Kristus Mati Demi Keselamatan Orang Berdosa
Ada banyak orang dan golongan yang tidak percaya atau setidaknya meragukan keyakinan iman Kristen tentang pengharapan kebangkitan semua orang percaya. Paulus telah mendengar bahwa ajaran tentang kebangkitan orang mati di masa depan ditolak oleh sebagian orang (ay. 12). Dalam suratnya ini Paulus mau mengantisipasi keberatan-keberatan dari mereka yang menolak pengharapan kebangkitan. Ia menegaskan bahwa menyangkal kebangkitan sama dengan menjadikan iman Kristen tanpa arti dan tidak berharga.
Penjelasan
(Ayat 1-2)
“Injil” merupakan inti pemberitaan Paulus, dasar keselamatan orang-orang Kristen di Korintus, serta pegangan bagi iman mereka selanjutnya. Paulus tidak mengajarkan sesuatu yang baru melainkan ‘mengingatkan’ ajaran yang pernah mereka terima darinya dan para penginjil lainnya (ay.1,11). Mereka harus teguh berdiri di dalam Injil, tetapi hal itu tidak mungkin dilakukan jika mereka belum mengerti sepenuhnya. Paulus merasa perlu mengingatkan mereka tentang azas-azas Injil, supaya mereka sungguh-sungguh tahu apa yang harus mereka percayai. Sebab ada kemungkinan seseorang gugur dari kasih karunia (ay. 10-12); bila orang-orang percaya tidak berpegang teguh kepada Injil, mereka tidak akan berdiri teguh sekarang maupun pada hari penghakiman, dan sia-sialah iman mereka jika mereka menolak apa yang telah mereka percaya di masa lampau.
(Ayat 3)
Injil yang disampaikan oleh Paulus bukan sesuatu yang berasal dari dirinya sendiri, melainkan merupakan hal yang diterimanya dari Allah (band. Gal.1:11-12). Ketiga unsur dasar Injil adalah: kematian, penguburan dan kebangkitan Kristus yang disebabkan oleh dosa-dosa manusia.
Kristus telah mati karena dosa-dosa kita adalah inti dari berita Injil (lih. Rm. 5:6; 2 Kor. 5:14; Gal. 1:4). Kematian Kristus bukanlah sebuah kegagalan yang tragis dalam mewujudkan keadilan; bukan pula akhir yang menyedihkan dari sebuah pelayanan yang seharusnya berhasil. Tetapi, Ia “telah diserahkan karena pelanggaran kita” (Rm. 4:25), Ia “yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya” (Kis. 2:23). Pengorbanan-Nya adalah sempurna untuk menebus dosa-dosa seluruh umat manusia. Tuhan Yesus sendiri telah menunjukkan bahwa kematian-Nya harus menjadi penggenapan dari sebuah rencana ilahi, yang jauh sebelumnya telah dinubuatkan oleh para nabi.
Refleksi
Allah adalah adil dan kasih. Keadilan Allah dinyatakan melalui peraturan dan ketetapan-Nya yang harus ditaati oleh umat-Nya. Kasih Allah dinyatakan melalui penyertaan dan berkat-berkat-Nya kepada umat-Nya.
Sejak manusia diciptakan Allah telah menetapkan aturan-aturan yang harus dilaksanakan oleh Adam dan Hawa. Namun sejak itu pula peraturan dan ketetapan Allah dilanggar, hingga manusia jatuh ke dalam dosa. Sejak itu, dosa manusia semakin menjadi-jadi. Oleh karena dosa yang dilakukannya, maka manusia harus menerima hukuman, yaitu kematian; upah dosa ialah maut (Roma 6:23).
Namun Allah yang adalah kasih tidak mengingini kematian (kemusnahan) manusia ciptaan-Nya. Namun jika Allah langsung mengampuni manusia berdosa itu, itu sama saja Ia melanggar keadilan-Nya (peraturan) yang telah Ia tetapkan sendiri. Karena tidak ada seorangpun manusia yang hidup suci untuk bisa menjadi penebus dosa-dosa manusia alainnya, maka satu-satunya cara untuk menebus dosa manusia itu maka Allah sendirilah yang harus menjadi manusia dan menerima hukuman dosa demi keselamatan umat yang dikasihi-Nya.
