“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu" Yohanes 15:16

Jumat, 14 Oktober 2011

Memang Lidah Tak Bertulang

♫♪...Memang lidah tak bertulang tak terbatas kata-kata… Tinggi gunung s'ribu janji, lain di bibir lain di hati… ♫♪♫ Demikian cuplikan lagu yang pernah dipopulerkan oleh Bob Tutupoli di era 80-an.

Sadar atau tidak, ternyata anggota tubuh kita yang terkecil yang kerapkali membuat masalah adalah lidah. Seringkali kita menjadi repot dibuatnya, karena apa yang kita ucapkan tanpa kita pikirkan dulu, bisa menimbulkan kekisruhan atau memperkeruh keadaan.

Tanpa disadari, kita masih seringkali lupa menjaga ucapan. Kita mengucapkan kata-kata yang pedas, menyerang,  bukannya ucapan yang membangun suatu relasi yang lebih baik. Kerapkali kita masih mengumpat atau memaki, bila ada pendapat yang tidak berkenan di hati. Apalagi bila ada sesama yang membuat hidup kita menjadi lebih sulit, kita secara emosional mengeluarkan kata-kata yang tidak berkenan di hadirat Tuhan. Seringkali kita masih menghalalkan segala cara hanya untuk memuaskan keinginan hati. Tak terlepas kepada orang yang lebih tua yang seharusnya kita hormati, atau kepada teman seumur, atau terlebih kepada yang lebih muda; dimana seharusnya kita menjadi teladannya. Acapkali kita tidak peduli atas perasaan mereka dalam mendengarkan ucapan kita, baik terhadap anggota keluarga maupun teman di kantor, di gereja, atau di sekolah.

Ada sebuah kisah tentang lidah-lidah yang tidak bertanggung jawab, yang berakibat fatal bagi kehidupan orang banyak: 

Kejadian sadis terjadi di Desa Sitanggor, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Satu keluarga tewas dibakar hidup-hidup  karena dituduh memelihara begu ganjang (santet), Sabtu (15/5/2010) malam. Mereka adalah Gibson Simaremare, 60 tahun, Riama Br Rajaguguk, 65 tahun dan Lauren Simaremare, 35 tahun.

Awal peristiwa itu setelah warga menuding keluarga Gipson memelihara begu ganjang. Warga yang sudah termakan hasutan sekitar pukul 22.30 Wib, ramai-ramai mendatangi kediaman Gibson. Namun, sebelum mendatangi kediaman korban, warga terlebih dahulu menggelar doa bersama. Mereka sangat yakin bahwa keluarga Gipson memelihara santet, meski tidak punya bukti yang kuat.

Malam itu, Gibson sedang di rumah bersama istrinya Riama. Tiba-tiba massa masuk ke rumah, kemudian menarik Gibson. Setelah pasangan suami-istri berusia lanjut ini diseret paksa keluar rumah, warga menikam Gibson. Massa selanjutnya membakar hidup-hidup keduanya dengan menggunakan kayu bakar yang diambil dari rumah korban.

Aksi warga berlanjut ke rumah anak korban, Lauren Simaremare, yang tinggal tidak jauh dari lokasi kejadian. Sama seperti orangtuanya, Lauren juga diseret paksa dari rumahnya dan dibawa ke arah perbukitan yang ada di sebelah dusun mereka. Di tempat itu massa membakar Lauren hidup-hidup.

Tak hanya Lauren. Istri Lauren, Tiur Br Nainggolan, 30 tahun, juga menjadi sasaran kemarahan warga. Tiur ditikam ketika sedang menyusui anaknya yang masih berusia setahun. Akibat tikaman ini, Tiur kini dirawat di RS Horas Insani Siantar. Kondisinya sangat kritis. Begitu juga dengan tiga anak Tiur yang masih berusia empat, tiga dan setahun, nyaris dibakar hidup-hidup. Ketiga balita malang itu kini dititipkan di Mapolsek Muara.

Demikian cuplikan berita dari salah satu harian nasional, sungguh biadab kelakuan massa tersebut. Hanya dengan dugaan mereka tega membantai satu keluarga. Tentu dugaan itu keluar dari mulut seseorang yang lidahnya tidak bisa dikendalikan. Benarlah apa yang dikatakan kitab Yakobus; “Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapa pun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. Lidah pun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka.” (Yak. 3:5-6).

Lidah memang tidak bertulang. Bila lidah bertulang, tentu akan sulit kita menggerakkannya. Hendaklah setiap perkataan kita bermakna positif, yang membangun dan menopang kehidupan masyarakat, baik di lingkungan terkecil maupun yang lebih luas. Biarlah kita mohon pimpinan Roh Kudus untuk menggunakan lidah kita seturut dengan kehendak-Nya. Dengan lidah kita bisa memuji Tuhan, dengan lidah pula kita bisa menjadi batu sandungan. Makanya, apa yang hendak kita ucapkan sebaiknya sudah kita pikirkan dulu masak-masak.

Pdt. Anthony L Tobing
------------------ 
1 Petrus 3:10
”Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu.”

Postingan Terkait



0 komentar: