“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu" Yohanes 15:16

Kamis, 29 Desember 2011

Galatia 4:4-7 (Khotbah Tahun Baru, 1 Januari 2012)

Hidup Sebagai Anak-Anak Allah, Ahli Waris Janji-JanjiNya

Jemaat Tuhan yang kami kasihi dalam Tuhan Yesus Kristus! Hari ini kita memasuki tahun yang baru, tahun 2012. Pertama-tama kami, Pimpinan Pusat GKPI, menyampaikan salam kepada semua warga dan pelayan GKPI: SELAMAT TAHUN BARU 2012.

Di saat pergantian tahun seperti ini, biasanya kita mengadakan perenungan terhadap pengalaman tahun yang lalu dan mengarahkan pandangan ke depan kepada tahun baru yang akan kita jalani. Kita merenungkan berbagai aspek kehidupan kita. Antara lain, secara ekonomi, apakah pekerjaan kita semakin produktif dan efektif dibanding tahun-tahun sebelumnya? Apakah upah kerja dan hasil kerja kita sebanding dengan produktivitas kerja kita? Apakah upah yang kita terima itu kita pergunakan secara baik dan benar? Dalam keluarga, apakah anak-anak terawat dalam pertumbuhan tubuh, jiwa dan roh dengan baik? Apakah hubungan keluarga kita semakin dipenuhi hubungan cinta kasih? Dan dalam kehidupan gerejawi, apakah hubungan kita semakin erat dengan persekutuan jemaat, atau malah menjauhkan diri, atau dijauhkan oleh jemaat? Apakah persekutuan dan pelayanan dalam jemaat/gereja semakin menumbuhkan iman percaya kita kepada Tuhan Yesus Kristus?

Jika di antara kita ada yang merasa gagal dalam hal-hal tersebut, apakah itu mendatangkan keputusasaan dan merasa hidup ini tidak berarti lagi? Atau jika kita merasa berhasil, apakah itu mendatangkan sukacita dan bahagia? Atau kita berpuas diri, atau tinggi hati?

Apapun yang kita peroleh dan alami pada tahun yang lalu, saat ini kita patut bersyukur kepada Tuhan, karena keselamatan yang kita terima di awal ttahun 2012 ini adalah anugerah Tuhan. Bukan karena kemampuan kita. Jika Tuhan masih memberikan hidup ini kepada kita, pastilah Ia menginginkan perbaikan dan kebaikan dalam hidup kita di hari-hari yang akan datang. Sebab Tuhan itu baik kepada semua orang (Mazmur 51:6). Tuhan ingin kita menikmati kuasa dan kebaikanNya. Hari ini, melalui FirmanNya, Ia memberikan pengharapan dan janji kepada kita: bahwa oleh dan dalam Yesus Kristus kita adalah anak-anak Allah, ahli waris janji-janjiNya.

Saudara-saudara yang kekasih dalam Tuhan Yesus Kristus! Kita baru saja merayakan hari Natal, merayakan kedatangan Yesus Kristus di dunia ini menjadi manusia, sama seperti kita, dan merasakan segala penderitaan, keluh kesah, dan perjuangan manusia. Ia telah mempersembahkan seluruh hidupNya, bahkan sampai mati di kayu salib, untuk menjadi tebusan dan pendamaian kita  kepada bapa di surge. Kristus telah bangkit, hidup kekal, dan memerintah dari tahtaNya di surge, melindungi dan menuntun hidup kita. Maka dalam kedatanganNya di dunia ini - kematian - dan kebangkitanNya, Kristus menebus kita dari cara hidup yang lama, cara hidup yang sia-sia, dan memindahkan kita kepada cara hidup yang baru, cara hidup yang benar, yaitu hidup sebagai anak-anak Allah.

Adapun cara hidup yang sia-sia itu adalah kita warisi dari Adam. Yaitu hidup yang menjauh dari Tuhan. Hidup yang mengandalkan kekuatan dan pikiran sendiri. Tidak rela untuk dipimpin dan dituntun oleh Tuhan. Tidak mau dikasihi oleh Tuhan, dan tidak mau hidup dalam kasih Tuhan, sebagai Bapa yang mengasihi anak-anakNya. Tuhan Yesus menyebutnya ibarat “anak yang hilang” (Lukas 15:12-16): anak yang tidak rela berada bersama bapanya, dan tidak mau menikmati secara bersama atas kekayaan bapanya. Ia lebih menyukai hidup mengembara dan menjadi hamba tau budak.