Ada seorang Ayah yang memiliki seorang isteri dan tiga orang anaknya (dua putera dan seorang puteri). Dilingkungan masyarakat dan keluarganya si Ayah dikenal sebagai orang yang adil, disiplin, tegas namun penuh kasih sayang kepada keluarganya. Di dalam kehidupan rumahtangganya, si Ayah membuat peraturan-peraturan yang harus dituruti oleh seluruh anggota keluarganya. Bagi mereka yang melanggar akan menerima konsekwensinya.
Salah satu aturan dalam rumah tangga itu ialah; tidak diperbolehkan bagi anak-anak mereka untuk pulang lewat dari pukul 23.00 malam. Bagi yang melanggarnya akan dikenai sanksi tidur di teras rumah atau jika ingin tetap masuk ke rumah harus menerima lecutan ikat pinggang kulit sebanyak 20 kali. Peraturan ini berat namun tetap dibuat untuk menjaga ketertiban dalam rumahtangga mereka.
Suatu kali, puteri mereka – oleh karena sesuatu hal – terlambat pulang ke rumah. Ia tiba di rumah pada pukul 23.40. Puterinya tahu bahwa ia harus menerima hukuman itu. Ia tidak memohon untuk diampuni atau pun berusaha mengambil hati sang Ayah. Ia duduk di bangku teras dalam cuaca yang dingin seorang diri. Padahal ia merupakan seorang yang rentan kena penyakit karena badannya yang kurus. Ibu dan kedua abangnya sudah berusaha membujuk ayah mereka untuk memperbolehkan si puteri masuk ke dalam rumah.
Si Ayah berada dalam sebuah dilema; jika ia memperbolehkan puterinya masuk ke dalam rumah, itu berarti ia telah melanggar ketetapannya sendiri. Namun jika ia membiarkan saja puterinya berada di teras rumah sepanjang malam, itu berarti ia tidak mengasihi keluarganya. Lama si Ayah bergumul…. Lewat tengah malam, ketika hampir pukul 02.00 dini hari, si Ayah membuka pintu sambil memegang ikat pinggang kulit ditangannya lalu menyuruh puterinya masuk ke dalam rumah. Setibanya di dalam, si Ayah menyerahkan ikat pinggang itu kepada puterinya dan berkata, “Lecutlah Ayah sebanyak 20 kali dengan sekuat-kuatnya!” Lalu ia memunggungi puterinya untuk menerima lecutan itu. Sambil menangis puterinya melecuti ayahnya disaksikan oleh seluruh keluarganya yang juga menangis melihat kejadian itu.
Demikianlah yang terjadi dengan kematian Kristus di kayu salib. Seharusnya manusialah yang menerima hukuman kematian itu, namun oleh karena kasih Allah yang begitu besar maka Allah sendiri yang harus menjalani hukuman itu (band. Yoh. 3:16). Allah datang ke dunia dalam rupa manusia hanya untuk menjalani kematian agar orang berdosa diselamatkan. Demikianlah, melalui kematian Kristus di kayu salib; keadilan dan kasih Allah kepada manusia dinyatakan sekaligus.
Kematian Kristus di kayu salib menjadi pebusan orang-orang berdosa, Ia seperti anak domba sembelihan yang menjadi korban penghapus dosa manusia. Ia yang tidak bersalah harus menanggung hukuman akibat dosa-dosa kita. Bagaimana respon kita atas pengorbanan Kristus itu? Satu hal yang Allah inginkan dari kita adalah menyesali segala dosa dan kesalahan kita dan tidak mengulangi lagi dosa-dosa yang pernah kita perbuat. Amin.
Pdt. Anthony L Tobing
0 komentar:
Posting Komentar