“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu" Yohanes 15:16

Rabu, 19 Oktober 2011

Jembatan Harapan

Sore itu perasaan Gedok sedang sangat kelam. Sepulang dari kerja ia langsung menyelonong masuk ke rumah dan berbaring di ranjangnya. Bagaimana perasaannya tidak kelam, dia sedang menanggung hutang ratusan juta rupiah!?!

Setahun yang lalu dia meminjam uang kepada beberapa relasi dekatnya. Bunga dari pinjaman tersebut dibayarkan setiap tiga bulan sekali. Gedok menggunakan uang tersebut untuk membuka sebuah café. Bisnisnya berjalan lancar sekali, pengunjung café tersebut semakin banyak dan dia terus menambah fasilitas café-nya untuk menarik pengunjung lebih banyak lagi.

“Saat ini uang laba masih saya putar untuk mengembangkan café.” kata Gedok pada temannya yang waktu itu bertanya mengapa Gedok tidak membeli mobil. Tapi tiba-tiba sebulan yang lalu café itu terbakar habis. Ludes semua! Bahkan Gedok masih harus membayar beberapa perabot yang baru saja diantarkan minggu sebelumnya. Gedok panik dan takut tidak bisa membayar hutangnya pada kerabatnya. “Tidak enak hati. Tapi saya harus katakan saya belum bisa membayar hutang-hutang saya. Entah kapan bisa membayarnya, saya sama sekali tidak punya uang!” panik Gedok dalam hati.

Gedok adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan asing. Gajinya sedang-sedang saja, justru karena itulah ia membuka bisnis café untuk meningkatkan taraf hidupnya. Tapi ternyata musibah kebakaran itu terjadi. Rasa gundah tentang bagaimana caranya bisa membayar hutang-hutangnya menghantui setiap menit hari-harinya. Menyiksa! Bahkan niatan bunuh diri sempat terlintas di benaknya. Dalam keadaan setengah tidur dan setengah sadar, Gedok merasakan dirinya berada di sebuah pantai yag indah. “Sungguh, padahal saya waktu itu sedang tidur-tiduran di ranjang saya!” cerita Gedok pada pacarnya. “Saya berdiri membelakangi lautan yang sedang tenang di suasana sore hari yang teduh.

Tiba-tiba di hadapan saya berdiri banyak orang dalam formasi setengah lingkaran. Mereka terlihat begitu damai dan berwibawa. Ada yang memakai jubah putih panjang dengan jenggot dan rambut putih, ada yang memakai jas seperti seragam jenderal, ada wanita yang seperti peri, pokoknya mereka terlihat seperti malaikat yang ada di film-film! Dan mereka semua memandangi saya dengan senyum yang kalau kamu lihat akan membuat kamu damai.” lanjut cerita Gedok pada pacarnya. Gedok mengatakan seolah mereka sudah mengetahui permasalahan yang terjadi dalam hidup Gedok. Kemudian mereka berkata pada Gedok sambil menunjuk ke arah kanan atas, “Lihatlah ke lembah impian yang tercapai…” Lalu Gedok melihat ke sisi kirinya, “Di atas lembah di sebelah kiri langsung muncul gambaran film. Dan yang menjadi layarnya yang lebar itu adalah langit biru yang teduh.

Di film itu saya melihat saya sedang duduk di sebuah kantor. Mereka berkata – “Itulah kamu sedang berada di kantor pribadi kamu. Kamu adalah pemilik beberapa cabang café yang tersebar di seluruh kota.” – Saya bilang ke mereka boro-boro saya menjadi pemilik perusahaan itu, toh sekarang saya sedang dililit hutang dan tidak tahu kapan bisa membayarnya.” Kemudian para malaikat itu menunjukkan gambar-gambar lainnya. “Lalu saya melihat kamu di layar itu. Kamu sedang mengajar di hadapan para mahasiswa. Kamu terlihat sangat percaya diri dan menguasai materi yang kamu bawakan. Setelah itu saya melihat gambar ayah yang sedang mengawasi sebuah supermarket. Kemudian ada gambar ibu tapi tubuh ibu terlihat begitu langsing dan dia sedang mengelola sebuah restoran.”

Para malaikat mengatakan, “Itulah masa depan kalian, impian yang tercapai.” Gedok menjawab, “Tapi sekarang ayah saya hanya memiliki toko sederhana. Tiap malam ia hanya menonton TV dan tertidur di sofa sampai acara TV selesai. Ibu saya gemuk lagipula ia hanya ibu rumah tangga yang sekali-kali membantu ayah di toko. Sedangkan saya saat ini sedang terlilit hutang, entah bisa bangkit atau tidak. Mana mungkin itu adalah masa depan kami?” Tiba-tiba muncul sebuah pijakan di depan Gedok diikuti siluet jembatan melengkung yang mengarah ke lembah impian yang tercapai. “Kebanyakan dari kalian tidak pernah melanjutkan hidup. Kallian hanya terpaku di tempat. Atau bahkan kalian membuat jembatan ke arah yang berlawanan. Ayah dan ibu kamu membangun jembatan ke arah yang berlawanan.

Coba kamu renungkan apa yang mereka selalu utarakan?” tanya salah seorang malaikat berjenggot putih pada Gedok. “Ayah sering bilang rejeki sudah dipatok dan mustahil dia menjadi kaya karena orang tuanya dulu pun mengatakan hal yang sama.” Lalu muncul gambaran ayahnya di samping Gedok dengan pijakan-pijakan jembatan yang mengarah ke arah sebaliknya. “Kamu lihat kan, pikiran dan ucapan ayah kamu membuat jembatan ke arah yang berlawanan? Begitu juga yang terjadi dengan ibumu, dia tidak pernah mengembangkan potensinya. Makanya jembatan mereka mengantar mereka ke kehidupan sekarang ini, bukan ke masa depan yang semestinya menjadi potensi mereka.

Sedangkan kamu hanya terpaku di tempatmu saja. "Bagaimana lagi? Saya sudah tidak tahu lagi harus ngapain. Sudah ludes semua!” “Buatlah harapan. Harapan akan membuat kamu tetap hidup. Saat ini apa yang paling kamu harapkan?” "Saya hanya berharap saya bisa berbicara dengan baik-baik dengan kerabat saya dan menegosiasikan perpanjangan waktu untuk membayar hutang-hutang saya.” Tiba-tiba muncul sebuah pijakan di hadapan Gedok. “Apa ini?” Tanya Gedok. ”Jembatan harapan mulai terbangun. Jembatan ini terbuat dari harapan. Dan harapan akan membuat kamu tetap hidup.” Kemudian Gedok terbangun dengan masih terngiang kata “Harapan akan membuat kamu tetap hidup” di pikirannya. “Saya bermimpi, tapi mimpi itu nyata banget!” kata Gedok menutup percakapannya dengan pacarnya.

Dalam hidup kadang kita dihadapkan pada situasi yang membuat kita depresi dan sangat tertekan. Di saat seperti itu seolah tidak ada jalan keluar yang bisa ditemukan. Maka kata bunuh diri bisa terngiang di pikiran dan terdengar menjadi satu-satunya solusi. Tapi ada satu hal yang perlu kita ingat, di hadapan kita selalu terdapat berbagai potensi masa depan terbaik yang bisa kita capai dalam hidup ini. Jika saya memprogresi para klien saya ke masa depan mereka, mereka akan melihat potensi masa depan mereka begitu mengagumkan.

Dan masa depan yang dimunculkan oleh alam bawah sadar itu adalah masa depan yang sangat mungkin diraih karena itu merupakan projection dari segala potensi/talenta yang ada di dalam diri kita. Ada sebuah cerita ilustrasi di mana seorang anak perempuan remaja selalu melihat gambaran-gambaran yang tersorot dari dahi setiap orang. Anak perempuan itu kemudian menanyakan hal tersebut pada mamanya, “Mom, apa sih gambaran-gambaran yang selalu aku lihat di depan dahi setiap orang?” Jawab mamanya, “Oh, itu adalah masa depan mereka yang tercipta dari pikiran, ucapan dan tindakan mereka. Tapi nak, coba kamu lihat gambaran-gambaran yang ada di atas kepala mereka.

Itulah masa depan terbaik yang semestinya bisa mereka raih. Kamu lihat di dahi pemuda itu tersorot dia akan meninggal akibat HIV/AIDS karena kemarin dia baru saja berhubungan seksual dengan salah seorang wanita pengidap HIV+ yang dia temui di pesta. Padahal kamu lihat, kan, di atas kepalanya ada gambaran dia sedang memandang gedung pencakar langit miliknya yang dia namakan sesuai namanya?”
Selalu ada potensi masa depan terbaik yang sedang terbentang di hadapan kita yaitu di lembah impian yang tercapai. Dan impian itu bisa kita capai dengan membangun jembatan harapan langkah demi langkah. Pacar saya, Gunawan, mengatakan jembatan harapan itu adalah planning yang kita buat dalam meraih goal kita. Tapi saya lebih suka menyebut jembatan itu adalah harapan-harapan yang kita buat dimulai dari posisi kita sekarang sampai ke impian terindah kita. (Bisakah Anda melihat perbedaan pola pikir kami?)

Gunawan adalah dominan otak kiri yang selalu merasionalkan segala hal dan saya adalah dominan otak kanan yang selalu mengikuti hati dan keindahan). “Apa pun boleh hilang. Asal jangan hilang harapan” (kata-kata ini saya kutip dari kartu nama seorang guru spiritual yang saya kagumi dan saya menambahkan) karena harapan membuat kita tetap hidup.

www.nathaliainstitute.com

Postingan Terkait



0 komentar: