“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu" Yohanes 15:16

Jumat, 30 September 2011

Peranan Paduan Suara Dalam Ibadah

Pendahuluan
Tidak diragukan lagi bahwa musik merupakan bagian penting dari ibadah agama Kristen. Di sepanjang sejarah ibadah umat Kristen, musik telah dipakai. Di dalam 1 Korintus 14:26 yang merupakan sumber informasi kita mengenai ibadah yang dilakukan oleh jemaat mula-mula, kita dapat membaca adanya musik: Jadi bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun.

Melalui musik, orang dapat mengekspresikan emosinya, mulai dari rasa pedih yang mendalam hingga rasa sukacita yang luar biasa. Melalui musik juga, kabar baik dapat diberitakan dan orang dapat merespons dengan doa. Bahkan, musik dapat dikatakan merupakan cara yang paling universal untuk menjelaskan liturgi. 1)

Salah satu bentuk ekspresi musik dalam ibadah di gereja adalah paduan suara. Rasanya hampir semua gereja memilikinya, bahkan beberapa gereja memiliki dalam jumlah besar berdasarkan setiap kategori usia, misalnya Paduan Suara Komisi Anak, Paduan Suara Komisi Remaja, Paduan Suara Komisi Pemuda, Paduan Suara Komisi Wanita, dan seterusnya. Setiap ibadah Minggu, biasanya ada paduan suara yang membawakan satu atau dua lagu. Bahkan banyak paduan suara dibentuk oleh anggota jemaat untuk menjalankan fungsi-fungsi lain seperti mengikuti lomba atau mengadakan konser.

Namun seperti apakah paduan suara itu sesungguhnya dan bagaimana fungsinya dalam ibadah? Apakah yang selama ini dilakukan dalam jemaat sudah tepat? Penulis mencoba menjawab pertanyaan tersebut.

Definisi
Secara sederhana, kita dapat mengatakan bahwa paduan suara adalah sekelompok orang yang bernyanyi, dan memang di dalam bahasa Inggris, yang dikenal sebagai paduan suara, yaitu chorus atau choir berasal dari bahasa Yunani yang berarti suatu kelompok bernyanyi yang penampilannya menjadi satu, dan berbeda dari penampilan solo. Kata ini awalnya digunakan dalam drama Yunani, dan serupa dengan kata Perancis choeur, Jerman chor, Itali coro, Inggris kuno quire, dan termasuk bernyanyi secara unisono (satu suara) maupun polifonik (berbagai suara sahut menyahut).2) Tetapi apakah semua kelompok orang yang bernyanyi bersama-sama dapat dikatakan merupakan suatu paduan suara? Kenyataannya tidak.

Misalnya saja, vocal group yang juga banyak dibentuk di gereja. Apabila kata vocal group diterjemahkan, maka artinya ialah “kelompok vokal”. Paduan suara tentunya adalah juga suatu kelompok vokal. Jadi secara harfiah keduanya tidak berbeda. Tetapi ada yang membedakan, yaitu konotasinya. Repertoar (lagu-lagu yang dinyanyikan oleh) paduan suara, baik secara a capella atau dengan iringan instrumental adalah musik khas choir sepanjang sejarah, dari yang paling kuno sampai yang paling modern, sedangkan lagu-lagu vocal group merupakan fenomena masa kini, dalam gaya pop, biasanya dengan iringan gitar dan perkusi atau juga dengan tambahan instrumen-instrumen lain. Selain itu, vocal group lebih cenderung mementas sendiri, sedangkan paduan suara dapat menjadi bagian dari umat di dalam ibadah.3)

Paduan suara juga jelas harus dibedakan dari nyanyian jemaat yang termasuk dalam kategori community singing, meskipun sama-sama adalah sekelompok orang yang bernyanyi bersama-sama. Perbedaan ini karena ada musik yang secara khusus diciptakan untuk paduan suara, dan ada musik yang diciptakan untuk nyanyian jemaat, yang biasanya berbahasa sederhana, tidak terlalu pribadi kata-katanya, tidak rumit lagunya, baik dalam bentuk, syair dan melodinya, serta harus stabil dan tidak berubah-ubah dari bait ke bait.4)

Paduan Suara di Dalam Ibadah
Meskipun pandangan gereja-gereja mengenai paduan suara berbeda-beda, tetapi para pemimpin Gerakan Liturgia menganggap paduan suara sebagai unsur yang tetap dari ibadah jemaat, yang nyata dalam bagan-bagan tata kebaktian gereja sejak abad-abad pertama.5)

