“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu" Yohanes 15:16

Sabtu, 12 November 2011

Roma 12:12-21 (Khotbah Epistel)

Hidup Damai Dalam Kebersamaan

Pendahuluan
Konflik merupakan bagian dari setiap organisasi yang tidak terelakkan atau tidak bisa dihindari. Hal ini disebabkan oleh kompleksnya sifat manusia (human nature), kompleksnya hubungan antarmanusia (human relationship) dan kompleksnya struktur organisasi (organizational structures). Konflik itu bisa diredam, namun tidak bisa dihilangkan. Hal yang bijak bagi seorang pemimpin adalah: mengidentifikasi dan memahami konflik, belajar menghadapi, berusaha mengelola serta menyelesaikan konflik.

Membangun kebersamaan tidak mudah. Semakin banyak orang di dalam sebuah kelompok, semakin banyak perbedaan dan potensi konflik. Paulus sangat memahami hal ini dan memberikan nasihat kepada jemaat di Roma sebagai pedoman praktis bagaimana seharusnya mereka mengelola konflik untuk membangun kebersamaan sebagai anggota tubuh Kristus.

Penjelasan
Pertama, tetaplah berpengharapan, bersabar dan berdoa, apa pun konflik yang sedang dihadapi (ayat 12). Paulus mengajak jemaat untuk tidak menyerah kepada konflik yang pahit, tetapi bertekun dan bersikap positif dalam menggapai penyelesaian. Ketika dunia tidak lagi memberikan harapan yang baik kepada manusia, kita diminta untuk tetap bersukacita, sabar dan senantiasa tekun dalam doa. Itulah sikap orang Kristen yang benar dalam menyikapi situasi sesulit apapun, sehingga kita tidak jatuh kepada keputusasaan.

Kedua, kemurahan hati adalah prinsip penting dalam mencegah konflik, bahkan mengobati jika konflik ini terjadi (ayat 13). Sebab kesombongan dan kecongkakan malah akan memperbesar konflik yang sedang terjadi bukan meredamnya. Perhatikan konflik-konflik yang terjadi di Indonesia, bukankah kecongkakan adalah salah satu akar yang paling utama?

Ketiga, bangkitkanlah semangat menjunjung tinggi persatuan dan kesehatian (14-16). Kita harus selalu menunjukkan kebaikan, meskipun kepada orang yang menganiaya kita. Ketika orang lain sedang bersusah hati, kita ikut bersusah hati, demikian pula sebaliknya, ketika orang lain bersukacita, kita pun larut di dalamnya. Simpati dan empati adalah dua kata yang amat dalam dan penting artinya di dalam memelihara kesatuan. Kita diminta untuk tidak merasa lebih unggul, lebih pandai, atau lebih penting daripada orang lain. Sikap demikian adalah penghancur kesatuan dan kesehatian.

Keempat, berusahalah hidup damai dengan semua orang (17-20). Bahkan dengan musuh yang paling menyakitkan pun, orang Kristen harus berinisiatif untuk hidup damai dan berdamai. Pelayanan yang kita lakukan kepada teman dan sahabat kita, harus kita lakukan juga kepada mereka yang telah berbuat jahat. Tugas kita adalah memberkati dan berbuat kebaikan. Pembalasan adalah hak Tuhan.

Refleksi
Kita tentu mengenal - setidaknya - satu orang, yang lebih sering berkonflik daripada berdamai dengan kita. Ketidakserasian bisa muncul dalam berbagai bentuk: dua kepribadian bisa tidak cocok; sistem kepercayaan dan ideologi yang berbeda bisa menimbulkan perdebatan; kata dan perbuatan bisa disalahpahami. Tetapi melalui Yesus Kristus, hampir semua perbedaan dapat diatasi. Orang yang menerima Dia sebagai Juruselamat memiliki kemampuan untuk menjalani kehidupan yang damai. Tuhan Yesus memanggil setiap orang percaya untuk menjadi sumber penghiburan dan pertolongan bagi orang lain, bukan menjadi sumber konflik.

Konflik timbul akibat hidup di dalam `daging’ (keinginan dasar manusia untuk memuaskan diri sendiri dengan segala cara). Tetapi orang percaya sudah diberi Roh Kudus agar bisa bertindak dalam Roh, bukan dalam daging. Jika kita menyerahkan kendali hidup kita kepada Tuhan, kebajikan dan anugerah-Nya akan mengalir melalui hidup kita, dan menciptakan keharmonisan.

Anugerah-Nya itu akan terungkap melalui doa, ketika kita melakukan kebiasaan untuk membawa orang lain kepada Bapa. Kemudian, kita akan dengan tulus membicarakan masalah relasi itu dengannya, entah itu berupa luka lama, anggapan yang salah, maupun pola pikir yang tidak sehat. Hanya ada satu cara untuk mengatasi sumber konflik: kita harus bersedia menunjukkan perhatian kita dan mendengarkan sudut pandang orang lain. Kadang mungkin diperlukan bantuan konselor yang baik untuk melakukan langkah ini. Akhirnya, jika akar persoalan sudah ditemukan, kedua pihak bisa sama-sama memulihkan keharmonisan dengan bersedia menyelesaikan masalah baru jika diperlukan.

Allah menghendaki orang percaya hidup dalam perdamaian, tetapi Dia tahu kita tidak akan dapat mencapai keharmonisan itu sendirian. Karena itulah Dia memberi kita Penolong, yaitu Roh Kudus. Amin.

Pdt. Anthony L Tobing

Postingan Terkait



0 komentar: