“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu" Yohanes 15:16

Senin, 12 Desember 2011

Lukas 1:39-45 (Khotbah Minggu, 18 Desember 2011)

Peran Perempuan Dalam Sejarah Keselamatan

Pendahuluan
Maria & Elisabet  sedang hamil pada saat yang sama. Elisabet sudah tua dan sudah lanjut usia. Sedangkan Maria, seorang wanita muda. Namun mereka memiliki kesamaan: mereka adalah sepupu, mereka berdua sedang menjalani kehamilan pertama mereka, mereka menjadi hamil melalui kuasa Allah, Allah mengutus malaikat Gabriel kepada keduanya untuk mengumumkan tentang suatu kelahiran, dan mereka berdua diberi anak yang sama-sama memainkan peran kunci dalam rencana keselamatan Allah. 

Pejelasan
Dalam ayat 39 dikatakan; “Beberapa waktu kemudian…”, ini berarti pada bulan-bulan awal usia kandungan Maria. Sebab di atas perikop ini disebutkan; Maria baru mendapat kabar sukacita dari malaikat Gabriel (Luk. 1:26-38). Dan itu juga berarti usia kandungan Elisabet sudah lebih dari enam bulan (band. Luk. 1:36). Mereka berdua tidak memiliki orang lain untuk diajak bicara. Alkitab memberitahu kita bahwa Elizabeth "mengandung dan selama lima bulan ia tidak menampakkan diri" (Luk. 1:24). Seperti Elisabet, Maria juga tidak punya teman untuk diajak bicara karena dia hamil di luar pernikahan.

Disini terjadi pertemuan antara dua perempuan yang akan mendapat anak secara aneh. Yang satu karena belas kasihan Allah sekalipun dimasa tua. Sang anak akan menjadi ‘pembuka jalan' bagi kehadiran Juruselamat dunia. Yang satu karena pilihan khusus dari Allah. Sang Anak akan menjadi Juruselamat dunia. Keduanya mempunyai pengalaman berbeda, akan tetapi satu dalam hal bahwa peranan Tuhan Allah sendirilah yang menghadirkan Bayi dalam kandungan mereka. Oleh karena itu kedua bayi ini mempunyai misi masing-masing. Misi itu dikatakan oleh malaikat kepada Zakharia - untuk Yohanes Pembaptis - dan kepada Maria - untuk Yesus Kristus. Bahkan nama mereka pun disiapkan, jauh sebelum lahir.

Karena peranan Allah ini, maka sepertinya kita melihat ada komunikasi antara kedua bayi itu. Ketika Maria mengucapkan salam, bayi dalam rahim Elisabeth seperti melonjak. Para ibu yang pernah hamil, pasti tahu bahwa tendangan kecil dari sang bayi dalam rahim saja sudah terasa sakit sekali. Apalagi melonjak. Tapi Elisabeth tidak mengerang. Dia malahan bersukacita karena pengalaman iman membuat orang bisa bersaksi di tengah rasa sakit.

Tidak Ada Kecemburuan Dalam Roh Kudus
Zakharia Sudah diberitahu bahwa Yohanes Pembaptis akan menjadi "besar di mata Tuhan" (Luk. 1:15) dan bahwa ia akan pergi "mendahului Tuhan, dalam roh dan kuasa Elia" (Luk. 1:17). Demikian pula, Maria diberitahu bahwa putranya "... akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Tuhan Allah mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhurnya, dan ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan" (Luk. 1:32-33).

Dua perempuan yang sedang hamil pada saat yang sama, dengan bayi ditakdirkan untuk melakukan hal yang besar. Tapi tidak ada persaingan, tidak ada rasa cemburu, tidak ada kontes tentang siapa yang memiliki bayi terbaik dan terbesar. 

Perhatikan bagaimana Elizabeth menyambut Maria. Dia berseru dengan suara nyaring, "diberkatilah engkau di antara semua perempuan, dan diberkatilah buah rahimmu!" (Luk. 1:42). Menurut Elizabeth, anak Maria diberkati. Dia diberkati karena Dia adalah Mesias, Anak dari Yang Mahatinggi. Tidak hanya anak dalam rahim Maria yang diberkati, tetapi Allah juga telah memberikan berkat besar kepada Maria. Maria "diberkati" di antara perempuan. Dia telah khusus diberkati oleh Tuhan. Elizabeth, melalui Roh Kudus, mengakui bahwa Maria telah diberkati oleh Tuhan untuk perawat dan merawat dan mengajarkan Mesias! 

Betapa luar biasanya kata-kata Elizabeth itu. Dalam budaya saat itu, adalah wajar bagi Maria untuk memberi penghormatan kepada Elizabeth yang lebih tua. Tapi Elizabeth, melalui Roh, mengakui bahwa ia berada di hadapan ibu dari Mesias, jadi dia memuji Maria.

Kita melihat bahwa Elizabeth, dan Yohanes Pembaptis - melalui Roh - memahami kebesaran Allah, mereka tahu bahwa Allah telah melakukan sesuatu yang hebat dalam diri Maria. Mereka tahu bahwa kemuliaan dan “berkat” untuk Maria itu datang bukan dari apa yang dia lakukan atau tidak lakukan, tetapi kemuliaan dan berkat datang dari Allah sendiri. Apa yang Tuhan lakukan bagi Elisabet dan Zakharia adalah hal yang, menakjubkan. Tidak hanya Dia membuka rahim Elizabeth tetapi ia memungkinkan mereka untuk memiliki anak di usia tua mereka. Namun, Elizabeth menyadari bahwa apa yang Tuhan lakukan bagi Maria jauh lebih besar daripada apa yang Dia lakukan untuknya. 

Bukan saja tidak ada persaingan dan rasa cemburu antara dua ibu tetapi tidak ada persaingan juga antara anak-anak mereka. Alkitab mencatat dengan jelas bahwa Yohanes Pembaptis "ia bukan terang, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu" yaitu Yesus Kristus (Yoh. 1:8). Dalam menanggapi pertanyaan oleh para imam dan orang Lewi, Yohanes Pembaptis mengatakan ia bukan Mesias atau Elia (Yoh. 1:20-21). Yohanes Pembaptis mengatakan bahwa Yesus jauh lebih tinggi darinya (Yoh. 1:30), ia mengatakan bahwa Yesus lebih kuat, ia berkata ia merasa tidak layak untuk melepaskan tali kasut Yesus dan ia juga berkata, Yesus membaptis dengan Roh dan api sementara ia membaptis dengan air (Luk. 3:16). Yohanes Pembaptis juga mengatakan bahwa ia harus makin kecil sementara Yesus harus makin besar (Yoh. 3:30). Bahkan, seluruh tujuan pelayanan Yohanes adalah untuk bersaksi kepada Yesus (Yoh. 1:7, 30-31).

Sudah sejak dari dalam kandungan, respon Yohanes Pembaptis terhadap kehadiran Yesus adalah "melonjak kegirangan" (ayat 44). Yohanes Pembaptis justru mengalami sukacita bukan kecemburuan atau kompetisi ketika ia pertama kali datang ke hadirat Yesus. 

Pergumulan Dilalui Dalam Kebersamaan
Kita bisa menduga, selama tiga bulan Maria tinggal bersama Elisabet (Luk. 1:56), mereka menangis bersama, tertawa bersama, berdoa bersama, dan saling menguatkan satu sama lain. 

Dalam perspektif perempuan, akan terasa bahwa kedua tokoh itu sebetulnya orang-orang yang kehidupannya "dipermainkan" tanpa sadar oleh siapa dan dengan alasan apa. Elisabet tergolong orang yang "kena aib" karena tidak memiliki anak (dalam budaya Yahudi pernikahan yang tidak dianugerahi anak, dianggap sebagai pernikahan yang tidak diberkati. Hal ini lalu dihubungkan dengan hukuman Tuhan. Bahwa Tuhan sengaja mendatangkan aib bagi keluarga yang tidak memiliki anak); Tapi kini Elisabet mengandung pada hari tua. Tak wajar! Sudah bertahun-tahun Elisabet hidup tenang dalam golongan "kaum kena aib", sekarang dibuat mengandung! Dipermainkan! Maria lebih runyam lagi. Ia diberi tahu akan melahirkan sebelum menjadi istri Yusuf. Itu merupakan suatu aib yang besar.

Namun demikian, mereka terus hidup dan bertahan. Mereka saling menguatkan dengan saling membicarakan kehidupan mereka. Dengan saling berbagi pengalaman dan penderitaan, masalah yang besar menjadi tidak lagi mengusik. Malah menurut Lukas, di situ bisa tumbuh kegembiraan. Dari mana datangnya kegembiraan itu? Dari dalam kandungan. Dan apa yang paling membuat Maria merasa gembira dan beruntung? Tak lain tak bukan: "buah rahim"-nya.

Peran Perempuan Dalam Sejarah Keselamatan
Aib yang paling dalam, yang menyangkut keberadaan Maria dan Elisabet sebagai perempuan, kini bertukar menjadi berkat yang muncul dari kegembiraan dan kekuatan iman. Inti kehidupan perempuan yang dalam Kej. 3:16 yang terumus sebagai penderitaan kini menjadi jalan berkat.

Allah memilih ibu untuk Anak-Nya, seorang putri Israel, seorang wanita muda Yahudi dari Nazaret di Galilea. "seorang perawan yang bertunangan dengan seorang yang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria "(Luk. 1:26-27). Allah juga memilih ibu untuk “sang pembuka jalan” bagi anak-Nya itu.

Bapa yang penuh belas kasihan menghendaki “proses kelahiran” sebagai jalan menuju keselamatan. Sehingga seorang perempuan tidak hanya punya andil dalam mendatangkan kematian (dosa), Tetapi juga memberikan kontribusi bagi datangnya keselamatan kekal.

Lukas mencatat kata-kata penutup dari pertemuan ini dengan sebuah pernyataan iman:
”berbahagialah ia yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana”. Dua orang yang berbagi pengalaman iman tersimpul dalam sebuah pernyataan iman. Dan itu cukup untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Sebab dengan iman, apa yang dianggap sebagai derita akan diubah menjadi sukacita.

Refleksi

Apakah kita memiliki sikap yang seperti Elizabeth dan anaknya, Yohanes Pembaptis dalam memandang Tuhan dan sesama? 

Maukah kita membuang rasa cemburu dan dan sikap persaingan yang keterlaluan dalam diri kita?

Apakah kita mau bahwa "Tuhan harus menjadi besar, saya harus menjadi lebih kecil"?

Apakah kita sungguh-sungguh mau ‘melonjak kegirangan’ di hadapan Tuhan sampai kita mengesampingkan semua pikiran tentang diri kita dan kemuliaan kita sendiri? 

Siapakah yang menjadi teman kita bicara saat kita menghadapi pergumulan?

Bagaimanakah seharusnya sikap orangtua dalam memandang anak-anaknya? Bukankah mereka sebagai anugerah Allah bagi kita? Apakah yang harus kita lakukan bagi masa depan mereka?

Bagaimanakah seharusnya sikap seorang suami memandang isterinya? Bukankah seorang isteri memiliki peranan besar dalam kehidupan rumahtangga?

Pdt. Anthony L Tobing

Postingan Terkait



3 komentar:

Unknown mengatakan... Balas

Syaloom pak2 Pdt. Terberkati firman-nya. Ijin share. Salam UKSW

PPKN mengatakan... Balas

Shalom pk pendeta. Tuhan selalu memberkati. Tolong juga Doakan Saya dan keluarga supaya tetap sehat dan penuh hikmat dan kebijaksanaan dari pada Tuhan.

Unknown mengatakan... Balas

Haleluya pak Pdt, semoga sukses dlm pelayanan.