Pada abad-abad pertengahan, sempat terjadi perbincangan dalam Konsili Trente yang bermaksud melarang paduan suara karena terlalu banyak menampilkan lagu-lagu polifonik yang kompleks sehingga teks dari lagu-lagu tersebut tidak terdengar dan menganggu kekhidmatan beribadah.6) Selain itu, juga terjadi berbagai penyalahgunaan fungsi paduan suara di dalam ibadah.7) Pada abad ke-16, paduan suara mengambil alih partisipasi jemaat. Jemaat mendengarkan paduan suara bernyanyi, dan jemaat mendengarkan serta melihat. Mereka mungkin menikmatinya, tetapi ada pengalaman yang berbeda dibandingkan ketika bernyanyi sendiri.8 )

Suatu paduan suara di dalam ibadah seharusnya memimpin jemaat dalam nyanyian mereka, dan menambahkan musik tertentu yang diperlukan oleh liturgi atau bentuk ibadahnya.9) Pandangan serupa juga dinyatakan oleh Abineno: Dalam menjalankan tugasnya, paduan suara harus takluk kepada peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh gereja. Tugasnya bukanlah untuk membuat “konser” di dalam ibadah, melainkan untuk memuji Tuhan bersama-sama dengan jemaat.10)

Paduan suara adalah tangan kanan pendeta atau pelayan firman, yang harus menunjukkan kemuliaan Surga. Pujian yang dinaikkan oleh paduan suara haruslah merupakan pujian di dalam Roh dan Kebenaran, dan paduan suara harus mendukung jemaat untuk dapat melakukan hal yang sama.11)

Karena itu, di dalam ibadah, paduan suara bertugas melayani. Paduan suara haruslah bernyanyi bersama-sama dengan jemaat dengan cara: “menyokong” nyanyian jemaat, yaitu membantu jemaat menyanyikan lagu-lagu yang sulit, dan membawa semangat kepada jemaat, serta menyanyi bergiliran dengan jemaat, misalnya satu bait dinyanyikan oleh paduan suara, satu bait dinyanyikan oleh jemaat, kemudian bersama-sama. Nyanyian yang dinyanyikan sendiri, menurut Abineno, hanya boleh diperdengarkan sebelum kebaktian dimulai dan sesudah berkat.12)

Kesimpulan
Dari uraian di atas, kita dapat menilai paduan suara di dalam gereja kita masing-masing. Banyak dari paduan suara yang ada belum menjalankan fungsinya dengan baik. Untuk dapat mendukung ibadah dengan baik, paduan suara harus dapat bernyanyi dengan baik, artinya harus memiliki kemampuan vokal yang cukup, yang bisa didapatkan dengan latihan yang sungguh-sungguh. Paduan suara tidak bisa hanya sekadar menyanyi saja, melainkan harus bisa membawa nuansa kemegahan sehingga menggugah jemaat untuk turut serta bernyanyi untuk kemuliaan Tuhan.

Paduan suara tidak semestinya mengadakan ‘konser’ di dalam ibadah melalui deretan lagu-lagu yang dinyanyikan, meskipun menurut penulis sendiri tidak ada salahnya apabila paduan suara membawakan satu atau dua lagu di dalam ibadah, asalkan lagu tersebut dapat mendukung ibadah, dalam arti sesuai dengan tema, dan ditempatkan di bagian yang tepat. Paduan suara gereja boleh saja mengadakan konser atau ikut serta di dalam lomba-lomba paduan suara, tetapi jangan sampai kedua hal ini dianggap lebih penting daripada pelayanan di dalam ibadah. Untuk dapat mencapai hal-hal ini, penting bahwa setiap anggota paduan suara memiliki persepsi yang sama, dan karena itu pemimpinnya pun harus memiliki jiwa seorang pelayan.

Aiko Widhidana Sumichan

-------------------------------------------
1. Robert E. Webber, The Complete Library of Christian Music & The Arts in Worship: Christian Worship-Book I (Hendrickson Publishers, 1994)
2. Ray Robinson dan Allen Winold, The Choral Experience (Illinois: Waveland Press, 1992), hal 5
3. Berdasarkan penjelasan Bpk. H.A. van Dop melalui e-mail tertanggal 15 Mei 2009.
4. H. A. Pandopo, Menggubah Nyanyian Jemaat (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984), hal 11-12
5. Dr. J.L.Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgia yang Dipakai Gereja-gereja di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hal 109
6. Dr. Rhoderick J. McNeill, Sejarah Musik 1 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998), hal 123
7. Dr. J.L.Ch. Abineno, Op.Cit., hal 109
8. Paul Westermeyer, Te Deum: The Church and Music (Minneapolis: Fortress Press, 1998), hal 115
9. Ray Robinson dan Allen Winold, Op.Cit., hal 465
10. Dr. J.L.Ch. Abineno, Op.Cit., hal 110
11. Ray Robinson dan Allen Winold, Op.Cit., hal 467
12. Dr. J.L.Ch. Abineno, Op.Cit., hal 111

Postingan Terkait



0 komentar: