Menantikan Kedatangan Tuhan Di Dalam Pertobatan
Hal yang paling menyakitkan dalam suatu hubungan adalah saat seseorang merasa tidak lagi ‘diperdulikan’, ‘disayangi’ dan ‘diperhatikan’. Betapa pedihnya hati kita bila hal itu terjadi, misalnya dalam suatu hubungan asmara. Kekasih hati yang selama ini mencurahkan perhatiannya, kasih sayangnya, kepeduliannya kini telah sama sekali “berpaling” tidak mau menatap kita lagi. Betapa menderitanya perasaan jika orang yang kita kasihi, orang yang kita harapkan, justru menjauh di saat kasih sayangnya sangat kita butuhkan.
Bangsa Israel menyadari dan menyesali dosa dan kesalahannya terhadap Allah. Oleh karena dosa-dosa itu, mereka merasakan bahwa seolah-olah Allah tidak lagi mau perduli atas derita yang mereka alami, Allah seolah menjauh dari mereka. Nabi Yesaya, mewakili bangsa Israel berdoa memohon belas kasihan agar Allah mau menunjukkan lagi kasih sayang-Nya pada bangsa itu.
Penyesalan Dan Pertobatan Atas Dosa
Dalam kisah-kisah roman biasanya ada gagasan tentang kecemburuan dan pembalasan. Si tokoh karena cintanya kepada kekasihnya merasa cemburu karena kekasihnya digoda atau tergoda oleh pihak ketiga. Ia membalas perbuatan pihak ketiga yang dianggap sebagai ‘musuh’ yang menggoda kekasihnya itu dengan keras dan tidak jarang dengan kejam (lih. Ayat 1-6). Tidak hanya itu, kekasihnya itu pun memberi pelajaran dengan aksi diam dan tidak perduli pada orang yang dicintainya itu sebagai ungkapan kecemburuan dan amarahnya. Lalu orang yang dicintai itu menyesali perbuatannya, lalu datang menghampiri kekasihnya itu mohon ampun disertai penyesalan dan janji pertobatan.
Ayat 15-19 ini menyajikan permohonan orang-orang murtad yang bertobat, yang memohon agar Allah tidak lagi menyembunyikan diri-Nya, tetapi agar segera menunjukkan lagi kasih sayang-Nya (meskipun Abraham dan Yakub tidak mengakui mereka karena kekafiran mereka). Sebab bangsa itu telah merasakan penderitaan yang dahsyat (dijajah dan terbuang ke Babel) sejak hubungannya dengan Allah retak. Oleh karena itu, mereka berani berseru kepada-Nya serta memanggil Tuhan sebagai "Bapa" dan "Penebus" agar Ia segera menolong mereka.
Pengharapan Akan Datangnya Juruselamat
Walaupun Allah murka karena bangsa Israel memberontak dan mendurhaka terhadap-Nya (ayat 10), namun Nabi Yesaya yakin bahwa kasih setia Allah yang dulu pernah bangsa itu nikmati (ayat 11-14) tidak pernah benar-benar hilang dari mereka.
Firman Allah mengatakan bahwa Israel adalah umat-Nya. Ini terbukti karena Allahlah yang mengangkat dan menggendong mereka (9), menyertai, menuntun (12) dan menaruh Roh Kudus dalam hati mereka (11). Bahkan ketika mereka memberontak, Allah sendiri bertindak menyelamatkan dan menebus mereka dalam kasih setia dan belas kasihan-Nya.
Nabi Yesaya memohon di dalam doanya agar Allah kiranya mau turun ke bumi, memulihkan bangsa Israel yang telah hancur lebur itu. Membangunnya kembali menjadi suatu bangsa kebanggaan Allah. Kembali membuat keajaiban-keajaiban yang membawa kemenangan bagi bangsa pilihan-Nya itu.
Refleksi
Dinamika kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan mirip dengan jatuh bangunnya umat Israel. Kita begitu mudah melupakan kasih setia Tuhan dan melakukan perbuatan yang mendukakan Roh Kudus. Kadang hal itu membuat Allah `terpaksa' menghukum kita dengan membiarkan penderitaan menerpa kita. Puji syukur kepada Tuhan, kasih setia-Nya tidak pernah berubah. Ia tetap mengasihi kita, menyertai kita, dan membela kita terhadap perlakuan tidak benar dari musuh-musuh kita.
Kasih Allah nyata melalui darah Kristus yang dicurahkan. Darah yang membasuh dosa-dosa kita itu memungkinkan kita mengalami pengampunan dan merasakan kembali kasih setia-Nya. Allah sendiri telah datang mengasihi kita. Saat kita berontak kepada-Nya, Ia berharap kita segera bertobat. Melalui pertobatan, Ia akan memulihkan dan menyelamatkan kita. Minggu Advent II ini, mengajak kita untuk bertobat, meninggalkan segala pekerjaan dosa kita dan kembali kepada-Nya, sambil menantikan dengan tekun kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya. Amin.
Pdt. Anthony L Tobing
0 komentar:
Posting Komentar