Saudara-saudara yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus! Tuhan Yesus dan para rasul telah mengajarkan dan memperingatkan kepada kita tentang cara hidup “anak yang hilang” itu melalui dua perilaku yang berpengaruh besar dalam hidup manusia dari dahulu sampai sekarang. Yang pertama, adalah jalan hidup kaum Yahudi Farisi dan ahli-ahli Taurat, yaitu hidup yang amngandalkan kemampuan dan perbuatan manusia. Kerja dan perbuatan manusia, itulah yang menentukan hidup ini. Perbuatan dan kerja itu dilaksanakan dan dinilai menurut hukum-hukum agama dan adat-istiadat. Dalam cara hidup yang demikian, dosa dimengerti adalah pelanggaran/kesalahan yang dapat dibuktikan secara hukum, atau perbuatan-perbuatan jahat yang menyakiti sesame manusia. Sementara keadaan hidupnya di hadapan Tuhan tidak dipandang sebagai dosa.  Tidak menyembah Tuhan tidak dianggap berdosa. Bahkan, mereka merasa tidak berdosa dan sesat sekalipun keinginan dan tujuan hidupnya telah sesat menyimpang dari maksud dan kehendak Tuhan.

Kuasa dan kehendak Tuhan semakin dijauhkan. Tuhan tidak menjadi bapa dalam hidup ini. Padahal, hukum Taurat berkata, bahwa dosa yang pertama dan terutama adalah “tidak menyembah Tuhan” (Hukum 1-4). Raja Daud sendiri sebagai yang berkuasa dan terhormat, yang tidak merasa berdosa terhadap sesama manusia, berkata: Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kau anggap jahat, supaya ternyata Engkau adil dalam keputusan-Mu, bersih dalam penghukuman-Mu (Mazmur 51:6). Yesus juga menegur: Mengapa kamu pun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu? (Matius 15;3).

Saudara-saudara yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus! Kita harus bekerja! Itu adalah perintah Tuhan dan berkat Tuhan. Firman Tuhan berkata: Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan (2 Tesalonika 3:10). Namun demikian, yang memberkati pekerjaan kita bukanlah kita sendiri. Yang membuat pekerjaan kita berbuah bukanlah kemampuan kita sendiri. Yang membuat hasil kerja kita menjadi berkat bagi kita juga bukan oleh pekerjaan kita itu. Bahkan yang membuat kita hidup dan dapat bekerja bukalah kemampuan kita sendiri. Itu adalah kuasa dan pekerjaan Tuhan. Dan Tuhan tidak dapat dipengaruhi oleh pekerjaan kita itu.

Demikian juga halnya dengan dosa. Dosa dan kesesatan hidup kita tidaklah cukup hanya dinilai berdasarkan hukum-hukum yang ada, apakah itu hukum-hukum agama, hukum-hukum Negara atau adat-istiadat. Dosa pertama-tama adalah terletak dalam hubungan kita dengan Tuhan. Hati dan hidup kita yang menjauh dari Tuhan adalah dosa. Oleh karena itu, kita bekerja dan berbuat bukan sekedar untuk mencari hormat dan kebutuhan hidup kita sendiri. Kerja kita haruslah juga memuliakan Tuhan, yang memberkati pekerjaan manusia. Waktu dan hidup yang diberikan Tuhan kepada kita tidaklah kita habiskan untuk bekerja, tetapi juga kita harus menyediakan waktu untuk beristirahat ataus sabat, watu untuk Tuhan, waktu untuk menyembah Dia. Demikian juga hasil kerja kita, tidaklah hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk memuliakan Tuhan dan menolong sesama dengan persembahan-persemabahan kita kepada Tuhan melalui gerejaNya di dunia ini. Ketika kita berada di naungan kuasa Bapa, yaitu dalam penyembahan dan persembahan, disitulah kita menyadari dan merasakan kelemahan dan kedosaan kita, dan merasakan pekerjaan Firman dan RohNya membahurui hidup kita, dan merasakan betapa besar kemurahan Tuhan yang memelihara dan memberkati kita. itulah kiranya yang dinasihatkan rasul Paulus kepada kita: Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yangs ejati  (Roma 12:1).

Saudara-saudara, jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus! Cara hidup kedua yang ditegur oleh firman Tuhan tentang “anak yang hilang” itu adalah cara hidup bangsa Yunani. Mereka adalah orang-orang yang sangat mengagungkan dan mengejar ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut mereka, hidup manusia di dunia ini bergantung pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Apa yang tidak dapat diketahui melalui ilmu pengetahuan dan teknologi (admin: dibuktikan secara ilmiah) tidak boleh dpercaya dan tidak perlu dituruti. Karena itula mereka berkata: kita tidak dapat mempercayai Tuhan, karena Tuhan tidak dapat diketahui melalui ilmu pengetahuan dan teknologi; manusia tidak memerlukan Tuhan lagi karena ilmu pengetahuan dan teknologi telah dapat memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia (catatan admin: padahal mereka mempercayai dewa-dewi yang juga tidak bisa dibuktikan keberadaannya secara ilmiah? Atau mungkin yang dimaksud adalah golongan Gnostik yang penganutnya kebanyakan dari bangsa Yunani?). Selanjutnya bagi mereka, dosa bukan soal perbuatan baik dan jahat. Dosa, bagi mereka, adalah kebodohan. Orang berdosa ialah orang-orang bodoh; orang pintar dan berpegetahuan itulah orang beriman.

Hal serupa melanda kehidupan kita di zaman ini, yang disebut zaman modern, yaitu zaman yang mendewakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak orang kini tidak merasa perlua akan Tuhan. Bahkan di kalangan orang yang masih mengakui bahwa Tuhan ada dan berkuasa, tetapi cenderung pengakuan itu hanya sebatas pengetahuan untuk dibicarakan atau didiskusikan; bukan untuk disembah. Tuhan diperlakukan sebagai obyek pengetahuan, yang justru sering menjadi perdebatan dan pertengkaran. Pengetahuan tentang Tuhan menjadi ukuran menyebut diri sebagai orang yang beriman.

Cara hidup orang Yunani seperti itulah yang diperingatkan oleh rasul Paulus: Sebab pemberitaan tentang salibmemang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan, pemberitaan itu adalah kekuatan Allah. Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia. (1 Korintus 1:18, 25). Rasul Yakobus menegur lebih keras lagi: Engkau percaya (mengatahui) bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun juga percaya (mengetahui) akan hal itu dan mereka gemetar. (Yakobus 2:19).

Saudara-saudara yang kami kasihi dalam kasih Tuhan Yesus Kristus! Kita memerlukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita berusaha untuk memperolehnya, sebanyak mungin dan setinggi mungkin. Kita perlu menyeolahkan anak-anak kita. Ilmu pengetahuan dan teknologi kita perlukan untuk mengetahui berbagai hukum-hukum alam dan rahasia yang terkandung dalam semua ciptaan Tuhan. Dengan itu kita dapat lebih mudah dan lebih lancer bekerja, dan untuk membangun persahabatan dengan semua orang dan dengan seluruh alam ciptaan Tuhan. Namun kta harus menyadari, bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak dapat dipakai untuk menyelidiki Tuhan. Sebab Tuhan bukan obyek yang dapat diselidiki dengan ilmu pengetahuan. Tuhan adalah subyek, pribadi yang hidup, yang Mahakuasa, yang tidak terselami oleh pikiran manusia.

Yohanes 3:8 menyebutkan: Tuhan adalah seperti angin bertiup kemana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau kemana ia pergi. Sebagai pribadi yang hidup, pribadi kita bersahabat dengan Dia.

Kalau kita analogikan kepada keluarga kita masing-masing: Bagaimana perasaan kita jika setelah kita menyekolahkan anak-anak, kemudian mereka meninggalkan kita karena merasa teah pintar, dan menyebut Bapanya orang bodoh? Bagaimana perasaan kita jika anak-anak kita yang pintar-pintar itu mengakui bahwa ia mem[unyai bapa dan ibu, tetapi tidak pernah berkomunikasi dengan mereka? Maka dalam keluarga kita masing-masing, selayaknya juga kita mempertanyakan: Berapa banyak tenaga dan uang yang kita pergunakan untuk menyekolahkan anak-anak kita; dan berapa banyak tenaga dan uang yang kita pergunakan untuk membangun iman kepada Tuhan?

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini tidak boleh membuat kita menjauhkan Tuhan. Sebaliknya, kita harus mempergunakannya untuk bersahabat dengan Tuhan: menyembah Dia, memuji dan memuliakan namaNya. Dan bagi kita yang masih mengakui Tuhan sebagai yang Mahakuasa dan Juruselamat, jangan juga menjadikan persahabatan kita dengan Tuhan sebatas pengetahuan kita bahwa Tuhan ada. Sebagai pribadi yang hidup, yang Mahakuasa, dan yang mengasihi semua ciptaanNya, Ia mengundang pribadi kita untuk bersahabat dengan Dia dan menikmati kebesaran kasih pemeliharaanNya sebagai Bapa kepada anak-anakNya.

Saudara-saudara, kita semua, warga jemaat yang ditebus oleh Tuhan Yesus Kristus! Sesungguhnya, kitalah anak-anak Allah, yang telah ditebus dan dimeteraikan dengan baptisan kudus. Jangan ada di anatara kita yang meragukan itu. Kita sungguh-sungguh anak-anak Allah, yang Ia kasihi. Firman ini menegaskan. Sebagai anak-anak Allah, maka kitalah ahli-ahli waris dari janji-janjiNya. Tuhan senantiasa mau menyertai dan memberkati kita.

Pendeta Haddon Robinson menceritakan pengalamnnya sebagai bapa terhadap anak-anaknya:

Saya biasa bermain dengan anak-anak saya sewaktu mereka masih kecil. Saya menggenggam beberapa uang logam dan membiarkan anak-anak saya mencoba untuk membuka tangan saya. Anak-anak itu pun duduk di pangkuan saya sambil berusaha keras untuk mendapatkan uang logam itu. Begitu mereka mendapatkannya, mereka bersorak kegirangan sambil meloncat-loncat menunjukkan hadiah mereka. Saya sangat gembira melihat anak-anak saya tertawa dan bermain di pangkuan saya. Bukan uang yang menjadi masalah. Yang menjadi pokok perhatian adalah pribadi dan tangan yang menggenggam segala yang tersembunyi itu.

Tuhan tahu kita perlu uang, makanan dan minuman, pakaian, pendidikan. Tetapi Tuhan bermaksud memberi lebih dari itu. Janji Tuhan lebih dari hal-hal yang materi bagi anak-anakNYa.

Janji Tuhan yang utama kepada umatNya, sejak Musa (umat Israel), kepada murid-muridNya, dan kepada gerejaNya sepanjang masa adalah: Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman (Keluaran 3:12, matius 28:20). Pemazmur, dalam Mazmur 37:25, mengungkapkan pengalamannya akan janji Tuhan itu: Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti. 

Firman ini menerangi kita menjalani tahun yang baru ini, memperbaiki hubungan kita dengan Tuhan. Kami mengajak kita semua, pelayan dan warga GKPI untuk hidup sebaga anak-anak Allah; dan menjadikan setiap keluarga/rumah tangga, dan Jemaat/Gereja GKPI sebagai keluarga Allah. Dalam terang Firman ini kami juga megajak semua pelayan dan wrga GKPI untuk mewujudnyatakan tiga program strategis GKPI sebaggai tujuan dan program bersama dalam membangun Jemaat/Gereja GKPI sebagai keluarga Allah:
1)    Meningkatkan penyembahan dan persembahan kepada Tuhan.
Yang pertama dan terutama menandai hidup anak-anak Tuhan adalah menyembah Tuhan (dengan pujian, doa dan Firman, serta persembahan).
2)    Membangun kebersamaan yang tolong-menolong.
Satu keluarga, dalam mengerjakan sesuatu pastilah tidak berdasarkan upah, tetapi saling melayani. Dan saling menolong tidak berdasarkan hitungan dagang, melainkan saling memberikan dari apa yang ada padanya. Demikian juga kita GKPI sebagai keluarga Allah. Kita saling menolong adalah atas dasar pelayanan. Demikian juga kita saling menolong antar sesama warga dan antar semua Jemaat dalam satu kesatuan GKPI melalui persembahan-persembahan kita kepada Tuhan, Bapa kita.
3)    Mengelola penyembahan dan persembahan secara jujur dan bertanggungjawab.
Hal yang utama dalam persekutuan satu keluarga adalah kejujuran dan pertanggungjawaban. Demikianlah kita semua sebagai anak-anak Allah harus menyembah Tuhan dan membawa persembahan kepadaNya dalam kejujuran dan pertanggungjawaban. Demikian juga para pelayan, hendaklah mempergunakan persembahan-persembahan kepada alamatnya secara jujur dan bertanggungjawab.

Sekali lagi, kami ucapkan Selamat Tahun Baru. Marilah kita berlaku sebagai anak-anak Allah dalam menjalani tahun baru yang disediakan Tuhan di depan. Tuhan senantiasa menyertai dan memberkati! Amin.

Pdt. Patut Sipahutar
Bishop GKPI


Postingan Terkait



0 komentar: