“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu" Yohanes 15:16

Senin, 17 Oktober 2011

2 Korintus 9:6-15 (Khotbah Epistel)

Bantuan Bagi Saudara-Saudara Yang Miskin

Latar Belakang Pengumpulan Dana Untuk Jemaat Di Yerusalem.
Kemiskinan adalah masalah yang selalu dihadapi gereja di se­pan­jang sejarah. Masalah kemiskinan bukanlah sesuatu yang ha­nya dihadapi oleh gereja-gereja di zaman ini, melainkan juga sudah di­alami oleh gereja mula-mula di zaman Perjanjian Baru.

Pengumpulan persembahan (dana) untuk jemaat di Yerusalem merupakan aktivitas pelayanan yang penting bagi Rasul Paulus dan jemaat-jemaat non-Yahudi. Ini terbukti dengan banyaknya data yang kita temui dalam surat-surat Paulus berkaitan dengan proyek pengumpulan dana itu (Rm. 15:25-27; 1 Kor. 16:1-4; 2 Kor. 8-9; Gal. 2:10). Kemudian Lukas juga menyinggung beberapa peristiwa yang berhubungan dengan proyek dana ini (Kis. 20:16,22; 24:17).

Sehubungan dengan itu muncul pertanyaan: Apakah yang mendorong Paulus untuk melaksanakan proyek pengumpulkan dana bagi orang miskin di Gereja Yerusalem? Cara yang tepat untuk menemukan jawabannya adalah membaca perkataan Paulus sendiri dalam suratnya kepada Jemaat Galatia, khususnya Galatia 2:10. Di ayat ini kita menemukan bahwa ketika Paulus bersidang dengan para rasul yang lain di Yerusalem dia setuju untuk mengingat orang-orang miskin, suatu aspek pelayanan yang memang sunguh-sungguh dilakukannya. Dalam sidang itu juga Paulus ditetapkan menjadi rasul bagi orang-orang yang tidak bersunat (orang-orang bukan Yahudi), sedangkan Petrus bagi orang-orang yang bersunat.

Tujuan & Landasan Pengumpulan Dana 
Tujuan pengumpulan dana itu berfokus pada dua hal yaitu pertolongan untuk orang miskin dan usaha menampakkan kesatuan gereja. Jelas sekali bahwa Paulus bertujuan menolong orang-orang miskin di Yerusalem. Pertolongan ini dimaksudkan untuk menampakkan kasih Allah yang telah diterima jemaat-jemaat di dalam Kristus (2 Kor. 8:8-9,19; 9:12-15). Mereka yang telah merasakan kasih Allah terpanggil untuk mengasihi Allah melalui ucapan syukur dan ketaatan. Ini berarti pengumpulan dana tidak hanya sebatas ungkapan kasih kepada saudara seiman tetapi juga sebagai ungkapan syukur kepada Allah (2 Kor. 9:12).

Faktor utama dari kepedulian ini adalah kasih. Paulus meminta jemaatnya agar tidak memberikan bantuannya dengan terpaksa tetapi dengan sukacita. Kasih, menurut Paulus tidak hanya sekedar sikap tetapi juga tindakan. Kepedulian pada orang miskin adalah suatu ungkapan persekutuan di dalam Kristus, suatu sikap yang esensial dalam kehidupan tiap pribadi dalam jemaat dan juga antar jemaat. Pemahaman demikian dapat kita lihat melalui istilah-istilah yang Paulus gunakan. Sebagai contoh, ungkapan en aplotēti (”di dalam kemurahan”) digunakan untuk menunjuk pada motivasi kepedulian kepada saudara seiman (2 Kor. 9:11,13). Paulus juga menggunakan kata koinônia (”persekutuan”; 2 Kor. 9:13). Kata tersebut dipakai Paulus dalam menggambarkan kehidupan persekutuan orang percaya. Pelayanan pada orang miskin adalah bagian dari persekutuan orang Kristen.

Selanjutnya, digunakan juga kata diakonia. Kata ini pada dasarnya berarti ”menunggu di meja”. Kemudian di Perjanjian Baru kata tersebut berkembang maknanya  menjadi  ”menyediakan kebutuhan hidup” dan ”pelayanan” (Luk. 12: 37; Mat. 25: 42). Yesus mengatakan bahwa siapa yang melayani saudara kecil dan hina adalah melayani diri-Nya (Mat. 25:44-45). Gereja mula-mula tidak terlalu membedakan antara pelayanan ibadah dan pelayanan hidup sehari-hari. Hal ini terlihat dari perayaan Perjamuan Kudus di mana kebutuhan orang miskin mendapat perhatian yang utama (Kis. 2:42; 6:1; 1 Kor. 11:22). Jadi, bila Paulus menggunakan berbagai bentuk dari kata diakonia di dalam tulisan mengenai proyek pengumpulan dana ini. Itu berarti, dia sedang berbicara tentang tindakan esensial persekutuan orang Kristen yang diwarnai dengan pelayanan kepada Tuhan.

Perlu dicatat bahwa perhatian kepada kaum miskin adalah ciri khas hukum dan tradisi Yahudi (Ul. 24:10-22; Mzm. 10:2; 12:5; 16:6; Yes. 3:14-15; 10:1-2; 58:6-7). Di dalam Perjanjian Lama Allah dipahami sebagai Go’el (”pelindung”) dari kaum papa seperti anak yatim-piatu, para janda, dan orang miskin (Ams. 23:11; Mzm. 68:6-7). Dalam Yudaisme pemberian derma dipahami sebagai ungkapan yang penting akan perjanjian kebenaran (Dan. 4:27). Derma dimengerti sebagai aspek terpenting dalam memenuhi hukum Taurat. Seorang yang melakukan pemberian derma berarti melakukan pekerjaan Allah.  Para pemberi derma dijanjikan akan mendapat hidup yang baik sedangkan yang sebalik­nya akan mendapat hukuman.

Akan tetapi, motivasi dalam pelaksanaan derma di Yudaisme berbeda dari proyek dana Paulus. Kepedulian pada orang miskin dalam usaha Paulus tidak didasarkan pada etika Yahudi tetapi dida­sarkan pada pengajaran dan pelayanan Yesus. Dalam hidupnya Yesus tidak hanya peduli kepada kaum miskin tetapi dia juga secara sukarela hidup dalam kemiskinan (Mat. 8:20).

Kesatuan Gereja
Pengumpulan dana Paulus dimaksudkan untuk menampakkan kesatuan antara orang Kristen Yahudi dan Yunani. Galatia 2:1-14 menginformasikan bahwa ada dua kubu gereja pada waktu itu. Surat 2 Korintus 2:8-9 dan Roma 15: 25-32 memaparkan bahwa Paulus memahami bantuan ini sebagai sarana untuk mempromosikan kesatuan dari dua kubu gereja yang ada. Konsep pengakuan Paulus terhadap satu Tuhan, satu tubuh, dan satu keluarga dengan jelas berada di belakang gagasan kesatuan gereja ini (Ef. 4:1-6).

Komunikasi Paulus dalam surat Roma bisa memperlihatkan gagasan tentang kesatuan tersebut. Disamping bukan pendiri jemaat Roma, dia juga tidak pernah berkunjung ke kota tersebut. Tetapi, meskipun demikian, Paulus membicarakan juga perihal proyek dana ini pada jemaat Roma dan memohon dukungan doa mereka (Rm. 15:25-32). Ini berarti bahwa Paulus mau agar jemaat Roma yang sebagian besar non-Yahudi ikut terlibat di dalam proyek dana tersebut.

Dengan gamblang Paulus mengatakan, ”Sebab jika bangsa-bang­sa yang lain telah beroleh bagian dalam harta rohani orang Yahudi, maka wajiblah juga bangsa-bangsa lain itu melayani orang Yahudi dengan harta duniawi mereka”(Rm. 15:27). Dengan kata lain, karena bangsa lain telah menerima keselamatan melalui orang Yahudi Kristen yang di Yerusalem maka bangsa lain ini berhutang kepada mereka. Ini tidak berarti bahwa Paulus memahami proyek dana sebagai pajak yang dibebankan atas bangsa lain, tetapi memang demikianlah cara bangsa lain membayar pada Jemaat Yerusalem atas apa yang telah mereka terima. Bila Paulus menggunakan kata ”hutang” maka itu mengacu kepada tanggungjawab sukarela, suatu ungkapan saling melayani di dalam persekutuan Kristen (bnd. Rm. 13:8;).

Usaha pengumpulan dana bagi Paulus mempunyai arti yang oikumenis. Dia membandingkan partisipasi jemaatnya di dalam proyek tersebut de­ngan pengorbanan Kristus bagi umat manusia (2 Kor. 8-9). Yang utama bukanlah uangnya dan bukan pula jumlahnya, tetapi penampakkan kesatuan Gereja.

 “Memberi Dengan Sepenuh Hati”
Jemaat Korintus pernah menyatakan kesiapan mereka untuk membantu jemaat miskin di Yerusalem (ay. 2b). Kesiapan mereka malah merangsang orang lain untuk melakukan hal yang sama (ay. 2c). Sikap jemaat Korintus membuat Paulus membanggakan mereka di hadapan jemaat Makedonia. Namun seiring perjalanan waktu, mereka tidak melaksanakan janji tersebut. Berarti, mereka tidak sepenuh hati ingin membantu jemaat miskin itu. Itu sebabnya Paulus mendesak agar mereka mewujudkan komitmen mereka. Kini Paulus membalik posisi jemaat Korintus, dengan menyebut-nyebut jemaat Makedonia untuk membangkitkan rasa malu mereka (ay. 4). Karena itu Paulus meminta Titus dan saudara-saudara yang lain untuk pergi mendahuluinya ke Korintus, dengan harapan agar jemaat Korintus memenuhi janji mereka untuk mengumpulkan bantuan bagi jemaat Yerusalem (ay. 5).

Dengan memberikan persembahan secara benar, jemaat Tuhan belajar prinsip anugerah dan keajaiban pemeliharaan Allah. Pertama, dengan bersikap murah hati dalam memberi, jemaat akan beroleh kemurahan hati Allah (ay. 6). Kedua, orang Kristen harus memberi dengan sukarela bukan terpaksa (ay. 7). Ketiga, Allah tahu pengorbanan orang yang memberikan persembahan. Ia memelihara mereka (ay. 8-11). Keempat, memberi sebagai wujud perhatian dan kasih kepada jemaat yang memerlukannya, dan sebagai ungkapan syukur kepada Allah (ay. 12-14).

Sifat Pengumpulan Dana
Sikap yang dikehendaki Paulus dari jemaatnya dalam berpartisipasi di dalam proyek tersebut, yakni sukarela dan keseimbangan.  Pertama, sukarela. Usaha pengumpulan dana adalah perihal sukarela (2 Kor. 8:11-12; 9:5-7). Paulus meminta jemaat Korintus untuk memberi dari apa yang mereka miliki, bukan dari apa yang tidak mereka miliki. Pemberian itu bukan masalah jumlahnya tetapi sukarelanya. Penerimaan pemberian mereka tidak terletak pada besarnya tetapi pada kesukarelaan. Pemberian kristiani bukan masalah paksaan sebab Allah hanya mengasihi mereka yang memberi dengan sukacita (2 Kor. 9:7). Dengan mengingat konsep sukarela inilah Paulus mengutus beberapa temannya untuk mendahuluinya ke Korintus. Dengan demikian, orang Korintus disiapkan untuk menyediakan pemberian mereka sehingga pemberian itu siap sebagai ”berkat” dan jauh dari kesan sebagai kerakusan Paulus (2 Kor. 9:5). Paulus tidak mau pemberian jemaat Korintus dilihat sebagai sikap kerakusannya. Maka pemberian tersebut harus menjadi persembahan sukarela bukan sesuatu yang dipaksakan.

Paulus juga menyatakan bahwa orang Korintus tidak perlu takut kehilangan harta bila mereka berpartisipasi dalam proyek dana itu. Allah akan memberkati mereka yang bermurah hati dan mereka akan berkelimpahan dalam segala sesuatu (2 Kor. 9:6,8,11). Dengan demiki­an, pemberian pada proyek dana akan membawa berkat pada orang percaya di Yerusalem dan juga pada jemaat Korintus sendiri. Selanjut­nya lagi, dana itu tidak hanya untuk menolong kebutuhan orang mis­kin di Yerusalem tetapi juga melimpahkan ucapan syukur kepada Allah (2 Kor. 9:12). Orang percaya di Yerusalem akan memuji Allah atas apa yang mereka terima melalui proyek dana ini sebab mereka sadar bahwa Allah adalah sumber berkat yang memampukan bangsa non-Yahudi memberi melalui proyek dana tersebut. Perlu untuk digarisbawahi bahwa semua ucapan syukur di dalam perkataan Paulus adalah suatu res­pon, pemberian kurban pada Allah atas semua kebaikan yang diteri­ma dari Allah sendiri.

Kedua, keseimbangan. Usaha pengumpulan dana Paulus adalah juga masalah keseimbangan. Ketika Paulus mengajak jemaatnya untuk memberikan kontribusi mereka, dia tidak bermaksud memberikan beban finansial bagi si pemberi (2 Kor. 8:13). Pengumpulan dana tersebut bukan untuk menjadi beban tetapi justru untuk menjaga keseimbangan. Keseimbangan antara kelebihan jemaat Yunani dan kekurangan jemaat di Yerusalem. Kata yang digunakan untuk menyebut konsep keseimbangan adalah isotēs, biasanya diterjemahkan dengan ”equality” (”persamaan”).  Kata tersebut cukup populer penggunaannya di bidang retorika, politik, dan moral di dunia Yunani. Aristoteles misalnya mengatakan bahwa isotēs adalah fondasi dari suatu kota atau masyarakat, yang menjadi basis untuk kerukunan dan damai. Sedangkan lawannya adalah pleonexia (”kerakusan”).

Orang Yunani sangat menghormati konsep keseimbangan (isotēs) sebagai sarana untuk menopang kesatuan dan solidaritas negara. Kemudian kata tersebut juga mem­berikan prinsip persahabatan di masyarakat. Sebagai contoh para pengikut Pitagoras mengatakan bahwa persahabatan adalah enarmonios isotēs (”keseimbangan yang harmonis”) dari dua orang. Sedangkan Aristoteles mendefinisikan sahabat yang benar sebagai isos kai homoios (”sama dan setara”). Dapat dimengerti bahwa konsep keseimbangan ini ada dalam pikiran Paulus ketika dia menyurati jemaat Korintus.

Konsep keseimbangan dirumuskan Paulus sebagai berikut: “…tetapi supaya ada keseimbangan maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan” (2 Kor. 8:13b-14).

Prinsip keseimbangan merupakan ciri khas dalam memberi pertolongan baik di jemaat-jemaat Paulus maupun orang Kristen. Orang Kristen tidak mengikuti konsep komunisme dan tidak pula me­nerapkan prinsip siapa yang kuat yang bertahan hidup. Menjadi bagian dari keluarga Allah untuk mereka yang berkecukupan sebaiknya berbagi dengan yang berkekurangan sehingga keseimbagan terpelihara. Dalam bahasa yang sederhana: ”Orang yang mengumpulkan banyak tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit tidak kekurangan” (2 Kor. 8:15).

Di Indonesia kini ada cukup banyak gereja yang mengalami kemiskinan rohani karena kesulitan finansial. Kita perlu peduli terhadap kesulitan mereka. Sebagai tubuh Kristus, satu menderita semua turut menderita. Kita perlu memikirkan dan mengusahakan agar sesama saudara seiman kita juga boleh mendapatkan berbagai sarana yang dapat membantu mereka bertumbuh dalam firman dan berkembang dalam aspek-aspek kehidupan lainnya.

Di GKPI, kini kita telah mencoba dan sedang menjalankan prinsip keseimbangan ini. Dengan program sistim sentralisasi keuangan, GKPI mencoba mengajarkan jemaat untuk saling ‘memperhatikan’ satu sama lain. Jemaat yang lebih memberi subsidi kepada jemaat yang kekurangan yang dikoordinir oleh Kantor Pusat. Memang saat ini baru sampai pada tahap penggajian. Harapan ke depan adalah untuk semua sistim keuangan.

Di Jemaat, kita perlu terus-menerus memperbaiki program kerja jemaat. Mengendalikan program kerja itu agar tidak menjadi program ‘penghamburan dana’ dan mengarahkannya menjadi program-program yang efektif, yang menyentuh pelayanan. Mengingat tahun ini adalah tahun Pelayanan Diakonia GKPI, masih belum terlambat rasanya jika kita lebih memaksimalkan pelayanan diakonia di jemaat kita dengan memperhatikan saudara-saudara kita yang ‘miskin’. Tidak ketinggalan, kita juga perlu menanggapi dengan serius permohonan dari jemaat-jemaat lain yang memerlukan pertolongan kita dalam hal dana.

Ilustrasi




Postingan Terkait



0 komentar: