalaku, takkan kekurangan aku.” (Mzm. 23:1-3). Sebagaimana kesaksian lainnya di dalam Mazmur, Daud menganalogikan TUHAN sebagai “Gembala” sebagaimana dirinya adalah gembala.
Penjelasan
Ayat 1-4:
Daud memulai Mazmur ini dengan ungkapan “TUHAN adalah Gembalaku” (ay. 1a). yang menarik dari ungkapan ini adalah pemakaian kata ganti orang “ku”. Kata ini menunjukkan ungkapan ini bersifat pribadi. Allah tentu saja merupakan Gembala dari semua orang Israel, sesuai keyakinan nasional bangsa itu (2 Sam. 7:71, Mzm. 78:71-72), tetapi Daud tidak sedang mengajarkan keyakinan nasional tersebut. Dia sedang menceritakan keyakinan dan pengalaman pribadinya bersama TUHAN.
Dalam bagian selanjutnya, Daud menjelaskan apa yang diberikan TUHAN sebagai Gembala yaitu, kepuasan (ay 1b). LAI:TB menerjemahkan bagian ini dengan “takkan kekurangan aku” . Versi Inggris memakai “I shall not be in want” (NIV) atau “I shall not want” (KJV). Mazmur 23 bukan hanya berbicara tentang kecukupan, tetapi juga kepuasan: (1). rumput hijau dalam ayat 2 bukan hanya untuk dimakan, tetapi juga dijadikan tempat berbaring; menyiratkan jumlah yang sangat banyak dan domba-domba puas memakan rumput itu. (2). piala dalam ayat 5 diisi minuman secara melimpah, bukan sekedar penuh.
Kepuasan di sini tidak selalu berarti memiliki segala-galanya dari TUHAN, misalnya kekayaan yang melimpah atau karir yang di puncak. Kepuasan itu lebih ke arah keutuhan hidup di dalam TUHAN. Kita mungkin berada dalam bahya dan penderitaan (lih. ay 4), tetapi kita tetap puas bersama TUHAN. Bahkan di bagian akhir Mazmur ini Daud mengungkapkan kerinduannya yang mendalam, yaitu berada dalam rumah TUHAN sepanjang masa. Bagi Daud yang paling penting adalah bersama dengan TUHAN, baik dalam keadaan tentram maupun bahaya. Penyertaan dan kebersamaan dengan TUHAN inilah yang memberikan kepuasan sejati bagi Daud.
Ayat 5-6:
Bagian ini sebenarnya mengajarkan hal yang sama dengan ayat 1-4 di atas, namun memakai gambaran yang berbeda. Daud menggambarkan dirinya diundang dalam sebuah perjamuan makan oleh raja. Sang raja menyediakan hidangan di hadapan lawan-lawannya (ay 4a). Hal ini memberikan gambaran bagi kita bahwa TUHAN bukan hanya melindungi kita dari para musuh atau orang yang memusuhi kita tetapi juga memuliakan kita dihadapan mereka.
Ayat 5b mengatakan bahwa TUHAN mengurapi kepala Daud dengan minyak. Dalam sebuah pesta, seorang tamu kehormatan bukan hanya akan dibasuh kakinya saja tetapi juga dituangi minyak (Mzm. 45:7; 92:10; 133:2, Am 6:6, Luk. 7:46). Minyak ini biasanya minyak zaitun yang dicampur dengan parfum. Pengurapan ini sangat diperlukan sebagai tanda sukacita. Piala penuh melimpah dalam ayat 5c menggambarkan; TUHAN bukan hanya menyediakan minuman secukupnya, tetapi melimpah. Minuman sebagai penunjang kehidupan, dengan adanya minuman maka keberlangsungan hidup akan terus berjalan, itu berarti umur yang panjang. Dalam hal ini minuman di sini juga berarti tanda kemenangan (bersulang untuk suatu keberhasilan). Piala ini adalah piala kemenangan (Mzm. 116:13).
Ungkapan “seumur hidupku” juga “sepanjang masa” (ay 6) berbicara tentang masa depan. Apa yang telah dilakukan TUHAN di masa lalu telah memberi keyakinan kepada Daud untuk menghadapi masa depan. Keyakinan seperti ini juga dapat kita lihat dalam perkataan Daud ketika dia menghadap Saul sebelum bertempur dengan melawan Goliat. Dia mengatakan, "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu." (1 Sam. 17:37a). Keyakinan Daud dalam hal ini adalah “kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku.” (ay 6a). Kalau di masa lalu Daud dikejar oleh musuh maka sekarang, sampai ke masa depan dia justru dikejar oleh “kebajikan dan kemurahan”. Jika semua hal tentang kebajikan dan kemurahan telah mengikutinya, maka yang perlu baginya setelah semua itu adalah “diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.” (ay 6b).
Refleksi
Mazmur 23 juga merupakan ‘pengakuan iman’ Daud. Apakah yang menjadi pengakuan iman kita kepada TUHAN? Bagi kita, siapakah TUHAN itu? Apakah kita terlalu sibuk mengejar “berkat” TUHAN? Apakah kita teralu disibukkan oleh pekerjaan kita sehingga kita melupakan waktu-waktu bersama TUHAN? Bagaimanakah kita memahami TUHAN sebagai Gembala dalam kehidupan kita?
Kepuasan hidup bersama TUHAN telah mengajarkan Daud bahwa yang paling penting baginya adalah “the giver” (pemberi), bukan “the gifts” (pemberian-pemberian). Tinggal bersama TUHAN adalah hal yang paling penting.
Dalam Katekismus Westminster dijelaskan bahwa tujuan hidup manusia adalah memuliakan Allah dan menikmati Dia selama-lamanya. Ketika kita memuliakan Dia, kita akan menerima kenikmatan bersama Dia.
Pdt. U.T.P Tambunan
Pdt. Resort GKPI Jaya III
0 komentar:
Posting Komentar