Pada suatu akhir pekan, seorang pria bernama Malcolm, bertempat tinggal di Vancouver, mengajak tunangannya berjalan-jalan melewati hutan utara British Colombia. Entah bagaimana mereka terjebak diantara seekor beruang dan anak-anaknya. Induk beruang itu, karena ingin melindungi anak-anaknya, menarik dan mencengkram tunangan Malcolm. Tinggi badan Malcolm hanya sekitar 157 cm, sedangkan beruang itu sangat besar. Namun, dia mempunyai keberanian dan berhasil membebaskan tunangannya. Kemudian, induk beruang menangkap Malcolm dan mulai meremukkan setiap tulang pokok di tubuhnya. Induk beruang mengakhiri serangan dengan menancapkan cakarnya pada wajah Malcolm dan mencakar lurus hingga ke kepala bagian belakang.
Ajaib, ternyata Malcolm tetap hidup. Selama delapan tahun dia berulang-ulang menjalani operasi pemulihan. Selama itu, para dokter telah melakukan semua bedah kosmetik yang mungkin bisa mereka lakukan. Namun, semua itu tidak cukup menolong Malcolm dan Malcolm memandang dirinya sebagai si buruk rupa. Dia tidak ingin lagi tampil di hadapan umum.
Oleh karena itu, pada suatu hari Malcolm naik dengan kursi rodanya ke atap lantai sepuluh gedung pusat rehabilitasi. Ketika sedang bersiap-siap untuk mendorong tubuhnya melintasi batas bangunan, ayahnya muncul. Sebelumnya, sang ayah mendengar bisikan hatinya yang menyuruh dia untuk menemui anaknya. Pada waktu yang tepat, sang ayah muncul di puncak tangga dan berkata, “Malcolm, tunggu sebentar.” Mendengar suara ayahnya, Malcolm membalikkan badan di atas kursi rodanya.
Ayahnya berkata, “Malcolm, setiap manusia memiliki bekas luka di suatu tempat yang tersembunyi di dalam dirinya. Rata-rata mereka menyembunyikannya dengan senyuman, kosmetik, dan pakaian indah. Kebetulan kau harus memakai bekas luka itu di bagian luar. Namun, kita semua sama, Anakku. Kita sama-sama punya luka.” Malcolm tidak lagi mampu melompat dari atap gedung itu.
Tidak lama kemudian, seorang teman membawakan beberapa rekaman kaset mengenai motivasi. Pada salah satu kaset, dia menyimak kisah Paul Jeffers, yang kehilangan pendengarannya pada usai 42 tahun dan berhasil menjadi salah satu wiraniaga terkenal di dunia. Malcolm mendengar saat Paul berkata, “Halangan diberikan kepada orang-orang biasa agar mereka menjadi luar biasa.”
Malcolm berkata pada dirinya sendiri, “Itu kan saya. Saya luar biasa!” Malcolm harus melawan rasa takut ditolak karena fisiknya kini cacat. Dia bangun setiap hari dengan kesadaran bahwa selalu ada kemungkinan (untuk ditolak), namun dia tetap melangkah maju sedikit demi sedikit. Malcolm memutuskan untuk bekerja sebagai wiraniaga asuransi – suatu pekerjaan yang akan menghadapkan dia pada penolakan berkali-kali setiap hari. Dia memutuskan untuk menjadikan kekurangannya yang utama sebagai modal.
Dia memasang foto diri pada kartu bisnisnya, dan ketika dia memberikannya kepada orang lain, dia akan berkata, “Saya buruk rupa di luar, tetapi ganteng di dalam jika saja Anda punya kesempatan untuk mengenal saya.” Setahun kemudian, Malcolm menjadi agen asuransi nomor satu di Vancouver.
Saya memaparkan kisah nyata di atas, sebagai gambaran bahwa masalah kita yang sesungguhnya bukanlah berada di luar diri kita, namun di dalam diri kita sendiri. Kenapa? Dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective People, Stephen R. Covey menuturkan, “Jika kami ingin mengubah sebuah situasi, kami harus mengubah diri kami terlebih dahulu. Dan untuk mengubah diri kami secara efektif, kami lebih dahulu harus mengubah persepsi kami.”
Begitu pula halnya dengan kepercayaan diri Anda. Sebagai contoh, ketika Anda melakukan hubungan komunikasi dengan orang lain. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering melakukan komunikasi dengan orang lain, maka makin baik hubungan mereka. Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Salah satu faktor utama dalam membangun komunikasi dengan orang lain adalah PERCAYA.
Bila saya percaya kepada Anda, bila perilaku Anda dapat saya duga, bila saya yakin Anda tidak akan mengkhianati atau merugikan saya, maka saya akan lebih banyak membuka diri saya kepada Anda. Relevansi dari kepercayaan ini adalah Anda akan MENERIMA. Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan.
Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa, dalam membangun sebuah hubungan dengan orang lain pun, Anda harus terlebih dahulu mempercayai diri Anda terlebih dahulu. Karena ketidakpercayaan terhadap diri sendiri akan berakibat pada ketidakmampuan Anda menerima diri Anda apa adanya. Anda akan selalu merasa tidak gagah/cantik, selalu merasa minder karena tidak PD (percaya diri), dan lain-lain. Dan ketika Anda susah untuk menerima diri Anda apa adanya, maka akan terasa sulit untuk berhubungan dan membangun kepercayaan dengan orang lain.
Seperti kata Covey di atas, pada akhirnya kepercayaan diri itu dibangun dengan merubah persepsi Anda sendiri. Bagaimana Anda memandang diri Anda sendiri? Apa penilaian Anda terhadap diri Anda sendiri? Membenahi persepsi (cara pandang) Anda terhadap diri Anda sendiri, akan membangun sebuah kepercayaan diri yang matang. Dengan kata lain, Anda akan memiliki harga diri yang lebih baik. Seperti kata Steven J. Stein, “Kita bisa meningkatkan kecerdasan emosional dengan mengubah keyakinan yang bersifat merusak serta menggantinya dengan keyakinan yang bersifat membangun.”
Syahril Syam
*) Syahril Syam adalah seorang berlisensi NLP dan certified Hypnotherapist. Beliau juga adalah seorang konsultan, terapis, public speaker, dan seorang sahabat yang senantiasa membuka diri untuk berbagi dengan siapa pun. Ia memadukan kearifan hikmah (filsafat) timur dan kebijaksanaan kuno dari berbagai sumber dengan pengetahuan mutakhir dari dunia barat. Ia juga adalah penulis buku best seller The Secret of Attractor Factor. Teman-temannya sering memanggilnya sebagai Mind Programmer, dan dapat dihubungi melalui ril@trainersclub.or.id
0 komentar:
Posting Komentar