Menjadi Anggota Keluarga Allah
Nas perikop ini ada baiknya dibaca dengan latar belakang ayat-ayat sebelumnya, khususnya ayat 9-11. Pada ketiga ayat itu Paulus menegaskan bahwa kita yang percaya kepada Kristus tidak lagi hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, yang telah menghidupkan tubuh kita dan sekarang Roh itu tinggal di dalam diri kita. Keadaan yang baru ini, yaitu hidup oleh dan di dalam Roh, menghasilkan sebuah perbedaan yang amat nyata dalam kehidupan kita.
Perikop ini merupakan kesimpulan dari ayat-ayat yang mendahuluinya yaitu mulai dari ayat 1. Dalam perikop ini Paulus mau mengggambarkan hubungan baru antara orang percaya dengan Allah. Melalui sebuah kiasan, orang percaya itu di angkat (diadopsi) menjadi anggota keluarga Allah, dan hal ini merupakan anugerah Allah kepada setiap orang percaya.
Penejelasan
Ayat 14-17:
1. Hidup Sebagai Anak-anak Allah.
Konsep “patria potestas” (Latin: 'kekuasaan seorang ayah') adalah sistem adopsi anak di lingkungan kerajaan Romawi. Isinya memaparkan kuasa mutlak seorang ayah atas keluarganya. Seorang ayah berkuasa atas hidup-mati anak-anaknya, dan sepertinya tidak pernah meranjak dewasa atau mandiri sebab meskipun sudah tua ia tetap berada di bawah kerangkeng patria potestas. Agar bisa diangkat menjadi anak, seseorang harus lebih dahulu keluar dari kungkungan patria potestas itu. Prosesnya sangat berat dan sulit serta sangat mengesankan. Konsekuensi pengangkatan seperti inilah yang ditekankan oleh Paulus dalam perikop ini, orang percaya telah di angkat menjadi anak-anak Allah.
Orang yang telah diadopsi mendapat hak sebagai anak yang sah dan mengikat dalam keluarga barunya. Dia telah menjadi ahli waris atas harta ayah barunya. Haknya tidak dapat dicabut, dan akan mewarisi harta ayahnya bersama-sama saudara-saudaranya yaitu anak kandung dari ayah barunya. Secara hokum, kehidupan lama dari anak yang diadopsi ini telah dihapuskan termasuk hutang-hutangnya. Dia menjadi orang baru dalam kehidupannya yang baru.
2. Roh Kudus sebagai Saksi
Dalam budaya Romawi pengangkatan seorang anak harus juga disaksikan oleh beberapa saksi (Band. Dalam budaya Batak, pengangkatan seorang anak harus disaksikan oleh pihak keluarga; Hula-hula, Boru dan Dongantubu). Pengangkatan kita sebagai anggota keluarga Allah disaksikan oleh Roh Kudus. Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita benar-benar telah menjadi anak-anak Allah. Roh itu bersaksi, bahwa pengangkatan itu benar adanya.
3. Hidup Yang Dipimpin Oleh Roh
Sebagai anak-anak Allah, kita tidak lagi boleh hidup di dalam “ketakutan”. Kita harus berani bersaksi kepada dunia bahwa Allah adalah Bapa kita. Juga berani berseru dalam penghormatan kepada kepada Allah sebagai Bapa kita. Sebagai anak Allah, kita juga harus menanggalkan manusia lama kita yang dulu hidup bergelimang dosa (hidup dalam daging) dan mengenakan manusia baru kita, yaitu hidup yang dituntun oleh Roh Allah, Bapa kita. Megikuti aturan main yang telah Dia tetapkan untuk kita (Band. 2 Tim. 1:7-8)
Ayat 18:
Kemuliaan Yang Akan Datang Setelah Tahan dalam Penderitaan
Paulus selalu memandang kepada 3 zaman atau masa, yaitu: masa yang lalu, sekarang dan masa depan. Dalam perikop ini Paulus memperlihatkan zaman sekarang, dimana mungkin saja orang percaya akan mengalami penderitaan sebagai anak-anak Allah. Akan tetapi anak-naka Allah selalu bersama-sama dengan Tuhan Yesus (yang telah berjanji akan menyertai senantiasa), karena itu anak-anak Allah harus bersabar menghadapi penderitaan itu. Paulus menghibur dengan perbandingan, bahwa penderitaan zaman sekarang yang dialami oleh anak-anak Allah tidaklah berarti apa-apa bila dibandingkan dengan kemuliaan yang akan diterima kelak. Dalam Roma 5:2b Paulus berkata, “Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah.” Pada zaman sekarang kita harus bertahan dan bersabar dalam penderitaan sebab kelak, Allah akan memuliakan anak-anak-Nya.
Refleksi
1. Kita harus menanggalkan manusia lama yang akan menemui kebinasaan karena kita sudah diangkat Allah menjadi anak-anak-Nya.
2. Roh Kudus yang menolong kita untuk meninggalkan sifat-sifat manausia lama kita.
3. Kita harus dibaharui dalam roh dan pikiran.
4. Kita harus mengenakan manusia baru yang sesuai dengan kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.
5. Sebagai anak-anak Allah kita harus bersabar dalam penderitaan karena kita mengharapkan kemuliaan kelak yang jauh lebih besar artinya.
Pdt. (Em) S.M. Simanungkalit, S.Th
Pendeta Emeritus GKPI tinggal di Bekasi
Catatan admin:
Di daerah Labuhan Batu dan Riau, dimana banyak terdapat perkebunan kelapa sawit milik masyarakat ada sebuah ungkapan yang menggambarkan tekad perjuangan hidup, yaitu; “Biarlah jadi monyet selama 5 tahun, kemudian jadi manusia selamanya!”
Sebagaimana kita tahu bahwa untuk membuat sebuah perkebunan sawit dari awal hingga berhasil dibutuhkan waktu 5 tahun lamanya. Selama 5 tahun itu, para pemilik kebun sawit “berjuang keras”; meninggalkan lingkungan kehidupan masyarakat kesehariannya dan masuk ke hutan untuk membuka perkebunan, tidak ada fasilitas yang memanjakan hidup seperti; air leding, listrik, dll. Menghadapi berbagai binatang buas di hutan, berjuang melawan penyakit malaria, makan yang pas-pasan, jauh dari kemewahan dengan harapan 5 tahun mendatang hidup mereka akan berubah 180%.
Bagi mereka yang bertahan dalam situasi menderita seperti itu telah banyak menikmati kehidupannya setelah melewati masa 5 tahun “perjuangan”. Sebab hidup mereka memiliki visi dan misi dan banyak diantara mereka yang telah mencapainya lalu menikmati hasil jerih payahnya.
Gambaran di atas menjadi teladan bagi orang percaya yang memiliki visi-misi Kerajaan Allah. Apalah arti penderitaan hidup saat ini jika kita tahu bahwa kelak kita akan menikmati hasilnya yaitu, “kemuliaan Allah” yang akan dinyatakan kepada kita. Memang kita tidak tahu berapa tahun lagi kemuliaan Allah itu akan dinyatakan, tetapi kemuliaan Allah itu pasti akan dinyatakan, entah hari ini, besok atau lusa!
0 komentar:
Posting Komentar