“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu" Yohanes 15:16

Senin, 24 Oktober 2011

1 Yohanes 4:17-21 (Khotbah Epistel)

Mengasihi Allah = Mengasihi Sesama

Pendahuluan
Perintah utama bagi manusia adalah mengasihi Allah dan mengasihi manusia seperti diri sendiri. Persoalannya, apakah kita sudah mengasihi dengan sempurna? Apakah kasih yang selama ini kita tunjukkan dan lakukan sudah cukup? Apakah cara kita mengasihi sudah benar?

Meskipun kasih-mengasihi merupakan sikap yang semestinya ada dalam diri orang Kristen, ternyata tidak semua bisa menerapkannya dengan sempurna. Banyak yang masih mengasihi dengan setengah-setengah. Sikap yang setengah-setengah tentu saja jauh dari cukup. Bahkan masih banyak juga yang - bukannya mengasihi tapi malah membenci dan memusuhi saudaranya.

Percaya Pada Hari Penghakiman
Siapakah orang yang akan diselamatkan pada hari penghakiman? Ayat 15 berkata, “barangsiapa mengaku, bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah. Berada di dalam Allah, merupakan suatu jaminan keselamatan.

Kasih adalah karakter Allah. Jadi jika kita dengan intens bersekutu dan memiliki keintiman dengan Allah (berada di dalam Allah) melalui Kristus maka karakter Allah itu akan mengalir dan menjadi warna dominan dalam diri kita. Untuk menjadi orang Kristen yang produktif dalam menghasilkan buah (kasih) bagi kemuliaan Allah, kita harus melekat kepada Kristus, Sang Sumber nutrisi bagi kehidupan rohani kita. Sebab, Kasih Allah dalam diri kita akan menggerakkan kita untuk memiliki ‘spirit’ saling mengasihi. Orang yang mengasihi tentu upahnya besar dibumi dan disorga. Percaya kepada hari penghakiman menunjuk kepada penyerahan diri kepada Allah dan perintah-Nya.

Kasih Allah Melenyapkan Ketakutan
Apa sebenarnya yang membuat kasih itu jadi tidak sempurna? Penulis 1 Yohanes mengungkapkan bahwa sebenarnya rasa takutlah yang jadi dalangnya. Ketakutan adalah ancaman terbesar bagi kasih. Kasih Allah dalam diri kita akan melenyapkan ketakutan, tentu saja ketakutan yang bermuara pada sikap meragukan dan tidak mempercayai kuasa Allah. Kasih Allah selalu hadir memberikan damai sejahtera dan damai sejahtera tidak akan memberi  ruang bagi rasa takut lagi.

Ketakutan adalah bagian dari penguasaan dosa dalam diri manusia, karena bagi orang percaya tidak ada lagi yang perlu ditakuti sebab yang paling menakutkan yaitu “maut” telah dikalahkan didalam diri Yesus Kristus. Oleh karenanya, bagi orang yang memberikan diri dikuasai Allah maka dalam dirinya telah tanggal kekawatiran dan ketakutan.

Mengasihi Allah = Mengasihi Sesama
Kasih Allah akan membuat cara pandang kita terhadap sesama menjadi berbeda. Tanpa kasih Allah, kita hanya akan memandang sesama sebagai musuh (begitulah iblis menyuntikkan virus dosa kepada kita). Namun, ketika kita erat dengan Kristus dan memiliki kasih Allah, maka kita akan memandang sesama sebagai wajah dan gambar Allah yang sepatutnya kita hargai dan kasihi sepenuh hati.

Orang yang mengaku mengasihi Allah harus terlihat dengan sikap dan tindakan yang dinyatakannya dengan mengasihi sesamanya/saudaranya. Perumpamaan orang samaria yang baik hati menunjuk kepada sesama manusia adalah secara universal yang tidak dibatasi oleh kondisi, situasi, suku, ras, agama. Didalam kehidupan yang diberikan Allah setiap manusia ciptaanNya ada perbedaan. Perbedaan yang ada tersebut bukan untuk saling menghakimi tapi perbedaan yang ada hendaklah untuk saling melengkapi yaitu dengan saling mengasihi.

Refleksi
Bekaitan dengan khotbah Minggu: Markus 10:17-27, dalam Matius 19:21 Tuhan Yesus berkata,  "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku."

Namun Rasul Paulus mengingatkan kita bahwa memberikan segala harta kepada orang miskin tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada kasih di hati :

 1 Korintus 13:3 
“Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku.”

1 Korintus 13:13
“Demikian tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya adalah kasih.” Yang ditekankan disini adalah mengenai kasih. Mengapa? Karena iman dan pengharapan hanya untuk diri kita, tetapi kasih berguna kepada oran lain.

Kasih akan melenyapkan ketakutan, rasa takut manusia setidaknya kelihatan dalam dua rupa, yakni:
1. Takut tidak memiliki
Ketakutan seperti inilah yang membuat banyak orang berlomba-lomba untuk memiliki segala sesuatu. Banyak orang mengejar harta kekayaan dan kehormatan. “Waktu adalah uang” merupakan slogan utama mereka. Segala sesuatu dinilai berdasarkan uang dan harta material. Mereka takut tidak mendapat apa-apa. Dan jika tidak punya apa pun dianggap sebagai kutukan.
2. Takut kehilangan yang dimiliki
Selain takut tidak memiliki, manusia juga sangat takut kehilangan yang ia miliki. Jika seseorang punya harta kekayaan, hatinya akan selalu was-was terhadap hartanya. Oleh sebab itu ia merasa harus menjaganya betul-betul. Memberikan keamanan ekstra dan mengasuransikannya. Tidak heran, seandainya harta itu hilang, ia juga akan kehilangan dirinya sendiri, menjadi tidak waras.

Agar kita memiliki kasih yang sempurna, kita harus mengalahkan kedua jenis ketakutan tersebut. Orang yang hanya memiliki kasih yang setengah-setengah pada akhirnya tidak mungkin dapat mengasihi saudaranya. Kasih yang setengah-setengah tidak peka pada penderitaan saudara-saudaranya, tapi kasih yang sempurna membuat kita memiliki empati yang mendalam pada kebutuhan orang lain. Kasih yang setengah-setengah berfokus pada diri sendiri, tetapi kasih yang sempurna berfokus pada orang-orang diluar dirinya.

Jelaslah bahwa kasih yang sempurna menjadi identitas bagi orang percaya. Hendaklah kasih selalu dinyatakan/dilakukan bukan sekedar dibicarakan. Orang yang percaya adalah orang yang telah diikat dengan yang dipercayainya, jadi ikatan orang percaya itu adalah ikatan Allah dengan umatNya dengan kasih yang sempurna. Amin.

Pdt. Anthony L Tobing

Postingan Terkait



0 komentar: