“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu" Yohanes 15:16

Senin, 28 November 2011

Lukas 3:11-14 (Khotbah Minggu, 11 Desember 2011)

Buah Yang Baik Sebagai Tanda Pertobatan

Pendahuluan
Banyak orang memahami istilah “pertobatan” berarti “berbalik dari dosa.” Ini bukanlah definisi Alkitab mengenai pertobatan. Dalam Alkitab, kata “bertobat” (metanoia) berarti “berubah pikiran.” Alkitab juga memberitahu kita bahwa pertobatan yang sejati akan menghasilkan perubahan tindakan (Lukas 3:8-14, Kisah Rasul 3:19). Kisah 26:20 menyatakan, “Tetapi mula-mula aku memberitakan bahwa mereka harus bertobat dan berbalik kepada Allah serta melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan pertobatan itu.” Definisi pertobatan yang sepenuhnya secara Alkitabiah adalah perubahan pikiran yang menghasilkan perubahan tingkah laku.

Pertobatan yang sejati adalah perubahan atas tujuan yang Anda kejar, dan bukan sekadar perubahan dalam cara Anda mengejar cita-cita Anda.  Seseorang bisa saja mengubah cara dia bertindak, namun tetap mengejar kebahagiaan pribadinya. Dia bisa saja orang yang tidak percaya kepada Yesus atau pada kekekalan, akan tetapi dia bisa melihat bahwa berbuat baik itu bisa menguntungkannya di dunia ini dan memberi dia banyak keuntungan pribadi (yang bersifat sementara). Petobat sejati menjadikan kemuliaan Allah dan kemajuan Kerajaan-Nya sebagai cita-citanya. Dia memilih hal tersebut sebagai tujuan hidupnya, karena dia melihat hal ini sebagai kebajikan yang lebih utama dibandingkan kebahagiaan pribadinya. Bukan karena dia tidak peduli dengan kebahagiaan pribadinya, melainkan karena dia lebih mengutamakan kemuliaan Allah, karena kemuliaan Allah adalah kebajikan yang lebih utama.

Ajaran Yohanes
Ada tiga golongan yang menanggapi dengan sungguh-sungguh “Baptisan Yohanes” dan memiliki tekad untuk bertobat, golongan pertama adalah orang banyak. Orang banyak ini mewakili masyarakat umum. Yang kedua, pemungut-pemungut cukai dan ketiga adalah pajurit-prajurit.

Kepada orang banyak, Yohanes berpesan; agar setiap orang melakukan tindakan sosial sebagai kepedulian. Jika memiliki lebih harus memberi kepada yang berkekurangan. Tingkat kesenjangan sosial ekonomi masyarakat zaman itu juga terjadi pada zaman sekarang. Kesenjangan ekonomi memunculakn disharmoni dalam hidup masyarakat hingga memunculkan tindakan kriminalitas; pencurian, pembunuhan, konflik keluarga, dll. Di masa sekarang ini orang berlomba-lomba mengejar kepentingan dan kesenangan pribadi dibanding dengan kepentingan orang lain. Gaya hidup ‘mewah’ anggota DPR/MPR yang menjadi sorotan belakangan ini menjadi gambaran bahwa tingkat kepedulian kepada sesama hamper hilang. Disaat rakyat banyak menjerita “lapar”, wakil rakyat justru berlomba memamerkan mobil-mobil mewah di halaman parkir kantor mereka. Di saat rakyat masih banyak yang tinggal di pemukiman kumuh, mereka justru berjuang untuk membangun gedung perkantoran yang fasilitasnya setara dengan hotel berbintang 5. Yohanes mengingatkan orang banyak itu agar merubah pola hidup mereka agar lebih sensitif kepada orang-orang miskin.

Kepada pemungut-pemungut cukai, Yohanes berpesan; agar jangan mencari keuntungan pribadi lewat jabatan yang mereka sandang. Ada banyak pejabat pemerintahan pada zaman itu yang menyalahgunakan jabatan mereka untuk meraup keuntungan  dan kesenangan pribadi. Sama seperti zaman ini, pejabat-pejabat publik banyak yang terjerat dalam kasus korupsi. Dimana seharusnya mereka mengumpulkan uang rakyat untuk dikelola bagi kepentingan rakyat malah mereka gunakan hanya untuk kepentingan pribadi. Memperkaya diri dengan jalan menyengsarakan orang lain apalagi itu adalah orang banyak (rakyat kecil) merupaan dosa. Sama saja dengan pencuri, yang mengambil yang bukan menjadi haknya. Pesan Yohanes pada mereka adalah hiduplah jujur dan jadikanlah jabatanmu itu menjadi suatu kehormatan.

Kepada prajurit-prajurit, Yohanes berpesan; Tugasmu adalah menjamin keamanan warga masyarakat, namun yang terjadi justru sebaliknya - meresahkan dan menjadi teror bagi masyarakat. Kebanyakan prajurit di zaman itu betindak sebagai pemeras bagi rakyat. Tindaan mereka menimbulkan keresahan, ketakutan dan ketidaknyamanan dalam masyarakat. Perlengkapan senjata yang seharusnya diapaki untuk melindungi rakyat menjadi senjata untuk menakut-nakuti rakyat. Hal ini tidak boleh lagi terjadi, mereka harus mencukupkan diri mereka dan keluarga dengan gaji mereka. Bagaimana dengan zaman ini? Hampir sama dengan yang terjadi pada zaman itu. Aparat penegak hukum yang penyandang senjata untuk keamanan rakyat justru memakai senjata itu untuk memeras rakyat. Mungin caranya tidak dengan todongan “senjata” tapi lebih sering dengan todongan “amplop”. Sudah menjadi rahasia umum di Negara kita, bahwa suatu masalah hokum tidak akan pernah selesai tanpa uang pelican. Hal ini juga tidak boleh lagi terjadi di Negara kita. Biarlah kita semua (terlebih aparat hokum) mensyukuri gaji yang kita peroleh. Jika dirasa masih kurang, mari kita ajukan kenaikan gaji - bukan mencarinya dari rakyat, apalagi rakyat kecil. Perlu diingat; bahwa Allah peduli terhadap kehidupan kita. Dia tidak akan membiarkan orang-orang yang dikasihi-Nya hidup menderita dalam kemiskinan dan kekurangan. Bekerjalah dengan penuh rasa syukur, maka Allah akan mencukupkan kebutuhanmu.

Refleksi
Ketiga golongan di atas mewaili gambaran kemanusiaan zaman ini, Firman ini menuntut setiap kita untuk bertobat sungguh-sungguh, pertobatan yang dapat dilihat dan dirasakan oleh diri sendiri dan orang lain, terlebih oleh Allah. Yohanes Pembaptis berkata, “Jadi hasilkan buah-buah yang sesuai dengan pertobatan…” (ayat 8a). Pertobatan sejati akan menghasilkan karya (buah), dan ini akan menuntun kita pada keselamatan kekal.

Dalam iman Kristen, “buah yang baik” merupakan tanda dari pertobatan. Iman Kristen tidak mengenal teori pertobatan tetapi praktik dari pertobatan itu sendiri. Jadi, pertobatan itu bukan sekedar ucapan belaka di depan umum maupun doa-doa pribadi maupun dalam kebaktian di gereja. Pertobatan harus kelihatan dalam kehidupan sehari-hari dan dapat dirasakan oleh orang lain.

Orang bisa saja pura-pura bertobat, di depan umum dia menyesali dan menangisi dosanya, berdoa dihadapan Tuhan memohon pengampunan dosa. Namun praktik hidupnya masih saja mengulangi perbuatan dosa itu. Yohanes mencap orang seperti itu sebagai “keturunan ular beludak” (ayat 7), yang berarti Munafik. William Hendriksen mengatakan bahwa ini adalah ular yang banyak terdapat di gurun, dan ular ini sekalipun kecil tetapi sangat berbahaya karena sangat berbisa dan sering kelihatan seperti ranting yang mati, tetapi menggigit pada waktu dipegang (band. Kis 28:3).

Pertobatan berbeda dengan memperbaiki kesalahan. Pertobatan berkaitan dan tak dapat dipisahkan dengan ketaatan. Pertobatan sejati adalah kembali taat terhadap apa yang Allah katakan. Pertobatan tanpa ketaatan hanyalah pertobatan yang semu.

Perintah berbeda dengan permintaan. Perintah harus dilaksanakan, sedangkan permintaan boleh ditaati dan boleh tidak. Penolakan terhadap permintaan tidak akan mendatangkan hukuman, sedangkan penolakan terhadap perintah dapat menghasilkan hukuman. Mengapa? Karena menolak perintah sama dengan memberontak. Amin

Pdt. Anthony L Tobing

Postingan Terkait



0 komentar: