Yesus, Gembala Yang Baik
Dalam Perjanjian Lama, umat Israel
menggambarkan persekutuan mereka dengan Allah dengan kiasan “Gembala” dan “domba-domba”.
Umat Israel mengimani bahwa Allahlah yang menjadi Gembala mereka, yang
menuntun, membimbing, membela dan merawat mereka sepanjang hidupnya. Dengan
pemahaman seperti itu, Tuhan Yesus mengumpakan diri-Nya sebagai ‘Gembala yang
baik’ seperti Allah yang telah menjadi Gembala mereka. Ia menggambarkan
diri-Nya sama seperti Allah yang melayani umat-Nya.
Tuhan Yesus tidak bicara omong kosong, dalam
pelayanan-Nya Ia memperlihatkan sifat yang sama dengan Allah. Ketika Ia
memberi, Ia selalu memberi dalam kelimpahan. Anggur yang diciptakan Tuhan Yesus
di Kana, roti dan ikan yang diberikan kepada 5000 orang laki-laki, ikan yang
diberikan kepada murid-muridnya yang sedang mencari ikan, kesembuhan yang
diberikannya pada mereka yang menderita, memperlihatkan bagaimana hati Yesus tertuju
kepada kesejahteraan umat-Nya.
Penjelasan
Ayat
1-6
Perkataan Yesus dalam bagian ini masih
merupakan lanjutan dari perdebatan Tuhan Yesus dengan orang-orang Farisi dan
ahli Taurat setelah peristiwa penyembuhan orang buta di hari Sabat. Tuhan Yesus
menunjukkan perbedaan yang mencolok antara pelayanan-Nya dengan pelayanan para
Farisi dan ahli Taurat itu. Dengan Tegas Tuhan Yesus menggambarkan diri mereka
seperti pencuri dan perampok.
Tuhan Yesus amat sedih melihat umat Israel
yang hidup seperti domba-domba tanpa gembala. Para pemimpin umat adalah
gembala-gembala dan umat itu adalah kawanan domba. Adalah tugas dari para
pemimpin untuk memberi makanan kepada kawanan domba. Mengawasi domba dengan
rela dan tidak dengan terpaksa, melakukannya dengan penuh kesukaan dan bukan
karena cinta uang. Tidak menggunakan jabatan ‘gembala’ itu untuk menjalankan
kuasa tapi menjadi contoh bagi kawanan domba. Namun yang terjadi, para gembala
itu justru menelantarkan umatnya, membebani mereka dengan berbagai aturan, tidak
mengenal mereka (pergumulannya) satu per satu. Kalau pun umat mendengarkan
mereka, itu karena terpaksa. Mereka bukan membawa umat semakin dekat kepada
Allah, malah menjerumuskan mereka ke jurang dosa dan jauh dari Allah. Ituah kritik
Tuhan Yesus kepada para ‘gembala’ zaman itu.
Ayat
7-11
Tuhan Yesus menempatkan diri-Nya sebagai
Gembala, dan mereka yang percaya kepada-Nya sebagai domba. Mengapa domba?
Karena domba memiliki beberapa karakteristik:
·
domba
memiliki ketergantungan yang sangat besar kepada gembala karena
ketidakmampuannya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri – perlindungan, makanan,
minuman, kandang dan pengobatan.
·
domba
juga biasanya kurang cerdas, mudah tersesat dan kesulitan untuk kembali ke
kandang, walaupun sebenarnya berada di dekat mereka.
Kepada orang-orang yang bergantung kepada-Nya
Yesus menjanjikan kehidupan yang sejati. Hidup yang dijanjikan oleh Yesus sang
Gembala Agung adalah hidup yang:
1. Dalam keselamatan
Kita berada di dalam keselamatan karena
Tuhan Yesus bersedia mati untuk keselamatan kita . Hanya dengan memandang
kepada salib, disitulah manusia menemukan keselamatan. Karena hanya Allah
sendiri yang bisa memenuhi tuntutan hukum, maka Ia sendiri yang datang dan
menjadi manusia untuk menggantikan manusia, dan pada saat yang sama membebaskan
kita semua dari hukuman itu.
2. Dalam keamanan
Kita berada dalam keamanan karena ada
perlindungan penuh dari sang Gembala Agung. Ada penjaga yang ikut menjagai
kehidupan kita. Ada pintu di mana kita bisa mengalami kebebasan untuk masuk dan
keluar ke padang rumput. Ia menghalau pencuri, perampok dan para serigala.
3. Dalam bimbingan dan tuntunan
Yesus juga mengenal domba-domba-Nya, bahkan
memanggil dengan nama masing-masing. Dan kebalikannya, para domba pun bisa
mengenali suara Sang Gembala. Yesus menuntun kita dan juga memimpin kehidupan
kita dengan cara berjalan di depan.
4. Dalam kesejahteraan
Kesejahteraan dan kelimpahan domba ada
dalam pikiran Gembala. Padang rumput adalah tempat yang dijanjikan oleh Yesus
kepada kita. Karenanya hidup yang dijanjikan Yesus bukanlah sekedar hidup,
namun hidup yang berkelimpahan.
Keempat hal ini, keselamatan, keamanan, bimbingan dan kesejahteraan adalah satu paket yang dimaksudkan dengan hidup
yang dijanjikan Tuhan. Ketika kita menerima hidup, yang adalah karunia dari
Allah buat kita, maka secara otomatis kita menerima hidup itu dalam segala
aspek-aspek yang dijanjikan Allah.
Refleksi
1. Gembala
lewat pintu depan
Gembala kalau masuk kandang, dia masuk
lewat pintu depan supaya penjaga membukakan pintu baginya. Jadi kiranya kita
harus jujur dan terus terang (bukan lewat pintu belakang).
2. Domba-domba mendengar gembala dan mengikutinya
Kiranya perkataan kita pun juga punya
bobot, bukan omong kosong. Sehingga orang-orang pun mengikuti bimbingan kita.
3. Mengenal nama dombanya
Kita pun harus mengenal jemaat kita di
gereja satu per satu, dan bukan hanya tahu, tapi mengenal sungguh-sungguh: kita
tahu masalahnya, kita tau pergumulannya, sehingga kita bisa menggembalakannya.
4. Menuntun ke rumput yang hijau
Sebagai gembala, kita harus punya karakter
pemimpin. Jangan menjadi pelayan yang loyo yang tidak punya leadership, karena kita harus menuntun
domba-domba. Pertanyaannya, apakah kita mau belajar menjadi seorang pemimpin? Kita
harus mempunyai sifat kepemimpinan. Seorang pempimpin harus bisa bediri
(memberikan arah), berjalan (berjalan bersama dengan yang dipimpinnya dan
dilayaninya, dan duduk (mendengarkan). Maka dia akan menjadi berkat dimana pun
dia berada.
5. Yesus berkata bahwa siapa pun yang masuk lewat pintu akan selamat
Seorang leader
dan gembala harus membawa seseorang kepada pintu keselamatan, yaitu Yesus. Kita
sering merasa sudah cukup bahagia saat bisa mengajak teman-teman kita ke
gereja, dan kita merasa cukup sampai di situ saja!
6. Gembala memberikan hidup bahkan hidup yang berkelimpahan
Seorang pelayan tidak hanya memikirkan
masalah rohani saja secara langsung tapi juga masalah-masalah kehidupan
(membantu orang-orang yang kesusahan, dll). Tuhan sudah menyiapkan ladang
buat kita untuk kita layani, pertanyaannya apakah kita mau?
7. Gembala mengorbankan nyawanya bagi domba-dombanya
Apa korban kita sebagai gembala? Tenaga,
waktu, uang, dan bahkan perasaan kita. Banyak orang yang melayani yang sakit
hati! Kadang kita melayani dengan benar pun sering dikritik dan disusahkan
orang. Korban 'perasaan" ini adalah bagian dari hidup seorang pelayan.
Kalau kita hanya menginginkan yang indah-indah kalau melayani, JANGAN melayani.
Saat melayani, kita harus punya prinsip bahwa apa pun yang terjadi, seberapa
berat pun, akan kita terima. Kepahitan dan kesulitan dalam pelayanan adalah
bagian yang tidak bisa kita lepaskan!
Setiap hal yang dilakukan seorang gembala, pasti akan dikritik dan digosipkan. Tidak ada pelayanan yang menggembirakan, selalu penuh resiko dan pengorbanan!
0 komentar:
Posting Komentar